Ngelmu.co – Sampai hari ini, ‘ribut’ jatah kursi menteri terus digaungkan oleh partai-partai pengusung Jokowi-Ma’ruf, pada Pilpres 2019 lalu. Hal ini pun menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin.
Menurutnya, peristiwa ini menandakan jika sejak awal koalisi Jokowi-Ma’ruf, memang dibentuk dengan penuh jaminan, ada unsur transaksi di dalamnya.
“Sikap saling meminta jatah partai-partai tersebut, menandakan bahwa koalisi sejak awal dibentuk sudah dengan bagi-bagi kekuasaan. Bagi-bagi kursi menteri. Sudah deal ketika pencapresan, partai apa, dapat berapa kursi,” tutur Ujang, Selasa (3/7), seperti dilansir dari Harian Aceh.
Maka itu, ia pun berharap, Presiden Jokowi bisa mengabaikan permintaan jatah kursi menteri yang disuarakan oleh partai politik koalisinya. Karena saat ini, dampak perpecahan pasca Pilpres masih sangat terasa. Upaya mempersatukan bangsa jauh lebih penting, daripada meladeni permintaan jatah parpol.
“Yang harus dilakukan yaitu rekonsiliasi. Setelah rekonsiliasi, baru menyusun menteri. Tak usah ribut-ribut meminta jatah menteri,” imbuhnya tegas.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Partai Koalisi Jokowi Mulai ‘Ribut’ Jatah Kursi Menteri
[/su_box]
Ujang sadar benar jika urusan menteri adalah prerogatif presiden, maka akan lebih baik jika Jokowi bisa merangkul semua anak bangsa, sehingga persatuan pun dapat kembali terasa. Sebab Jokowi adalah presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya ‘atasan’ parpol yang berbaris di belakangnya saja.
“Semua itu hak prerogatif presiden. Biarlah presiden yang menentukan siapa saja orang-orang yang akan membantunya nanti di kabinet,” pungkasnya.