Sementara @gandrasta, punya potret mengharukan tersendiri. “Lebih mengharukan lagi, ada seorang yang punya kuasa, tidak berbuat apa-apa.”
“Bukan mengharukan, Pak,” sahut @ginseladipura ke Mahfud. “Yang saya rasakan: sedih sangat, pilu, nggranthes, tidak berdaya, nelangsa, seseg.”
Sebenarnya, melalui cuitan yang sama, Mahfud, tidak hanya bicara soal haru. “Tapi banyak cerita bagus,” ujarnya.
“Di mana orang yang terinfeksi Covid-19 dan sempat ditangani dan menjalani perawatan dengan tenang dan ikut prokes, bisa sembuh.”
Ini memang bukan kali pertama, kicauan Mahfud, memicu polemik. Pada Senin (19/7) lalu, misalnya.
Saat itu, Mahfud, membahas singkat soal kaidah ushul fiqh [fikih].
“‘Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih’, artinya, ‘Menghindar dari bencana harus didahulukan dari meraih kebaikan’.”
Lalu, Mahfud, mencoba menjelaskan lebih lanjut, “Konteks kininya, ‘Menghindar dari Covid-19, harus lebih didahulukan daripada meraih pahala dengan ibadah Sunnah yang berkerumun’.”
Twit tersebut pun mendapat respons dari sesama pengguna Twitter. Salah satunya, Ustaz Salim A Fillah.
Selengkapnya, baca di: