Ngelmu.co – Sekelompok pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mencurigai pengadilan China, telah mengadili dan memvonis hukuman mati kepada seorang ahli geografi etnis Uighur, Tashpolat Tiyip, secara diam-diam.
Hal ini disampaikan melalui pernyataan PBB, yang dirilis pada Kamis (26/12) lalu. Sekelompok pelapor khusus itu menyampaikan keprihatinannya, terhadap ketidakjelasan dakwaan serta proses hukum yang dihadapi Tiyip.
Sebab, menurut laporan lembaga pemantau Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty International, Tiyip ditahan aparat keamanan China, atas tuduhan separatisme, di tahun 2017 lalu.
Namun, sejak itu Tiyip justru harus menghadapi pengadilan secara tertutup, dan dengan kondisi yang sangat tidak adil.
Maka, kelompok pemantau HAM itu pun menduga, Tiyip telah dilenyapkan secara paksa. Sebab, informasi yang tersedia terkait keadaannya saat ini sangat minim.
Itulah yang menjadi penyebab, PBB mendesak China untuk mengklarifikasi keberadaan dan kondisi terbaru Tiyip.
Pemerintah China juga diminta mengizinkan pihak keluarga untuk mengunjungi Tiyip di penjara.
Baca Juga: Jangan Sampai Bangsa Indonesia Menjadi Uighur Kedua
Tetapi Kementerian Luar Negeri China, langsung membantah tudingan PBB soal kasus Tayip tersebut, seperti dilansir CNN, Jumat (2/12).
Melalui Juru Bicara-nya, Kemlu China, Geng Shuang, mengatakan jika Tayip didakwa melakukan korupsi serta penyuapan. Ia mengklaim, hak-hak Tiyip tetap dipenuhi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dugaan ini membuat China semakin menjadi sorotan, setelah sebelumnya ramai dibicarakan, karena sekitar 1 juta etnis Uighur, ditahan dalam kamp-kamp, secara sewenang-wenang, di Xinjiang.
China juga dituding ‘mencuci otak’, dan mendoktrin etnis Uighur dengan nilai-nilai komunisme, bahkan hingga membatasi hak minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, untuk beribadah.