Ngelmu.co, BANDUNG – Asep Maptuh (45 tahun), pelaku penganiayaan terhadap Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis) Ustadz Prawoto yang menyebabkan korban meninggal dunia, dikenal warga tidak mengalami gangguan kejiwaan. Sebab, komunikasi antar pelaku dengan tetangga masih berjalan lancar.
Adik ipar korban, H Didin mengungkapkan, sering bertegur sapa dengan pelaku dan melihat kondisinya normal. Selain itu, pelaku yang tinggal berdekatan dengan korban berdasarkan keterangan warga sering berkegiatan hiburan karaoke.
“Dia tidak gila, normal. Kalau punya uang biasanya karaokean. Tapi kalau gak punya uang suka ngamuk,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Cigondewah Kidul, Kota Bandung, Jumat (2/2), dikutip dari Republika.co.id.
Menurutnya, pelaku tinggal di rumah milik adiknya yang bersebelahan dengan rumahnya dan rumah korban. Beberapa kali memang, pelaku pernah membahayakan orang lain dengan membakar sebagian rumahnya sendiri. Ia mengaku, tidak mengetahui alasan yang bersangkutan membakar rumah.
Dia menuturkan, selain pelaku sehari-hari tidak bekerja, juga tidak pernah masuk rumah sakit jiwa. “Dia gak pernah masuk rumah sakit jiwa. Sebenarnya dia tidak gila, karena sering bertegur sapa,” ungkapnya.
Ustadz Prawoto, Komandan Brigade Persis, tewas setelah sempat dirawat di rumah sakit. Ustadz Prawoto tewas setelah dianiaya oleh Asep Maptuh. Ustadz Prawoto dianiaya dihantam linggis hingga mengalami luka di kepalanya.
Peristiwa penganiayaan tragis yang menewaskan Ustadz Prawoto ini terjadi pada Kamis (1/2) pukul 07.00 WIB, di dekat rumah Ustadz Prawoto, Blok Sawah, Cigondewah Kidul, Kecamatan Bandung Kidul, Bandung.
sekitar pukul 04.00 WIB, Ustadz Prawoto terbangun, ingin menjalankan sholat shubuh. Tidak lama berselang, Ustadz Prawoto melihat ada orang yang sedang merusak rumahnya . Ketika ditanya, orang tak dikenal itu langsung menyerang dengan linggis.
Sadar dirinya dalam bahaya, Ustadz Prawoto lari menghindar, tapi pelaku mengejar hingga melakukan penganiayaan terhadap Ustadz Prawoto. Akibatnya Ustadz Prawoto mengalami luka parah dibagian kepala dan wajah. Dia langsung dilarikan ke rumah sakit oleh keluarga dan warga. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Sempat Dikira Gila
Sebelumnya, Polda Jabar menyatakan bahwa penyebutan pelaku mengalami gangguan kejiwaan berdasarkan merupakan keterangan ahli, bukan semata dari kepolisian. Polda Jabar menyatakan bahwa yang mengatakan pelaku mengalami gangguan kejiwaan adalah dokter ahli dari RS Jiwa Cisarua.
“Bukan penyidik yang menentukan tersangka sakit jiwa atau tidak, tapi ahli. Nah yang meragukan ahli dari RS Jiwa Cisarua, silakan mengirimkan ahli jiwa lain yang dianggap lebih kredibel,” kata Dirkrimum Polda Jabar Kombes Umar S Fana dalam keterangannya, Jumat (2/2).
Umar mengatakan bahwa proses hukum akan tetap berjalan. Hasil observasi dari dokter yang akan digunakan dalam pemberkasan. Dan yang menentukan hukuman apa yang akan diterima oleh pelaku adalah putusan hakim nantinya.“Nanti hakim yang akan menentukan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada pelaku tersebut,” jelas Umar.