Irmer, bahkan menyampaikan dukungannya kepada pemerintah Austria yang mengusung tindakan anti-Muslim tersebut.
Menurutnya, pembuatan Peta Islam Nasional itu sudah tepat.
“Austria menarik kesimpulan yang tepat,” ujarnya.
“Kebijakan tersebut akan melengkapi paket tindakan melawan Islamisme politik,” sambung Irmer.
“Yang diputuskan beberapa pekan lalu oleh kelompok parlemen kami,” imbuhnya lagi.
Dewan Pusat Muslim Jerman Mengecam
Sebagai informasi, Peta Islam Austria, menuntut pembiayaan masjid di negaranya yang berasal dari luar negeri, harus lebih transparan.
Pemerintah juga akan menghentikan kerja sama negara dengan berbagai organisasi Islam politik.
Itu mengapa, Peta Islam menjadi kontroversi. Selain berbau rasis, berbagai pihak juga menilai ini sebagai kebijakan yang tidak bertanggung jawab.
Dewan Pusat Muslim Jerman adalah salah satu pihak yang lantang menentang.
Pihaknya, mengkritisi peluncuran situs tersebut yang sarat akan pekikan perang, seperti Islam politik dan tindakan semacamnya.
“Rasis, anti-Muslim, dan ekstremis agama, akan diperkuat, di saat yang bersamaan, secara umum, jutaan Muslim dicurigai.”
Demikian kecam Dewan Pusat Muslim Jerman Aiman Mazyek, Kamis (3/6).
Baginya, ini merupakan langkah yang tidak bertanggung jawab, mengingat Eropa aktif menyuarakan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan di masyarakat.
Kecaman ini berangkat dari pernyataan Menteri Integrasi Austria Susanne Raab, Selasa (1/6) lalu.
Ia, lantang mendukung peta Islam, meski kritik tak henti berdatangan.
Raab tetap beranggapan, tujuan peta Islam adalah untuk melawan sekaligus mencegah berkembangnya Islam politik.
Selengkapnya, baca di: Kontroversi Peta Islam Digital yang Diluncurkan Pemerintah Austria
Di sisi lain, kabar harian Der Standard yang berbasis di Wina, melaporkan, situs Peta Islam Austria, untuk sementara offline.
Memicu Kekhawatiran Muslim di Austria
Peta Islam tersebut mencatat nama dan lokasi lebih dari 620 masjid.
Asosiasi, pejabat, serta hubungan mereka di luar negeri pun kemungkinan terpantau.
Wajar jika hal tersebut membuat Muslim di Austria, merasa di-stigmatisasi.
Mereka juga mengkhawatirkan keamanannya, atas publikasi alamat dan rincian lain.
Terlebih di tengah berkembangnya Islamofobia di Austria, pasca serangan teror mematikan di Wina, November 2020 lalu.
Pihak Gereja juga Mengkritik
Perlu diketahui, mewakili kelompok agama lain, Gereja Katolik Austria juga mengkritik peluncuran Peta Islam.
Mengutip Al Arabiya, Sabtu (5/6), peta ini pertama kali dipresentasikan oleh sebuah kelompok yang didanai oleh pemerintah.
Di mana fungsi kelompok tersebut adalah memantau ekstremisme Muslim.
“Peta ini berbahaya, dan memberi kesan salah satu komunitas agama, dicurigai secara umum.”
Demikian kritik Kepala Gereja Katolik Austria Kardinal Christoph Schoenborn.
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan, mengapa dari sekian komunitas agama yang ada di sana, hanya Islam yang ‘diincar’.
Vandalisme Usai Peluncuran
Bahkan, Kepala Komunitas Agama Islam Austria Umit Vural, menggambarkan peta tersebut sebagai ancaman keamanan besar-besaran bagi umat Muslim.
Sementara, organisasi Pemuda Muslim Austria, mengungkap adanya Muslim yang telah mendapat serangan.
Begitu juga sebuah masjid, telah dirusak, sejak Peta Islam itu beredar di internet, akhir Mei 2021.
Seperempat dari mayoritas penduduk Katolik Austria, memang memilih partai sayap kanan–Islamofobia.
Sedangkan ekstremis sayap kanan, dalam sepekan terakhir, telah memasang papan bertuliskan, ‘Hati-hati! Politik Islam ada di dekat Anda’.
Papan-papan itu terpasang di lokasi yang tercatat pada Peta Islam–jalan yang menunjukkan tempat-tempat organisasi Muslim.
Mengetahui hal ini, Perwakilan Khusus Uni Eropa untuk Kejahatan, Kebencian Antisemit, dan Anti-Muslim, Daniel Hoeltgen, mendesak pemerintah Austria untuk menghapus peta tersebut.
Termasuk sejumlah perwakilan dari komunitas agama lain, serta Presiden Konferensi Rabi Eropa Pinchas Goldschmidt, juga menegur pemerintah Austria.
Pasalnya, tak dapat dipungkiri jika serangan verbal pun fisik terhadap Muslim, meningkat [sejak seorang ekstremis kelahiran Austria, membunuh empat orang di Wina, awal November 2020].
Klaim ini berdasarkan data dari sebuah kelompok yang mendokumentasikan Islamofobia serta rasialisme anti-Muslim.