Ngelmu.co – Tampilan (mazhhar) yang menarik, rapi, dan bersih, sangat dianjurkan Islam, bahkan diwajibkan. Bila keluar bertemu para sahabatnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memakai pakaian yang rapi, menarik, bersih, dan beraroma wangi.
Suatu hari, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berada di masjid, lalu seorang lelaki yang rambut dan jenggotnya kusut, masuk masjid, kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengisyaratkan kepada orang tersebut, agar keluar merapikan rambut dan jenggotnya.
Setelah merapikan rambut dan jenggotnya, orang itu kembali lagi, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ini lebih baik dari salah seorang di antara kalian datang dengan rambut kusut seperti setan,” (Muwatha’ Malik 2732).
Karena Allah Maha Indah, mencintai keindahan (Muslim 91), juga karena tampilan yang baik dan menarik, bagi sebagian orang, menjadi cermin kepribadian.
Atau ibarat buku, menjadi ‘judul’ yang menggambarkan isi buku, atau menjadi penanda bagi seseorang.
Karena hal yang pertama kali dilihat orang ketika bertemu adalah tampilan, sedangkan pertemuan pertama, akan memberi kesan yang mendalam.
Sekalipun demikian, Islam tidak hanya mementingkan tampilan, tetapi juga harus dibarengi dengan isi dan batin.
Sehingga seorang Muslim, harus baik, bersih, serta menarik lahir dan batin. Tidak seperti orang munafik yang memperlihatkan kebaikan lahiriah, tetapi busuk hatinya.
Karena pentingnya tampilan dan sisi luar ini, sebagian orang mengeksploitasinya untuk menipu dan mengelabui orang lain.
Ini disebut mazhhariyah (hanya mementingkan tampilan atau bungkus daripada isi), atau bahasa sekarangnya, pencitraan.
Pencitraan ini, bisa terjadi di dunia politik, ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan agama dan lainnya.
Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa ‘guru besar’ pencitraan adalah Karun. Firman Allah:
“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
‘Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar,’
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu:
‘Kecelakaan besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar’,” (al-Qashash: 79-80).
Ayat-ayat ini (baca juga ayat 81-83), menyebutkan bagaimana Karun melakukan pencitraan, siapa yang berhasil dipengaruhi dengan pencitraan tersebut, dan siapa yang tidak bisa dipengaruhinya.
Karun melakukan pencitraan dengan tampilan yang megah, sehingga berhasil memengaruhi dan ‘menyihir’ sebagian orang.
Orang yang bisa dipengaruhi dan tersihir oleh pencitraannya adalah ‘orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia’.
Karena orang yang menghendaki kehidupan dunia, selalu mementingkan tampilan, dan hanya berpikir tentang dunia, serta apa yang didapat dari dunia, tanpa memedulikan nilai-nilai agama dan akhirat.
Sedangkan orang yang tidak bisa dikelabui dengan pencitraan adalah ‘orang-orang yang dianugerahi ilmu, lebih mementingkan pahala Allah, beriman, beramal saleh dan sabar’.
Adalah orang-orang yang telah mendapatkan tarbiyah, dan pemahaman dengan nilai-nilai agama Islam, serta mempraktikkannya dalam kehidupan, sehingga memiliki komitmen yang kuat.
Ayat-ayat ini, juga mengisyaratkan bahwa pencitraan hanya bisa dilawan dengan tarbiyah dan pengajaran nilai-nilai agama kepada masyarakat, yang selalu berpikir duniawi atau materialistis.
Bila masyarakat masih berpikir duniawi, maka mereka selalu rawan menjadi korban pencitraan orang-orang yang akan mengelabui, menipu mereka.
Di sinilah pentingnya para da’i, selalu dekat dengan masyarakat dan membimbing mereka, agar memiliki komitmen yang kuat, dengan nilai-nilai agama, sehingga mereka tidak mudah tersihir oleh pencitraan.
Celakanya, bila para da’i juga berpikir duniawi, hingga mereka sendiri menjadi korban pencitraan.
Semoga Allah melindungi kita semua dari tipu daya pencitraan.
Oleh: Aunur Rafiq Saleh Tamhid
Baca Juga: Jagoan Neon Media Sosial