Ngelmu.co – Yusuf Maulana (44), adalah ayah dari salah satu pasien bayi yang mengalami gagal ginjal akut di Yogyakarta.
Ia menceritakan serangkaian gejala, sebelum dan saat sang anak dilarikan ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).
Pada 23 Oktober mendatang, ET, putri bungsu Yusuf, semestinya genap berusia 8 bulan.
Namun, buah hatinya itu dinyatakan meninggal pada 25 September lalu; beberapa hari setelah mendapat penanganan medis.
Di tempat kerjanya, Yusuf menceritakan bahwa putrinya itu lahir secara normal pada 23 Februari 2022.
Sejak saat itu, ET tumbuh dan berkembang sesuai indikator di Kartu Menuju Sehat (KMS).
ET juga sudah empat kali mendapatkan vaksin imunisasi rutin.
Pada Jumat (16/9/2022), ET masih tampak sehat dan berinteraksi normal.
Namun, sehari berselang, anak kelima Yusuf itu mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan kesehatan.
“Maem masih bagus, tapi pipisnya berkurang,” tutur Yusuf di Banguntapan, Bantul, Kamis (20/10/2022), mengutip CNN Indonesia.
“Kami pikir, waktu itu asupan ASI sedikit, karena waktu itu istri ASI-nya berkurang signifikan, produksinya sedikit,” imbuhnya.
Yusuf mengaku tidak mengukur intensitas buang air kecil ET, tetapi sekilas memang tampak tak sebanyak biasanya.
Menurutnya, ET juga hanya mengonsumsi air susu ibu (ASI), dan makanan pendamping ASI (MPASI), racikan sendiri.
Kalaupun yang kemasan, dipastikan sudah berlabel BPOM.
Yusuf dan istri juga baru memberikan MPASI, saat ET, memasuki usia 7 bulan.
Pada Jumat (16/9/2022) itulah, ET mulai mengalami demam.
Ia mengira ET, tertular kakak-kakaknya yang saat itu juga terserang batuk pilek.
ET menjadi sulit tidur, sesekali kejang, dan tatapan matanya juga mulai kosong; tidak fokus.
“Ahad (18/9/2022), intensitas kejangnya sudah bertambah, maem tetap lancar, tapi pipis berkurang.”
“Saya gendong [tatapan ET] kosong, digini-gini [dilambaikan tangan], dia low response. Sering intensitasnya,” jelas Yusuf.
Menurut warga Argomulyo, Sedayu, itu, gejala penurunan kondisi ET, makin signifikan pada Senin (19/9/2022).
Baca Juga:
Akhirnya, mereka memberi susu formula, karena menduga dehidrasi sebagai pemicu hal ini.
Namun, ET malah mengalami diare pada Senin, 19 Oktober, sore.
Yusuf dan istri kembali menduga, hal tersebut adalah efek dari putrinya yang baru pertama kali mengonsumsi susu formula.
“Covid, saya enggak ada. Paracetamol, [ET] tidak ada. Ibunya minum, tapi tablet, bukan cair. Itu pun sebelum tanggal 16 [September].”
“Jadi, obat-obatan belum pernah, riwayat keluarga besar kami juga bagus, tidak ada ginjal,” jelas pria yang juga konsultan penerbit tersebut.
@ngelmuco Mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap sejumlah sampel #obatsirop, #BPOM RI menemukan 5 produk yang terindikasi cemaran #EtilenGlikol ♬ Don’t Watch Me Cry – Jorja Smith
Mereka pun akhirnya memutuskan untuk membawa ET ke bidan terdekat.
Namun, langsung disarankan untuk ke rumah sakit, agar mendapat fasilitas yang lebih memadai.
Yusuf dan istri kemudian membawa ET ke RS PKU Muhammadiyah Gamping, pukul 22.30 WIB.
Akhirnya, mereka dirujuk ke RSUP Dr Sardjito, karena kondisi ET, makin drop.
Yusuf bilang, saat itu putrinya sudah disinyalir mengalami penurunan fungsi paru-paru.
Meskipun rujukan ke RSUP Dr Sardjito, tanpa diagnosa yang mendahului.
“Lihat dari saturasi, sudah jomplang banget, padahal waktu kita bawa, di kendaraan dia masih sadar, masih mengenali orang tuanya.”
“Tapi waktu masuk [PKU Gamping], dalam waktu beberapa jam, kami otomatis enggak tidur, masuk 23.30 WIB.”
“Kesadaran [ET] makin menurun, dan sudah enggak mengenali [merespons] kami lagi,” ujar Yusuf.
Pada Selasa (20/9/2022) subuh, ET masih harus menunggu di inkubator milik RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta; dengan supervisi dokter RSUP Dr Sardjito.
Pasalnya, fasilitas Pediatric Intensive Care Unit (PICU) di rumah sakit rujukan, masih antre.
Baru pada Selasa (20/9/2022) petang, ET mendapat tempat di RSUP Dr Sardjito.
Penurunan kondisi secara drastis pun mulai terpantau, terjadi di organ-organ lain.
“Anak saya paru-paru sisanya kena. Kena semua soalnya, liver, kemudian saraf, dan pastinya ginjal,” ucap Yusuf.
Baca Juga:
RSUP Dr Sardjito melakukan penanganan intensif sekaligus observasi pada ET; 20-23 September.
Istilah Acute Kidney Injury (AKI), sebagai sebuah prognosis, mulai familier di telinga Yusuf dan istri.
“Dia [AKI], sebagai sebuah prognosis yang pihak medis masih menelusuri, ini apa,” sebut Yusuf.
Penanganan oleh RSUP Dr Sardjito juga tidak mampu memulihkan kondisi ET, yang makin hari makin menurun.
Seingat Yusuf, putrinya tidak sampai menjalani hemodialis atau terapi cuci darah.
Akhirnya, Yusuf dan istri harus merelakan kepergian bungsu dari kelima bersaudara itu pada Ahad (25/9) dini hari.
Tepatnya, dua hari setelah ET, menginjak usia tujuh bulan.
Yusuf dan istri, meyakini RSUP Dr Sardjito, telah berupaya maksimal untuk menyelamatkan putrinya.
Yusuf juga dilibatkan dalam sebuah panel yang menghadirkan dokter atau ahli lintas disiplin, selama ET menjalani perawatan.
Mulai dari saraf, hingga organ dalam.
“Dan dokter menyatakan, ini misterius. Cepat sekali menyerangnya,” ucap Yusuf.
“Saya kira, jam demi jam sangat berharga, karena penurunannya drastis banget,” sambungnya.
Sehari sebelumnya, RSUP Dr Sardjito juga mengumumkan, seorang pasien bayi berusia 7 bulan, meninggal akibat gagal ginjal akut.
Ia merupakan satu dari 6 pasien yang meninggal terkait kasus tersebut.
Sejauh ini, RSUP Dr Sardjito telah mencatat 6 pasien meninggal, terkait kasus gagal ginjal akut misterius pada anak; sepanjang Januari-Oktober 2022.
Adapun total kasus sepanjang periode itu adalah 13 kasus, di mana 4 di antaranya masih menjalani perawatan, dan 3 lainnya dinyatakan sembuh.
Teranyar, kasus meninggal dilaporkan pada Rabu (19/10/2022), untuk pasien berusia 4 tahun asal Ngawi, Jawa Timur.
Balita itu dirawat di RSUP Dr Sardjito, setelah 5 hari sebelumnya dirujuk dari RSUD Moewardi Solo.
Sebelumnya, balita tersebut juga telah menjalani hemodialisis.
Namun, kondisinya berangsur memburuk, seiring adanya komplikasi di berbagai organ.