Ngelmu.co – Malas itu ‘bahaya’. Salah satunya, dapat menjadi penyebab kemunduran umat. Begitu kata KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha).
“Makanya Nabi, sampai memasukkan ke dalam daftar hitam. Sampai di-isti’adzahi,” tuturnya pada satu kesempatan.
Putra Kiai Nur Salim itu pun berpesan, “Mohon perlindungan, agar dijaga dari sifat malas.”
“Allahumma inni a’udzubika minal ‘ajzi wal kasal… aku berlindung kepada Allah, dari sifat lemah dan malas,” jelas Gus Baha.
Lebih lanjut, Pimpinan Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an LP3IA Narukan, Kragan, Rembang, itu pun memberi ‘resep rahasia’.
Jika umat, ingin sukses dalam bisnis apa pun.
“Cara wong kuna, esuk-esuk lunga nang pasar, selak rejekine dipangan pitik [Kata orang kuno dulu, pagi-pagi cepat pergi ke pasar, agar rezekinya tidak kedahuluan dimakan ayam],” ujarnya.
Gus Baha mengibaratkan tafsirnya, seperti ini, “Kalau kita malas menguasai pasar, maka yang lain akan lebih dahulu menguasai pasar.”
“Sekarang sudah kelihatan, ratusan, bahkan ribuan triliun, dikuasai oleh pengusaha Tionghoa,” ucapnya.
“Orang Islam, jadi kaum buruh, kaum pengemis,” sambung Gus Baha.
Perusak dari Segala Perusak
Ia pun menjabarkan penyebabnya. “Dari dosa yang enggak besar-besar amat, yaitu malas.”
“Kita ini kalau disuruh kukur-kukur [garuk-garuk], disuruh kongko-kongko, betahnya luar biasa,” sentilnya.
Gus Baha juga mengingatkan pesan ulama terdahulu, bahwa, “Perusak dari segala perusak adalah sifat menganggur.”
Itu mengapa ia mengaku senang, ketika partai Islam aktif di dunia politik Indonesia.
Seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang muncul dan langsung berkembang.
“Itu bagus, untuk membangunkan partai-partai Islam yang malas melakukan penggalangan, melakukan dinamika, dan seterusnya,” kata Gus Baha.
“Tapi anehnya, setelah PKS besar, [malah] dituduh Wahabi. Itu namanya kalah jurus, menang nuduh,” tegasnya.
“Enggak peduli benar atau tidak, yang penting pokoke,” sambungnya lagi.
Serupa dengan yang dilakukan terhadap pengusaha Tionghoa.
“Setelah ekonominya kalah, ramai-ramai bilang revolusi anti-Cina,” kata Gus Baha.
“Enggak perlu revolusi. Kalau kita rajin, tidak malas, kita pasti bisa,” lanjutnya.
Kalau mau maju, sambung Gus Baha, buang jauh sifat malas.
“Bikin sentra-sentra poduksi di kampung-kampung,” ujarnya.
“Dulu, kita bikin minyak kelapa sendiri. Bikin sentra kopra sendiri. Lah, sekarang? Kita kok malas marut kelapa,” imbuhnya.
Baca juga pesan lain dari Gus Baha:
- “Indonesia Tak bisa Meninggalkan Partai Islam”
- Gus Baha Ingin NU Kembali ke Tradisi Ilmiah
- “Komunis itu Neraka”
Baca Juga:
- Gus Baha Bicara soal Lonte
- Quotes Gus Baha soal Cinta dan Jodoh
- Ustaz Abdul Somad Mimpi Duduk Satu Majelis dengan Gus Baha
Dari sana, kata Gus Baha, akibatnya melebar. “Kita tergantung dengan industri minyak yang dikuasai pengusaha Tionghoa.”
“Begitu juga tepung. Dulu ketika kita mau bikin tepung, ndeplok [menumbuk] sendiri dari beras,” ucapnya.
“Lah, sekarang malas. Ya, tepungnya dikuasai pengusaha Tionghoa. Mau bikin pisang goreng atau jajanan apa pun, tepungnya beli,” sambung Gus Baha.
Syekh Syakib Arsalan menguatkan pesan Gus Baha terkait penyakit malas ini.
Melalui bukunya yang berjudul, ‘Mengapa Umat Islam Mundur dan Umat Selain Mereka Maju’.
[Limadza Ta’akhoro Al-Muslimun Wa Taqoddama Ghoiruhu]
Ulama Lebanon itu bilang, kelemahan umat Islam adalah tidak mempraktikkan kitab sucinya.
“Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 3, memerintahkan kita agar tidak melakukan perbuatan dan perkataan yang sia-sia.”
“Jika kita amalkan, mestinya kita sangat tinggi etos kerjanya, karena hal itu diperintahkan oleh Allah, lewat kitab suci-Nya,” jelas Syekh Syakib.
Sekarang tinggal kita muhasabah, apakah kita termasuk umat yang malas?
“Allahumma inni a’udzubika minal ‘ajzi wal kasal… aku berlindung kepada Allah, dari sifat lemah dan malas.”