PKS: Mengundang Maskapai Asing Menambah Permasalahan Baru

Ngelmu.co – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menanggapi pernyataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang mengundang maskapai asing untuk bersaing di industri penerbangan domestik. Alih-alih menjadi upaya menurunkan tarif tiket pesawat di tanah air, hal tersebut justru dipandang sebagai akar dari permasalahan baru.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo. Menurutnya, selama belum ada regulasi yang mengatur tarif tiket pesawat, maka kebijakan tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi maskapai domestik.

“Menurut saya, permasalahan tarif tiket harus ada regulasi yang mengatur. Engga bisa kalau diatur oleh maskapai. Masa negara diatur oleh maskapai,” tuturnya, sebelum mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/06).

Selama formula tarif tiket pesawat tidak diubah, menurut Sigit, keberadaan maskapai asing hanya akan membuat maskapai domestik hancur.

“Yang tahu formula tarif tiket ‘kan kita, formula sebenarnya ada di kita. Bila mengundang maskapai asing dan formulanya engga diubah, ya mereka (maskapai domestik) nanti yang hancur,” lanjutnya.

Dengan tegas ia menyatakan, PKS tidak setuju dengan masuknya maskapai asing untuk bersaing di pasar penerbangan domestik.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Jokowi Tawarkan Maskapai Asing Masuk Indonesia Sebagai Solusi Tiket Murah
[/su_box]

Namun, pihaknya menyarankan agar pemerintah bisa fokus dalam memperkuat serta membuka peluang investasi bagi maskapai domestik, dan juga memperbaiki suplai avtur.

“Mengundang maskapai asing menambah permasalahan baru. Tarif tiket maskapai kita pasti kalah. Kenapa? Karena mereka beli avtur di luar negeri yang tarifnya lebih murah daripada di Indonesia,” tegas Sigit.

Maka, ia berpesan kepada pemerintah, untuk segera memikirkan bagaimana cara yang tepat dan harus dijalani, agar tarif tiket pesawat bisa sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat.

“Banyak keluhan di masyarakat, dan akibatnya wisatawan turun, lho. Target wisatawan cuma terpenuhi 25 persen, berarti ada ekonomi daerah yang turun. Saya kira ini harus dibuat regulasi yang baik,” pungkasnya.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun menilai wacana tersebut berpotensi meningkatkan defisit neraca jasa dan defisit neraca berjalan.

Sebab, investasi asing yang masuk untuk mengeksploitasi pasar dalam negeri, dinilai buruk bagi ekonomi nasional.

“Investasi tersebut tidak untuk ekspor dan tidak menghasilkan devisa untuk ekonomi nasional. Hasil dari investasi akan menjadi outflow ke luar dan menggerus devisa Indonesia seperti sekarang,” ungkap Ekonom Senior INDEF Didik J. Rachbini, Ahad (16/6).

Menurutnya, pasar akan dikuasai oleh asing, hingga nantinya kerugian akan terlihat dari akumulasi pendapatan primer Indonesia. Dan meningkatkan defisit neraca jasa serta defisit neraca nasional.

“Kerugian tersebut akan terlihat pada akumulasi pendapatan primer Indonesia akan lebih meningkatkan defisit jasa dan defisit neraca berjalan nasional,” lanjut Didik.

Hampir setengah abad, kata Didik, defisit neraca jasa dan defisit neraca berjalan menjadi persoalan di negara ini, dan memburuk dalam empat tahun terakhir.

Maka, kebijakan mengundang maskapai asing ke dalam industri aviasi domestik, akan menciptakan fondasi ekonomi yang rapuh.

“Jika maskapai asing masuk, sama dengan menyerahkan mentah-mentah peluang pasar yang besar kepada pihak asing,” tutur Didik.

Ia menyampaikan, pemerintah tidak bisa gegabah dalam membuat kebijakan. Wacana ini pun dianggap naif, karena negara-negara lain justru tidak memberikan pasar domestiknya kepada pihak asing.

“Akar masalahnya (adalah) persaingan tidak sehat. Cara gampangnya, masukkan asing. Itu kebijakan instant, tapi menimbulkan masalah lain terhadap perekonomian,” tegas Didik.

“Jika pasar dibuka secara gegabah, maka banyak kerugian yang akan diperoleh, di mana manfaat pasar dalam negeri yang besar akan dinikmati asing,” lanjutnya.

Jika pemerintah tetap mengambil jalan pintas, maka dampak jangka panjangnya adalah ekonomi nasional akan merugi.

Alhasil, Indonesia tidak bisa memiliki kesempatan untuk membangun industri yang sehat, kalau solusi yang diambil secara gegabah.

“Selain potensi nasional dimanfaatkan oleh pelaku asing, dan belum tentu harga tiket turun karena banyak penerbangan asing juga tidak efisien, dampak-(jangka panjang)-nya pada ekonomi nasional semakin buruk, terutama defisit jasa dan neraca berjalan,” pungkas Didik.