Ngelmu.co – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menilai Perppu No 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, yang diterbitkan Presiden Joko Widodo, pada 31 Maret lalu, berpotensi melanggar UUD NRI 1945.
Pernyataan soal Perppu yang tercatat dalam Lembaran Negara RI tahun 2020 Nomor 87 itu, di-jabarkan oleh Ketua DPP PKS Bidang Ekuintek-LH, Memed Sosiawan, Kamis (9/4).
“Dengan memperhatikan jaminan yang di-kokohkan dalam UUD NRI Tahun 1945, terkait supremasi Hukum, Pembentukan Undang-Undang, Pembentukan APBN, juga hak dan kewajiban Lembaga-lembaga negara, maka beberapa Pasal krusial dalam Perppu No 1 tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, berpotensi melanggar UUD NRI Tahun 1945,” tuturnya.
Sebab, pada UUD NRI Tahun 1945, tercatat jelas jaminan tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum.
Terdapat pula pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja, serta hak atas status kewarganegaraan.
“Artinya, tidak ada warga negara Indonesia yang kebal hukum, apalagi pejabat atau pegawai yang terlibat dalam anggaran pembiayaan yang menyebabkan kerugian negara,” kata Memed.
“Karena anggaran tersebut, merupakan penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali oleh negara, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan, maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,” imbuhnya.
UUD NRI Tahun 1945, juga menjamin adanya distribution of power—bukan separation of power murni seperti dalam Trias Politica—sehingga mekanisme check and balances, dapat bekerja dengan baik.
Memed juga membahas Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (7), dalam Perppu No 1 Tahun 2020.
“Oleh karena anggaran pemulihan ekonomi tersebut posisinya berada pada bagian Pembiayaan RAPBN, maka kedua pasal tersebut, berpotensi melanggar kedudukan dan status APBN, serta melanggar hak dan kewenangan DPR dalam pembahasan dan persetujuan panyusunan RAPBN,” ujarnya.
Itulah sebabnya Memed menilai, kemungkinan berlakunya Perppu tersebut, menyebabkan APBN Tahun Anggaran 2023, harus disetujui pada 20 Oktober 2022 mendatang.
“Dengan demikian, semua anggota DPR dan DPD yang telah mendapatkan mandat rakyat dalam Pemilu 2019 untuk bertugas sampai 2024, tidak dapat menjalankan hak, kewajiban, dan kewenangannya, berkaitan dengan UU APBN selama tahun 2020 sampai 2023,” bebernya.
“Padahal hak, kewajiban, dan kewenangan DPR dan DPD dalam pembentukan UU dan pembentukan APBN, telah dijamin oleh pasal-pasal dalam UU NRI Tahun 1945,” sambung Memed.
Berikut penjelasan lengkap yang ia sampaikan secara tertulis:
Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, yang tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 87.
Perppu No 1 tahun 2020 tersebut, diterbitkan untuk penanganan Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu No 1 tahun 2020 tersebut, terdiri dari Lima Bab, yaitu:
- Bab I, Ruang Lingkup (terdiri dari satu pasal, Pasal 1);
- Bab II, Kebijakan Keuangan Negara (terdiri dari Enam Bagian dan 12 pasal, Pasal 2 sampai Pasal 13);
- Bab III, Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan (terdiri dari Lima Bagian dan 12 pasal, Pasal 14 sampai Pasal 25);
- Bab IV, Ketentuan Sanksi (terdiri dari 1 pasal, Pasal 26); dan
- Bab V, Ketentuan Penutup (terdiri dari 3 pasal, Pasal 27 sampai Pasal 29).
Dalam Perppu No 1 tahun 2020 pasal 28, juga menyatakan tidak berlakunya beberapa pasal dalam 12 UU terdahulu, yakni:
- UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
- UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
- UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
- UU No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan;
- UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
- UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
- UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa;
- UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
- UU No 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
- UU No 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan
- UU No 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Dari 29 Pasal yang terdapat dalam Perppu No 1 tahun 2020 tersebut, ada beberapa pasal krusial yang harus di-cermati kesesuaiannya, dengan UUD NRI Tahun 1945, antara lain:
Pasal 2 ayat (1) a.1
Batasan defisit anggaran melampaui 3 persen, dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan COVID-19, dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022.
Pasal 2 ayat (1) i
Melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian alokasi, dan/atau pemotongan/penundaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dengan kriteria tertentu.
Pasal 11 ayat (3)
Program pemulihan ekonomi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan melalui Penyertaan Modal Negara, penempatan dana, dan/atau investasi Pemerintah, dan/atau kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 11 ayat (7)
Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12 ayat (2)
Perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Pasal 27 ayat (1)
Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 27 ayat (2)
Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27 ayat (3)
Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
UUD NRI Tahun 1945, melalui perubahan pertama (1999), sampai perubahan keempat (2002), telah menjamin tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum.
Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 (3)***); dan adanya pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, berhak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D)**.
UUD NRI Tahun 1945, juga menjamin adanya distribution of power (bukan separation of power murni, seperti dalam Trias Politica) sehingga mekanisme check and balances dapat bekerja dengan baik.
Bahwa DPR Memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 (1)*) dan memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20A (1)**); bahwa Presiden Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 (1)); bahwa MK dan MA memiliki Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 (1)***); bahwa ada 10 lembaga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Presiden, DPR, DPD, MPR, MK, MA, KY, BPK, Bank Sentral, dan KPU).
UUD NRI Tahun 1945, dalam hal pembentukan UU, juga telah menyatakan bahwa DPR harus bersama Presiden serta DPD.
Bahwa RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 (2)*); dan Presiden berhak mengajukan RUU (Pasal 5 (1)*); juga DPD dapat mengajukan RUU yang sesuai dengan kewenangannya (Pasal 22D (1)***); serta DPD ikut membahas dan memberikan pertimbangan atas RUU yang sesuai dengan kewenangannya (Pasal 22D (2)***).
UUD NRI Tahun 1945, dalam hal pembentukan APBN, juga telah menyatakan bahwa: kedudukan dan status APBN adalah Undang-Undang yang ditetapkan setiap tahun (Pasal 23 (1)); dan RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR, dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan apabila RAPBN ditolah oleh DPR maka pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu (Pasal 23 (2) dan (3)).
Dengan memperhatikan jaminan yang di-kokohkan dalam UUD NRI Tahun 1945, terkait tentang supremasi Hukum, Pembentukan UU, Pembentukan APBN, juga hak dan kewajiban Lembaga-lembaga negara, maka beberapa Pasal krusial dalam Perppu No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan berpotensi melanggar UUD NRI Tahun 1945.
Pasal 2 ayat (1) i
Melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian alokasi, dan/atau pemotongan/penundaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden.
Pasal ini berpotensi melanggar hak dan kewenangan DPD dalam memberi pertimbangan kedaerahan dalam panyusunan RAPBN (Pasal 23 (2) UUD NRI Tahun 1945), karena hal-hal yang menyangkut anggaran daerah apabila diatur oleh Peraturan Presiden akan dapat menegasikan peran dan keterlibatan DPD dalam pembahasannya.
Pasal 11 ayat (3)
Program pemulihan ekonomi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan melalui Penyertaan Modal Negara, penempatan dana, dan/atau investasi Pemerintah, dan/atau kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah dan Pasal 11 ayat (7) dalam Perppu No 1 tahun 2020, yaitu Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Oleh karena anggaran pemulihan ekonomi tersebut posisinya berada pada bagian Pembiayaan RAPBN, maka kedua pasal tersebut berpotensi melanggar kedudukan dan status APBN serta melanggar hak dan kewenangan DPR dalam pembahasan dan persetujuan panyusunan RAPBN (Pasal 23 (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945).
Program pemulihan ekonomi nasional yang akan diberikan alokasi anggaran RAPBN, tidak bisa berkedudukan dan berstatus Peraturan Pemerintah, karena merupakan satu kesatuan kebijakan anggaran APBN, yang harus berkedudukan dan berstatus UU, yang pembahasannya tidak hanya melibatkan Presiden. Namun, juga melibatkan DPR, dan DPD.
Pasal 12 ayat (2)
Tentang perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Berpotensi melanggar UUD NRI Tahun 1945, karena kedudukan dan status APBN adalah UU yang harus dibahas antara Presiden bersama DPR untuk mendapatkan persetujuan DPR setelah menerima pertimbangan DPD (Pasal 23 (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945).
Postur APBN tidak bisa ditetapkan dengan kedudukan dan status sebagai Peraturan Presiden.
Pasal 27 ayat (1)
Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Kalau anggaran belanja untuk penyelamatan perekonomian dari krisis memang bukan merupakan kerugian negara.
Namun, kebijakan pembiayaan adalah merupakan bagian dari APBN karena APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan (Pasal 11 (2) UU No. 17/2003).
Sedangkan definisi Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya (Pasal 1 (17) UU No. 17/2003).
Kedua pasal tersebut, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah pasal yang tidak dinyatakan tidak berlaku oleh Perppu No 1 tahun 2020, sehingga pasal-pasal yang masih berlaku dalam UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hanya:
- Pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya,
- Pasal 15 ayat (5),
- Pasal 22 ayat (3),
- Pasal 23 ayat (1),
- Pasal 27 ayat (3), dan
- Pasal 28 ayat (3).
Dengan demikian, maka setiap pengeluaran anggaran pembiayaan yang tidak bisa diterima kembali oleh negara adalah merupakan kerugian negara, yang harus dipertangung-jawabkan.
Pasal 27 ayat (2)
Bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27 ayat (3)
Bahwa Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU ini, bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara, merupakan dua pasal yang bertentangan dengan semangat bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termaktub dalam pasal yang menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 (3)*** UUD NRI Tahun 1945) serta adanya pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yg sama dalam pemerintahan, berhak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D) ** UUD NRI Tahun 1945).
Baca Juga: PKS dan Sindiran Partai Oposisi
Artinya, tidak ada warga negara Indonesia yang kebal hukum, apalagi pejabat atau pegawai yang terlibat dalam anggaran pembiayaan yang menyebabkan kerugian negara, karena anggaran tersebut merupakan penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali oleh negara, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan, maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Kemungkinan, berlakunya Perppu sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) a.1. Perppu No 1 tahun 2020, sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2022, itu juga berarti bahwa APBN Tahun Anggaran 2023 yang harus diketok palu atau disetujui pada tanggal 20 Oktober 2022, masih berada dalam lingkup masa berlakunya Perppu No 1 tahun 2020.
Dengan demikian, semua anggota DPR dan DPD yang telah mendapatkan mandat rakyat dalam Pemilu 2019, untuk bertugas sampai 2024, tidak dapat menjalankan hak, kewajiban, dan kewenangannya berkaitan dengan Undang-undang APBN selama tahun 2020 sampai 2023.
Padahal hak, kewajiban, dan kewenangan DPR dan DPD dalam pembentukan UU dan pembentukan APBN, telah dijamin oleh pasal-pasal dalam UU NRI Tahun 1945.”