Erwyn Kurniawan
Presiden Reli
Umat itu bagai pendorong mobil mogok. Dibutuhkan saat pemilu, kemudian ditinggal kabur. Kita semua sepakat dengan ini.
Fenomena ini, menurut saya karena salah kita sendiri. Kita kerap mendengar pernyataan ini setiap jelang pemilu. Biasanya terucap dari tokoh politik dan juga ulama. Kurang lebih begini bunyinya.
“Kita berikan suara umat kepada partai-partai Islam dalam pemilu. “
“Pastikan suara umat hanya untuk partai Islam. “
“Ada banyak partai Islam. Kita dukung dan berikan suara umat kepada mereka.”
Ini adalah jargon-jargon yang tak tepat. Juga tidak lagi relevan.
Situasi politik dan kondisi umat hari ini berbeda jauh dengan suasana jelang pemilu-pemilu sebelumnya. Bahkan termasuk pesta demokrasi 1955. Saat ini, jelang pemilu 2019, atmosfer ideologisnya begitu begitu tebal.
Kesadaran politik umat kian meninggi. Mereka terkonsolidasi dengan sangat baik yang tercermin dari Aksi 212 dan bentuk perlawanan lainnya di media sosial. Semua ini bermula dari kasus penistaan agama oleh Ahok pada September 2016 silam.
Political awareness umat ini semakin meletup dengan sikap antagonistik pemerintah kepada umat. Ditandai dengan beragam ketidakadilan penegakan hukum dan kampanye yang menghadapkan umat vis a vis Pancasila. Islam distigmatisasi anti Pancasila, anti NKRI, Radikal, dan sebagainya.
Juga produk kebijakan dan rancangan undang-undang yang menyudutkan umat. Perpu Pembubaran Ormas Islam hingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Berbagai fakta inilah yang membuat umat butuh hadirnya partai Islam yang kuat dan besar. Partai Islam yang bisa dipercaya membawa aspirasi umat dan memperjuangkan nya. Karena umat dan ulama tak bisa terus bergerak di jalanan dan aksi di Lapangan Monas. Harus bersinergi dengan partai Islam di parlemen.
Dan partai Islam seperti itu tak banyak. Bahkan bisa dibilang hanya ada satu. Yakni PKS. Jejak rekam sejak kasus penistaan agama, Aksi 212, Pilkada DKI dan Jabar hingga pilpres 2019 jadi bukti tak terbantahkan konsistensi partai dakwah ini bersama umat. Belum lagi perjuangannya menolak RUU Pornografi, Perpu Ormas dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“PKS itu jelas tidak pernah abu-abu terhadap GNPF dari sejak dilakukannya aksi jalanan, dari saat awal kita menekan Bareskrim, hingga aksi 411 dan 212. PKS jelas ikut kontribusi, terlibat, dan tidak abu-abu,” ujar Ketua GNPF Ulama Ustadz Yusuf Martak.
Pada titik inilah pernyataan-pernyataan lama agar umat menyalurkan suaranya kepada partai-partai Islam yang ada tak lagi relevan. Fokus pada satu partai. Besarkan dan kuatkan. Sehingga umat tak lagi sekadar pendorong mobil mogok.