Ngelmu.co – Malaysia yang kini berada di bawah pengawasan China, membuat Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad melemparkan peringatan keras bagi negara manapun yang memiliki utang dengan China. Menurutnya, berutang dengan China sama saja dengan menyerahkan diri masuk ke dalam jebakan.
Sebab, jika sebuah negara yang melakukan pinjaman tidak bisa melunasi utang tersebut, maka negaranya lah yang akan menjadi jaminan, sehingga harus rela berada di bawah kontrol China.
Seperti halnya pemerintahan Najib Razak yang berutang kepada Negeri Tirai Bambu itu. Najib mengorupsi uang negara, dan tidak melunasi utang kepada China. Alhasil, Mahathir yang harus pergi jauh-jauh ke Jepang untuk kembali berutang.
Mereka menggali lubang di Jepang, untuk menutup lubang kepada China, utangan dari Jepang itu untuk melunasi utang Malaysia ke China.
Melansir The Straits Times, Mahathir menyampaikan peringatan ini karena ia mengetahui Filipina sedang mendapatkan bantuan dana dari Investor asal China.
Maka ia merasa perlu mengingatkan agar Filipina berhati-hati. Sebab, Mahathir menilai adanya potensi jebakan yang dapat menimpa negara tersebut, jika tidak bisa melunasi pinjaman seperti yang sudah terjadi dengan Malaysia.
“Jika meminjam uang dalam jumlah besar dari China, kemudian tak sanggup melunasi, (maka) pihak peminjam (akan ada) di bawah kontrol pemberi pinjaman,” tegas Mahathir saat melakukan kunjungan ke Filipina, Jumat (8/3).
Lebih lanjut, ia menyarankan agar Filipina mengatur serta membatasi pengaruh China di negara tersebut. Sebab, dirinya pun langsung membatalkan beberapa perjanjian antar Malaysia-China, setelah menilai tidak ada keuntungan yang didapat oleh Malaysia.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Aisyah Bebas: Diklaim Jasa Jokowi, Dibantah Mahathir
[/su_box]
Di sisi lain, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberi pintu bagi Investor China agar menanamkan modal mereka sebesar US$108 miliar. Di mana uang itu nantinya akan digunakan Filipina untuk membangun jalan raya, kereta api, bandara, dermaga, hingga jembatan baru dalam jangka waktu 10 tahun ke depan.
Hal ini juga membuat para pengamat ekonomi angkat bicara, mereka memperingatkan, poros ke China yang bisa mengarah pada perangkap utang. Seperti yang terjadi dengan Sri Lanka. Mereka terpaksa menyerahkan kontrol dua pelabuhan utama miliknya, setelah tak mampu melunasi utang ke China.
Malaysia pun terlihat masih belum bisa lepas dari utang piutang dengan China. Sebab, negara tersebut ada di dalam kesepakatan membangun Littoral Mission Ship (LMS) di Chinese shipyard Wuchang Shipbuilding Industry Group untuk AL Malaysia. Dan selama puluhan tahun biaya pembuatan kapal itu masih belum bisa dilunasi oleh Malaysia.