Ngelmu.co – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, mengaku prihatin atas keputusan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), yang menghibahkan pesawat N-250 karya Presiden ke-3 RI, BJ Habibie; kepada TNI-AU.
Pesawat N-250 Dimuseumkan
Pasalnya, pesawat tersebut nantinya hanya akan dimuseumkan di Pusat Dirgantara Mandala (Pusdirla), Yogyakarta.
Padahal, lanjut Mulyanto, pada 10 Agustus lalu, insan iptek bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), baru memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang ke-25.
“Hari di mana N-250, Si Gatot Kaca, yang 100 persen Made in Indonesia, diterbangkan pertama kali,” tuturnya.
“Tentu sangat memprihatinkan buat saya. Cukup memilukan hati,” sambung Mulyanto, seperti dikutip Ngelmu, dari Siaran Pers DPR RI, Senin (24/8).
Keputusan memuseumkan pesawat N-250, dinilai Mulyanto, sebagai ironi dalam pencapaian iptek dan inovasi nasional.
Sebab, cerita pesawat N-250 yang digadang-gadang sebagai produk unggulan inovasi Indonesia, nyatanya berakhir sebagai koleksi semata.
“Pe-museuman itu dapat dipandang sebagai ujung gelap dunia iptek dan inovasi,” ujar Mulyanto.
“Seperti isyarat kepada masyarakat ilmiah, bahwa iptek dan inovasi itu bukanlah sesuatu yang penting,” sambungnya prihatin.
Produk yang dihasilkan, kelak hanya akan mengisi museum; sekadar indah dipandang mata.
“Bukan produk yang secara ekonomi, hankam, dan sosial kemasyarakatan, bermanfaat secara luas,” lanjutnya lagi.
Tak Masuk PSN
Penilaiannya bukan tanpa alasan, melainkan karena program pengembangan produksi pesawat sejenis itu, tidak masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Pesawat R-80 dan pesawat N-245, dicoret dari program PSN,” beber Mulyanto.
“Kemudian bandingkan antara anggaran riset vaksin Corona, dengan biaya jasa para buzzer dan influencer, tidak ada apa-apanya,” imbuhnya tegas.
“Apalagi kalau dibandingkan dengan APBN 2021, yang disiapkan untuk membeli vaksin impor, sebesar Rp25 triliun. Sangat jomplang,” sambungnya lagi.
“Kita masih senang menjadi bangsa pembeli, ketimbang menjadi bangsa pembuat,” lanjut Mulyanto, mengkritik.
Desakan untuk Pemerintah
Ia pun menyayangkan, sikap pemerintah yang tidak fokus dalam pengembangan iptek serta inovasi nasional; baik dari segi aspek kelembagaan pun pendanaan.
“Pemerintah lebih senang pada program-program populis, meskipun tidak strategis,” kata Mulyanto.
“Soal ESEMKA misalnya, sampai sekarang belum pernah terlihat wujudnya. Padahal awalnya, produk ini digadang-gadang akan menjadi mobil nasional,” imbuhnya.
Mulyanto, pun mendesak pemerintah untuk membangun ekosistem pengembangan iptek dan inovasi nasional; lebih serius.
“Bikin pesawat itu susah, tapi nyatanya kita mampu dan bisa. Sudah banyak tenaga-tenaga ahli yang kita miliki,” ujarnya.
“Jadi soalnya bukan pada kemampuan SDM secara teknologis. N-250 Gatot Kaca, kita buat sendiri dan bisa terbang,” sambung Mulyanto.
Persoalan utama, menurutnya, terletak pada ekosistem inovasi yang belum terintegrasi dan utuh.
“Dari hulu ke hilir, dari ide, invensi, inovasi, sampai produk unggul yang diserap pasar secara bekelanjutan,” kata Mulyanto.
“Ekosistem pembangunan inovasi ini sangat penting, agar iptek yang dikembangkan di dalamnya tumbuh subur,” lanjutnya.
“Berbuah bagi kemanfaatan ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan hankam,” pungkas Mulyanto.
Sebagai informasi, acara serah terima pesawat N-25 kepada pihak TNI-AU, akan dilakukan secara resmi pada Selasa (25/8) besok.