Ngelmu.co – Suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024, banyak dipertanyakan.
Sebab, jumlahnya mendadak meledak alias melonjak secara signifikan di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berdasarkan data teranyar real count KPU per pukul 04.00 WIB, Senin (4/3/2024), PSI merengkuh 3,13 persen atau 2.404.199 suara.
Perolehan suara itu didapat dari 65,84 persen atau 542.018 TPS dari 823.236 TPS.
Pada Jumat (1/3/2024) lalu, saat suara yang tercatat Sirekap 65,34 persen, perolehan suara PSI masih di angka 2.291.882.
Itulah sebabnya, sejumlah pihak menganggap kenaikan suara PSI ini janggal.
Pasalnya, hasil quick count beberapa lembaga survei juga menyatakan PSI, tidak akan lolos ambang batas parlemen [parliamentary threshold] 4 persen, karena perolehan suaranya mentok di bawah 3 persen.
Litbang Kompas, misalnya, dengan data masuk 99,35 persen, PSI hanya memperoleh suara sebesar 2,81 persen.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, menilai, ledakan suara PSI ini patut dicurigai.
Meskipun kenaikannya belum sampai 4 persen.
“Jika melihat pola loncatnya, tidak lazim, karena data masuk ke data real count KPU sudah mencapai 65,8 persen,” kata Karyono.
Ia juga mengingatkan, sejauh ini, hasil quick count selalu presisi, karena selisih antara hasil penghitungan KPU dengan quick count, sangat tipis.
Selisihnya hanya 0,1 sampai 1 persen.
PSI Tidak Lolos Parlemen
Menurut Karyono, jika merujuk data quick count dari sejumlah lembaga survei, PSI diprediksi tidak lolos parlemen.
Sebab, perolehan suaranya berada di kisaran antara 2,6 hingga 2,8 persen, dengan margin error 1 persen, dan sampel 3.000 TPS.
“Perolehan suara PSI versi quick count, paling tinggi 2,8. Katakanlah naik 1 persen, itu baru 3,8 persen. Jadi, tidak sampai 4 persen,” kata Karyono.
Terlebih, ia menyebut jika data sudah masuk 65 persen ke atas, maka pola volatilitasnya tidak akan drastis seperti suara PSI.
Oleh karena itu, menurut Karyono, wajar bila banyak pihak yang mempertanyakan lonjakan suara PSI.
Ia berpendapat, jika PSI lolos ambang batas parlemen 4 persen, maka bisa menimbulkan gonjang-ganjing, karena menyangkut soal kredibilitas lembaga.
“Jika nanti benar terjadi suara PSI, mencapai ambang batas 4 persen, maka bisa menimbulkan kekacauan, dan rakyat tidak percaya kepada lembaga survei juga KPU,” kata Karyono.
Baca juga:
Lantas, bagaimana penelusuran perolehan suara PSI berdasarkan hasil Sirekap, kemudian dicocokkan dengan formulir Model C1 yang terunggah pada situs resmi pemilu2024.kpu.go.id?
Hasilnya, perolehan suara sah yang didapatkan PSI di Sirekap, tidak cocok dengan perolehan suara di TPS.
Contoh di TPS 004 Bulakan, Cibeber, Kota Cilegon, Banten.
Dari data Sirekap, PSI tertulis punya 69 suara di TPS 004 dengan suara tidak sah 1.
Namun, pada C1 yang terunggah, PSI hanya memiliki 1 suara, sedangkan suara tidak sahnya lah yang 69.
Lalu di TPS 020 Tanah Grogot, Kecamatan Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur.
Dalam sistem Sirekap, suara PSI mencapai 50 suara, kemudian suara tidak sah 3.
Bagaimana di C1? Hasilnya, suara PSI 0, sedangkan suara tidak sahnya lah yang justru berjumlah 53.
Sistem Penghitungan KPU Bermasalah
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, mengatakan, sejak awal, sistem penghitungan KPU, mengalami masalah.
Seharusnya, publik tidak miliki kewajiban untuk percaya.
“Sehingga hasil yang diterima PSI juga potensial karena faktor kesalahan, atau bahkan pelanggaran, semisal, penambahan secara tidak normal,” kata Dedi, Ahad (3/3/2024).
Ia juga menilai, potensi penggelembungan suara PSI, memungkinkan terjadi.
Mengingat ada perbedaaan dengan hasil quick count yang dilaksanakan oleh banyak lembaga survei.
Lembaga survei yang sejak Pemilu 2004, terbukti selalu akurat dalam penghitungan.
“Kini tidak akurat, dan hanya pada PSI, tentu ini menggelikan,” kata Dedi.
Ia menjelaskan, penggelembungan juga bisa dilakukan dengan menggunakan kertas suara yang tidak terpakai.
Menurut Dedi, penggelembungan suara terjadi antar-parpol, bukan antar-caleg.
“Semua serba mungkin, jika kekuasaan sudah bertindak. Publik hari ini alami krisis gerakan.”
“Pengawasan terhadap jalannya pemilu hampir tidak ada, kita sedang alami fase demokrasi rasa otoritarian,” kata Dedi.
“Terlebih, santer terdengar sebelum pemilu, PSI termasuk yang diwacanakan untuk lolos bersama pasangan capres Prabowo-Gibran Rakabuming.”
“Artinya, wacana itu akan terwujud jika PSI, lolos tanpa deteksi lembaga survei,” jelas Dedi.
Tidak Netral, Tidak Profesional
Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi juga mengaku heran, suara PSI bisa naik signifikan dalam tiga hari terakhir.
Sebab, rekapitulasi dalam Sirekap KPU, sudah masuk sampai 78 persen.
“Karena jumlahnya banyak, dan pilihan masyarakat beragam kepada partai politik,” kata Asrinaldi.
Menurutnya, lembaga penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, harus diaudit secara menyeluruh.
Dua lembaga tersebut dinilai tidak dapat dipercaya sejak awal.
“Dari awal penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu, memang sudah dianggap tidak netral dan tidak profesional oleh banyak pihak, tertama publik,” kata Asrinaldi.
“Perlu ada penyelidikan khusus terkait dengan kerja penyelenggara ini, karena ini bisa berdampak pada integritas pemilu yang dihasilkan,” sambungnya.
Kata KPU
Bagaimana kata Komisioner KPU Idham Holik? Ia mengatakan, hasil pemilu ditentukan lewat rekapitulasi manual berjenjang, bukan Sirekap.
Menurutnya, saat ini penghitungan suara secara manual dan berjenjang itu masih di tingkat kabupaten/kota.
Idham juga mengeklaim, proses rekapitulasi diawasi ketat oleh semua pihak, termasuk media massa.
“Proses rekapitulasi secara berjenjang, dilakukan secara terbuka, tidak hanya disaksikan oleh saksi dan diawasi oleh Bawaslu, tetapi dipantau oleh pemantau terdaftar, dan disaksikan oleh masyarakat, serta diliput oleh jurnalis media,” akuan Idham, Ahad (3/3/2024).
Kata PSI
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, mengajak semua pihak menunggu hasil akhir dari perhitungan manual KPU.
Lebih lanjut, ia mengkritik pihak-pihak yang mencoba menggiring opini soal lonjakan suara PSI.
“Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung, dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi, di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat,” klaim Grace–secara tertulis–Sabtu (2/3/2024).