Tuntutan hukuman yang Edhy terima, juga dinilai terlalu ringan. Bahkan, menandakan ada yang tidak benar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Direktur PUSaKO FH Universitas Andalas, Feri Amsari, melihat adanya tren penurunan pemberantasan korupsi di balik tuntutan ringan tersebut.
“Pada dasarnya, ini kita lihat sebagai tren, dari semangat pemberantasan korupsi yang turun luar biasa di era Presiden Jokowi,” tuturnya.
“Yang kemudian menurut saya, memengaruhi juga pilihan-pilihan kejaksaan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi,” sambung Feri, Rabu (30/6) lalu, mengutip Detik.
“Kalaulah semangat pemberantasan korupsinya tinggi, tentu jaksa akan diperintahkan presiden untuk menuntut para terdakwa kasus korupsi seberat-beratnya hukuman,” tegasnya.
Feri hanya berharap pada pundak majelis hakim untuk menghukum Edhy, seberat-beratnya. Meski ia sendiri, pesimistis.
“Kalau lihat tren Pinangki [Pinangki Sirna Malasari] kemarin, ya, kita juga akan ragu,” ujarnya.
“Jangan-jangan, nanti hakim malah memberikan sanksi yang juga ringan,” lanjut Feri.
“Jadi, ini terkait tren upaya pemberantasan korupsi yang anjlok di bawah kepemimpinan Jokowi, melalui pihak kejaksaan,” kritiknya.
Hina Rasa Keadilan
Di mata Indonesia Corruption Watch (ICW), tuntutan JPU KPK terhadap Edhy, sama saja menghina rasa keadilan.