“ICW menilai, tuntutan KPK terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, benar-benar telah menghina rasa keadilan.”
Demikian tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (30/6), mengutip Kompas.
“Betapa tidak? Tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta, pada akhir 2017 lalu.”
Padahal, sambung Kurnia, konstruksi pasal yang digunakan adalah Pasal 12 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi.
Artinya, KPK, sebenarnya dapat menuntut Edhy, hingga seumur hidup penjara.
Dari sinilah, ICW, mendesak majelis hakim untuk mengabaikan tuntutan penjara serta denda yang diajukan oleh JPU.
ICW, juga meminta majelis hakim menjatuhkan vonis maksimal–seumur hidup penjara–kepada Edhy.
“Hal itu pun wajar, selain karena posisi Edhy sebagai pejabat publik, ia juga melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19,” jelas Kurnia.
Lebih lanjut, tuntutan ini juga membuat publik menyadari bahwa KPK di bawah komando Firli Bahuri, memang terkesan enggan bertindak keras kepada politisi.
Sebab, sebelum Edhy, KPK juga pernah menuntut ringan koruptor, yakni Romahurmuzy. Hanya 4 tahun penjara, di awal 2020.
“Ke depan, ICW meyakini, praktik ini akan terus berulang,” kritik Kurnia.
“Dan besar kemungkinan, akan kembali terlihat dalam perkara bansos yang melibatkan Juliari P Batubara,” bebernya.