Ngelmu.co – Belakangan, cawe-cawe melekat pada sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penyebabnya?
Jokowi bermanuver untuk memastikan keberlanjutan kepemimpinannya, menjelang Pilpres 2024.
Presiden ke-7 RI ini juga dinilai terlibat di balik skenario koalisi partai politik (parpol).
Jokowi juga disebut menggiring opini masyarakat soal pemimpin ideal yang layak maju sebagai calon presiden (capres). Sebutlah, endorse.
Peran Jokowi itu bahkan diakui oleh sejumlah pimpinan parpol. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), misalnya.
Cak Imin mengakui jika Jokowi, punya andil hingga koalisi partainya dengan Partai Gerindra, terbentuk.
Saat 2024 makin dekat, manuver Jokowi pun menuai kritik dari sejumlah pihak.
Ia dinilai tidak netral, dan sikapnya juga dipandang berbahaya bagi demokrasi.
Awalnya, Jokowi sempat membantah dirinya ikut campur soal pilpres. Namun, teranyar, ia justru mengaku bakal ‘cawe-cawe’ demi negara.
‘Saya Bukan Cawe-cawe’
Jokowi merespons anggapan dirinya terlalu jauh mencampuri urusan pilpres.
Sebab, pada Selasa (2/5/2023), ia mengumpulkan parpol koalisi di Istana Kepresidenan.
Saat itu, Jokowi menepis anggapan cawe-cawe dalam penentuan koalisi dan capres.
Menurutnya, ia hanya berdiskusi dengan partai politik. “Cawe-cawe? Hehehe. Bukan cawe-cawe. Itu diskusi, kok, cawe-cawe.”
“Diskusi. Saya ini ‘kan, ya, pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe,” akuan Jokowi di Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5).
Ia juga menegaskan, urusan penetapan serta mengusung capres dan cawapres merupakan kewenangan parpol ataupun koalisi; sesuai ketentuan UU Pemilu.
“Kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka, boleh-boleh saja,” tutur Jokowi.
“Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada,” sambung politikus PDIP itu.
“Tolonglah mengerti, kalau saya ini politisi sekaligus pejabat publik,” imbuhnya lagi.
‘Demi Bangsa Negara, Saya Akan Cawe-Cawe’
Selang beberapa pekan, Jokowi malah blak-blakan menyatakan jika dirinya akan cawe-cawe soal capres.
Jokowi bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan pada Senin (29/5/2023).
Usai pertemuan, Wapemred Kompas Yogi Nugraha, mengatakan jika Jokowi, banyak membahas soal cawe-cawe.
Namun, menurut Yogi ini berkaitan dengan kepentingan negara. “Ada lebih dari tujuh kali, Pak Presiden mengatakan cawe-cawe.”
“Kemudian dikaitkanlah dengan soal capres. Tadi mengatakan begini, ‘Pemimpin di tahun 2024, 2029, dan 2034, itu sangat krusial, untuk mewujudkan 13 tahun’,” ujar Yogi menyampaikan pernyataan Jokowi.
Saat ditanya siapa capres yang ia dukung, Jokowi tidak menjawab nama, tetapi ia menyebut harus cawe-cawe demi kepentingan negara.
“Ya, saya untuk hal ini [konteksnya untuk 13 tahun momentum], saya harus cawe-cawe, karena untuk kepentingan negara,” kata Yogi, kembali menirukan pernyataan Jokowi.
“Ia menggarisbawahi, bahwa ini tidak ada kaitannya dengan abuse of power sebagai seorang presiden, ‘Saya tidak akan menggunakan aparat’,” jelasnya lagi.
Begitu juga dengan penjelasan Pemred TvOne Karni Ilyas. Ia mengatakan jika Jokowi, membahas cawe-cawe secara normatif untuk kepentingan negara.
“Ya, [Jokowi] bilang, cawe-cawe enggak melanggar undang-undang,” tutur Karni. “Jadi, cawe-cawe itu demi negara, bukan demi pribadi.”
Penjelasan Istana
Apa sih maksud cawe-cawe yang keluar dari mulut Presiden Jokowi? Berikut penjelasan istana:
- Presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil.
- Presiden berkepentingan terselenggaranya pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat.
- Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis, seperti pembangunan IKN, hilirisasi, transisi energi bersih, dan lain-lain.
- Presiden mengharapkan seluruh peserta pemilu dapat berkompetisi secara free dan fair, karenanya, presiden akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN.
- Presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu, sehingga akan memperkuat kemampuan pemerintah untuk mencegah berita bohong atau hoaks, dampak negatif AI, hingga black campaign melalui media sosial atau online.
Terkait pilihan rakyat?
- Presiden akan menghormati dan menerima pilihan rakyat.
- Presiden akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya.
Baca juga:
- Menves Bahlil: Bagi Capres yang Mau Menang, Baik-baiklah dengan Presiden Jokowi
- Pemilu 2024, Jokowi: Demi Bangsa Negara, Saya Akan Cawe-Cawe
Nasihat JK
Sebelumnya, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK), memantau manuver Jokowi yang cawe-cawe soal Pilpres 2024.
JK pun meminta agar Jokowi, tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam politik.
“Menurut saya, presiden seharusnya seperti Ibu Mega, SBY, itu akan berakhir, maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan.”
“Supaya lebih demokratis lah,” jelas JK kepada wartawan di kediamannya, Jakarta, Sabtu (6/5/2023) malam.
Ia juga menyinggung soal pertemuan para ketum parpol koalisi pemerintah di istana yang tidak dihadiri Partai NasDem.
JK menilai, jika pertemuan itu membahas pembangunan, seharusnya, Partai NasDem terlibat.
“Ini ‘kan bukan yang pertama tidak diundang, tapi sebagai… kalau pertemuan membicarakan, karena ini di istana, membicarakan tentang urusan pembangunan, wajar saja,” kata JK.
“Tapi kalau bicara pembangunan saja, mestinya, NasDem diundang. Berarti, ada pembicaraan politik,” pungkasnya.
Penilaian Denny Indrayana
Guru besar hukum tata negara, Denny Indrayana, ikut menilai pertemuan Jokowi dengan para ketum parpol koalisi pemerintah di Istana pada Selasa (2/5/2023).
Menurutnya, itu adalah salah satu bukti cawe-cawe menjelang pilpres, padahal Jokowi, kata Denny, seharusnya netral.
Lebih lanjut, ia menilai, adanya sembilan manuver lain. Mulai dari upaya penundaan pemilu, penggunaan KPK sebagai alat menjatuhkan lawan, mengatur ketum parpol, hingga menjegal Anies Baswedan maju pilpres dengan membiarkan manuver Moeldoko merebut Partai Demokrat.
“Tapi kalau dukungannya beri pengaruh, kewenangan, bahkan coba jegal calon, enggak boleh.”
Demikian kata Denny dalam diskusi KedaiKopi bertajuk ‘OTW 2024: Adu Ampuh Rencana Istana vs Rencana Rakyat’ di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
“Prinsip dasar presiden sebagai kepala negara, harus netral. Bagaimana rakyat bisa memilih, kalau sejak awal ada yang diupayakan enggak bisa maju?” sambungnya.