Ngelmu.co – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa maju dalam pemilihan presiden, mengundang pro dan kontra publik.
Melalui berbagai media sosial–khususnya X (Twitter)–tidak sedikit netizen yang kemudian memberikan berbagai julukan untuk MK.
Seperti menyebut MK sebagai Mahkamah Keluarga.
“MK, mahkamah keluarga. Putusannya pasti menguntungkan keluarga presiden dan oligarki. Jadi enggak heran, enggak usah ngeles, harusnya putusan MK ini berlaku 5 tahun ke depan, bukan saat ini,” kritik akun @Muh**********d5.
“Masyarakat kena prank, putusan MK membatalkan batas usia 35 tahun, tetapi diperbolehkan jika pernah menduduki jabatan, walaupun usianya di bawah 40 tahun, dengan begitu anak bocil bisa jadi cawapres. Makanya MK, sekarang dinilai bukan lagi Mahkamah Konstitusi, tapi Mahkamah Keluarga,” ujar @ru********rul.
“MK (Mahkamah Keluarga, Mahkamah Konco, Mahkamah Keblinger) dalam memutuskan suatu masalah menggunakan rumus panjang (P) x lebar (L) = luas (alasannya),” kata @Na****R.
“Dari putusan MK hari ini, bukti bahwa anak muda memang diberi kesempatan untuk berkompetisi. Bukan cuma dijadiin barang dagangan politik si orang-orang tua. Putusan ini mungkin aku istilahkan ius constituendum, yang dicita-citakan untuk ke depannya,” tutur @mf*******24.
Pada Senin (16/10/2023), MK mengabulkan gugatan uji materi terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres cawapres yang diajukan mahasiswa Unsa, Almas Tsaqibbirru Re A.
Berikut amar putusan yang dibacakan oleh MK:
[Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’.]
Adapun yang menjadi alasan MK, mengabulkan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS adalah dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon berkualitas dan berpengalaman.
“Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota, sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu, meskipun berusia di bawah 40 tahun,” ujar Hakim MK.
Keputusan MK ini langsung menjadi pembahasan hangat warganet.
Meski ada yang mendukung, tetapi tidak sedikit juga yang kontra.
Baca juga:
- MK Tolak Gugatan Usia Minimal Capres Cawapres 35 Tahun!
- Dibahas Ketua MK Anwar Usman, Ini Fakta-Fakta Muhammad Al Fatih
Sebagian besar menuding jika keputusan MK ini diambil dari ‘mahkamah keluarga’, demi melancarkan langkah Gibran Rakabuming Raka.
Mengapa demikian?
Sebab, jika merujuk UU, saat ini usia anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Solo yang baru 36 tahun itu belum memenuhi syarat.
Sebelumnya, menjelang hari pembacaan putusan, sejumlah pihak telah menyampaikan kritik kepada MK.
Kritikan datang dari Menko Polhukam sekaligus mantan Ketua MK Mahfud Md, para pakar hukum tata negara, hingga partai politik.
Mahfud menilai, MK tidak berwenang untuk mengubah aturan terkait batas usia capres cawapres.
UU Pemilu, menurutnya, hanya boleh diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.
Mahfud menyatakan, aturan tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
Maka MK yang berstatus negative legislator, tidak bisa menambahkan aturan baru itu ke undang-undang.
Respons Jokowi
Presiden Jokowi, buka suara soal ramainya kabar putusan MK tersebut dikaitkan dengan peluang putra sulungnya jadi cawapres.
Hal itu diungkapkan Jokowi dalam keterangan persnya di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (16/10/2023).
Jokowi menjawab tanya, apakah Gibran akan menjadi cawapres?
“Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silakan tanyakan saja kepada partai politik,” kata Jokowi.
Ia menegaskan, dirinya tidak mencampuri urusan penentuan capres cawapres oleh partai politik.
Jokowi menekankan, hal itu murni urusan parpol.
“Itu wilayah parpol, dan saya tegaskan, bahwa saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres,” ujarnya.
Peluang Gibran Terbuka
Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, menilai, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, memenuhi syarat yang diputuskan MK.
“Putusan terakhir yang diajukan mahasiswa UNS Surakarta ini sebuah kejutan. Setelah MK menolak dengan tegas tiga permohonan sebelumnya, putusan terakhir mengabulkan sebagian,” kata Yusril, Senin (16/10/2023).
Putusan terakhir itu menyatakan bahwa batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden 40 tahun adalah bertentangan dengan UUD 1945, kecuali dimaknai pernah/sedang menjabat kepala daerah.
Menurut Yusril, hal itu bermakna, meskipun seseorang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat kepala daerah, maka ia memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai bakal capres atau bakal cawapres.
“Dengan diktum putusan seperti itu, maka peluang Gibran untuk mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden menjadi terbuka.”
“Usianya belum sampai 40 tahun, tetapi sedang menjabat kepala daerah, maka memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden,” jelas Yusril.
Ia menilai, putusan MK tersebut berlaku final dan mengikat, serta berlaku sejak diucapkan.
Berarti, berlaku untuk pendaftaran bakal capres dan cawapres yang segera akan dibuka pada 19 Oktober hingga 26 Oktober mendatang.
“Apakah kesempatan yang telah terbuka untuk Gibran ini akan dimanfaatkan oleh yang bersangkutan atau tidak? Saya tidak tahu.”
“Mari kita tunggu perkembangan selanjutnya pasca-putusan MK yang terakhir ini, pada beberapa hari yang akan datang,” tutup Yusril.