Berita terkini soal radikalisme di Indonesia datang dari Kantor Reuters. Dikabarkan, pemerintah berencana memperketat seleksi pejabat di PNS dengan tujuan untuk memastikan tetap terjaganya Islam moderat.
Kabar ini dimuat oleh Reuters berdasarkan sejumlah dokumen dan keterangan dari pejabat yang terkait perencanaan kebijakan tersebut, Jumat (21/6).
Menurut Pejabat Senior di pemerintah yang ikut ambil bagian dalam merancang kebijakan baru ini, Presiden Jokowi ingin memastikan Indonesia tetap sebagai negara yang menganut Islam moderat jika kelak dirinya tak lagi jadi presiden.
Pejabat yang tidak ingin diketahui identitasnya itu juga mengatakan Jokowi meyakini Islam radikal adalah ancaman bagi aparatur negara dan masa depan demokrasi.
“Dia ingin sebelum pemilu 2024, kelompok garis keras dan elemen radikal dibersihkan demi demokrasi yang lebih sehat,” ungkapnya.
Kantor kepresidenan sejauh ini belum menjawab saat diminta keterangan terkait hal ini.
Reuters menulis, akhir-akhir ini sejumlah politisi menuntut peran Islam lebih besar di Indonesia, sebagian kelompok bahkan menyerukan bentuk Negara Islam.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi Presiden Joko Widodo dalam pemilu April lalu. Sebagian kalangan menuding Jokowi anti-Islam dan mendukung lawan politik Jokowi, Prabowo Subianto.
Jokowi dinyatakan menang Pilpres oleh KPU meski saat ini masih berlangsung sidang gugatan kubu Prabowo di Mahkamah Konstitusi. Namun kemenangan Jokowi memperjelas di daerah mana saja pendukung Islam moderat yang menyokong Jokowi dan kaum konservatif yang mendukung Prabowo.
Menurut dokumen yang diperoleh Reuters, pemerintah ingin memperketat pemeriksaan latar belakang dan psikologi calon pejabat politik, terutama mereka yang akan dipromosikan naik jabatan.
Pejabat tadi menuturkan, rencana ini akan diterapkan mulai akhir tahun ini di 10 kementerian dan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN).
Kementerian yang akan menjadi target prioritas aturan ini adalah Kementerian Keuangan, Pertahanan, Kesehatan, Pendidikan, Agama, dan Pekerjaan Umum. Prioritas di BUMN antara lain di Pertamina, Garuda Indonesia, BRI, Antam, Timah, dan dua media pemerintah.
Salah satu faktor yang mendorong hal ini adalah survei pada 2017 yang dilakukan oleh lembaga independen Alvara Research Center. Disimpulkan, bahwa satu dari lima pegawai negeri dan 10 persen dari pegawai BUMN tidak setuju dengan negara sekuler Pancasila dan lebih memilih Negara teokratis Islam.
“Apa yang kita lihat ini tidak datang tiba-tiba, tapi ini adalah hasil dari upaya yang dilakukan bertahun-tahun lalu lewat gerakan-gerakan kecil yang pad asaat itu dianggap bukan ancaman bagi negara. Selama lebih dari 10 tahun, ideologi ini diterima dan bahkan dipakai di sejumlah elemen negara,” kata salah satu dokumen pemerintah.