Ngelmu.co – Berdasarkan laporan Statistik Utang Internasional–International Debt Statistics (IDS) 2021–Bank Dunia, Indonesia, menempati posisi ketujuh, negara pendapatan kecil-menengah, dengan utang luar negeri terbesar di dunia.
Posisi utang luar negeri yang dicatat Bank Dunia, dalam IDS 2021, terhitung sampai tahun 2019.
Dalam catatan Bank Dunia, posisi utang luar negeri Indonesia, pada tahun 2019, mencapai US$ 402,08 miliar, atau sekitar Rp5.940 triliun (kurs Rp14.775).
Angka ini naik tipis (5,9 persen), dari posisi utang luar negeri di tahun 2018, yakni US$ 379,58 miliar, atau sekitar Rp5.608 triliun dengan kurs yang sama.
Tetapi jika posisi utang luar negeri Indonesia, tahun 2019, dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya, yakni pada 2009, hasilnya?
Ada peningkatan hingga 124 persen. Pasalnya, pada 2009, posisi utang luar negeri Indonesia, sebesar US$ 179,40 miliar, atau sekitar Rp2.605 triliun (dengan kurs saat ini).
Bank Dunia, mencatat rasio utang terhadap gross national income (GNI)–pendapatan nasional bruto–sebesar 37 persen.
Dari tahun ke tahun, memang berada di sekitaran level tersebut:
- 34 persen, di 2009;
- 37 persen, di 2015;
- 35 persen, di 2016;
- 36 persen, di 2017; dan
- 37 persen, di 2018.
Sementara, rasio utang luar negeri Indonesia, tahun 2019, terhadap ekspor adalah 194 persen.
Dari total tersebut, utang luar negeri Indonesia, tahun 2019, lebih didominasi oleh utang jangka panjang.
Angkanya mencapai US$ 354,54 miliar, atau sekitar Rp5.238 triliun.
Sedangkan utang luar negeri jangka pendek, hanya sebesar US$ 44,79 miliar, atau sekitar Rp661 triliun.
Jika melihat dari kategori krediturnya, utang luar negeri 2019, terbesar berasal dari sektor swasta, yakni US$ 181,25 miliar, atau sekitar Rp2.678 triliun.
Sementara dari penerbitan surat utang, sebesar US$ 173,22 miliar, atau sekitar Rp2.559 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani, “Semua Negara Islam di Dunia Berutang”
Berikut daftar 10 negara pendapatan rendah-menengah dengan utang terbesar, berdasarkan laporan Bank Dunia:
- China, US$ 2,1 triliun;
- Brasil, US$ 569,39 miliar;
- India, US$ 560,03 miliar;
- Rusia, US$ 490,72 milar;
- Meksiko, US$ 469,72 miliar;
- Turki, US$ 440,78 miliar;
- Indonesia, US$ 402,08 miliar;
- Argentina, US$ 279,30 miliar;
- Afrika Selatan, US$ 188,10 miliar; dan
- Thailand, US$ 180,23 miliar.
Tanggapan Kemenkeu
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari, pun menanggapi laporan Bank Dunia.
Ia, memberi sinyal, bahwa laporan tersebut tidak tepat, karena Bank Dunia, menggunakan basis data ULN Indonesia, sebagai pembanding jumlah utang luar negeri negara lain di kategori penghasilan rendah-menengah.
Padahal, data ULN Indonesia, kata Rahayu, sejatinya bukan hanya menyertakan utang yang berasal dari pemerintah, tapi juga Bank Indonesia (BI), BUMN, dan swasta.
Data ULN yang digunakan, merujuk pada Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI), dari BI.
“Perlu diketahui, bahwa data publikasi IDS Bank Dunia, didasarkan pada data SULNI tersebut,” jelas Rahayu, Rabu (14/10).
“Pemerintah berulang kali menjelaskan, bahwa data ULN dalam SULNI, dimaksud tidak hanya terdiri dari ULN pemerintah,” sambungnya.
Sementara berdasarkan data ULN Indonesia, per akhir 2019, jumlah utang pemerintah pusat sebesar US$199,88 miliar, atau 49 persen, dari total ULN Indonesia.
Menurut Rahayu, porsinya, masih lebih rendah dari negara-negara lain yang masuk dalam daftar tersebut.
“Jika dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan, dalam beberapa artikel pemberitaan media kemarin, sebagian besar utang pemerintahnya di atas 50 persen,” tuturnya.
“Sementara posisi Indonesia, jauh di bawahnya,” imbuh Rahayu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, utang Indonesia, umumnya merupakan jangka panjang, sekitar 88,8 persen, dari total ULN.
Rahayu mengklaim, hal ini karena pemerintah mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (pruden), dan terukur (akuntabel).
Ia, pun memberi sinyal kewajaran tingginya ULN Indonesia, karena masuk dalam jajaran negara G-20; negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
“Utang Indonesia, di antara negara-negara tersebut, terhitung besar, karena ekonomi Indonesia, masuk dalam kelompok negara G-20, pada urutan ke-16,” beber Rahayu.
“Dengan ekonomi yang besar, utang pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah, yakni 29,8 persen, di Desember 2019,” pungkasnya.