Ngelmu.co – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, mewaspadai ketimpangan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Menolak RUU HIP Jika Tanpa TAP MPRS XXI/1966
Salah satu yang paling disorot adalah tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, ke dalam RUU tersebut.
Kewaspadaan ini kembali disampaikan oleh Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman.
“Saat RUU HIP digulirkan, PKS antusias betul, karena tentu, PKS pun ingin menguatkan posisi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tuturnya, Kamis (11/6).
“Namun, setelah dipelajari, ternyata undang-undang ini, tidak memasukkanTAP MPRS Nomor XXV/1996, yaitu pelarangan komunisme, marxisme, leninisme, dan pembubaran PKI,” sambung Sohibul.
“PKS jadi bertanya, kalau tujuan HIP ini, untuk menguatkan Pancasila, kenapa TAP MPRS, yang jelas menguatkan posisi Pancasila, kok tidak dimasukkan dalam rancangan undang-undang?” kritiknya.
Baca Juga: PKS Tolak RUU HIP Jika Tanpa TAP MPRS Tentang Pembubaran PKI
Sebelumnya, Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, juga menegaskan jika pihaknya menolak RUU HIP, untuk di-sahkan.
Hal itu ia sampaikan, jika TAP MPRS Nomor XXV/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tidak dimasukkan.
“Jadi ketika bicara Haluan Ideologi Pancasila, harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di republik ini,” kata Jazuli.
“Jangan abaikan bahaya laten komunisme,” imbuhnya, Rabu (13/5) lalu.
Selain menegaskan bahaya bangkitnya PKI serta ideologi komunisme, RUU HIP, lanjut Jazuli, juga harus mampu menegaskan posisi Pancasila.
“Oleh karena itu, Fraksi PKS, meminta secara tegas agar TAP MPRS XXV/1966, dimasukkan sebagai konsiderans RUU HIP,” tegasnya.
Baca Juga: Mantan Kepala BIN Sebut RUU HIP Dinodai Dendam Eks PKI
Begitupun dengan apa yang disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas.
Ia menilai, draf RUU HIP, yang dibuat oleh Badan Legislasi DPR, perlu banyak dialog, pendalaman, serta masukan, dari berbagai kalangan.
Yagut pun meminta, agar pembahasan RUU ini, tidak terburu-buru.
Pasalnya, DPR harus berpikir matang, meski rencana pembahasan RUU HIP, sudah masuk program legislasi prioritas, dan disetujui sebagai usulan inisiatif DPR, 12 Mei 2020 lalu.
Berdasarkan penelusurun GP Ansor, menurut Yaqut, terdapat beberapa catatan penting untuk DPR, sebelum membahas RUU HIP.
“RUU ini belum mencantumkan secara jelas, ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/1996 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme,” ujarnya, Selasa (10/6).
“Konsideran RUU HIP, (juga) tidak menyertakan Perppu Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang menjadi landasan hukum pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan atau ideologi transnasional,” sambung Yaqut.
“Ini juga harus diperbaiki. Jangan sampai lahirnya undang-undang nanti, menjadi amunisi baru bagi kelompok-kelompok radikal dan intoleran, untuk bangkit lagi,” tegasnya.
Menegaskan Inti Pancasila
Secara umum, lanjut Yaqut, batang tubuh RUU HIP, justru berupaya menimbulkan sekularisme. Padahal, inti dari Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa.
“Atas dasar itulah, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, bisa ditegakkan, bukan sebaliknya,” tegas Yagut.
Ia juga menyoroti, dicantumkannya agama, rohani, dan budaya, dalam satu baris.
“Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama (Pancasila), Ketuhanan yang Maha Esa,” beber Yaqut.
Maka melihat, masih banyaknya hal-hal yang menyisakan perdebatan, GP Ansor mendesak, agar pembahasan RUU HIP diawali dengan diskusi serius, yang melibatkan berbagai elemen bangsa.
“Diskusi ini penting, dalam rangka mendapatkan banyak masukan dari berbagai kalangan,” kata Yaqut.
“Apalagi, RUU ini berhubungan dengan Haluan Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa yang diberlakukan semua rakyat, bukan hanya mengakomodasi kepentingan golongan tertentu,” jelasnya.
Yaqut juga menyampaikan, catatan GP Ansor, soal berbagai hal yang membuat masyarakat menilai RUU HIP, sebagai upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya, balas dendam sejarah.
“Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya. Cukup. Lebih baik DPR ikut fokus dalam penanganan dan penanggulangan pandemi Corona dulu,” pungkasnya.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), KH As’ad Said Ali, sebelumnya juga menilai maksud baik disusunnya RUU HIP, telah dinodai oleh dendam PKI.
“Cukup bagi saya, untuk mengambil kesimpulan, maksud baik membuat Haluan Ideologi Pancasila, telah dinodai dendam eks PKI,” tulisnya di akun Facebook pribadi, Rabu (10/6).
Maka itu, As’ad Said meminta, agar DPR membatalkan RUU HIP, serta fokus kepada penanganan pandemi COVID-19.
“Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya. Cukup. Lebih baik DPR fokus menangani ancaman Corona,” pungkasnya tegas.