Ngelmu.co – Syekh Siti Jenar adalah salah satu tokoh penyebaran Islam di Jawa. Sosoknya kontroversial. Mengapa?
Sebab, dianggap sesat, disingkirkan oleh para Wali Songo (wali sanga), hingga akhirnya dieksekusi mati.
Sebenarnya, siapa Syekh Siti Jenar? Bagaimana kehidupannya sebelum menjadi kontroversi?
Asal-usul
Jika bicara soal Syekh Siti Jenar, asal-usulnya memiliki banyak versi.
Dalam beberapa literatur, menyebut bahwa ia lahir di Persia pada 1426 M/1346 H.
Syekh Siti Jenar, memiliki nama kecil Abdul Hasan bin Abdul Ibrahim bin Ismail.
Namun, dalam kitab Negara Kretabhumi, Syekh Siti Jenar lahir di Semenanjung Malaka, dan sang ayah bernama Syekh Datuk Saleh.
Lalu, ada juga yang menyebut bahwa Syekh Siti Jenar merupakan anak dari Sunan Ampel.
Literasi lain mengungkapkan, Syekh Siti Jenar merupakan keturunan Cirebon dengan nama Ali Hasan atau Syekh Abdul Jalil.
Ia dilahirkan di lingkungan Pakuwuan Caruban yang saat ini menjadi Cirebon.
Ayahnya adalah seorang raja–pendeta–bernama Resi Bungsu.
Selain itu, Syekh Siti Jenar juga dikenal dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, dan Syekh Lemah Abang.
Jika nama kecilnya adalah Abdul Hasan bin Abdul Ibrahim bin Ismail, nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ‘Ali Al Husaini.
Setelah dewasa, memiliki gelar Syekh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil, sementara nama Syekh Siti Jenar, didapat setelah ia dieksekusi mati.
Masa pendidikan
Syekh Siti Jenar, belajar lama di Baghdad, Irak, dan menguasai berbagai ilmu agama Islam.
Ia berhasil menguasai ilmu-ilmu agama tersebut berkat seorang guru Yahudi yang sedang menyamar sebagai muslim.
Konon, guru Syekh Siti Jenar itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi yang kemudian menjadi mertuanya.
Saat belajar di Baghdad, Syekh Siti Jenar, lebih tertarik pada ilmu Tasawuf. Begitu mendalami hingga menguasai ilmu tersebut.
Oleh karena pendalaman ilmu Tasawuf itu, ia sampai berguru pada Syekh Ahmad Baghdadi yang menganut aliran tarekat Akmaliyah.
Ia juga menganut aliran tarekat Akmaliyah itu melalui gurunya tersebut.
Selain itu, Syekh Siti Jenar juga menganut tarekat Syathariyah.
Ia mempelajari tarekat Syathariyah dari sepupunya yang juga merupakan guru rohaninya.
Menyebarkan Islam di Jawa
Setelah menuntut ilmu di Baghdad, Syekh Siti Jenar pergi ke Malaka, dan mengajarkan ilmunya di sana.
Di Malaka, ia mendapatkan gelar Syekh Datuk Abdul Jalil dan Syekh Jabarantas.
Tidak lama di Malaka, ia pun pindah ke Jawa, dan menuju ke Giri Amparan Jati.
Ia tinggal bersama sepupunya, Syekh Datuk Kahfi. Di sana, Syekh Siti Jenar, menyebarkan agama Islam dan memiliki banyak murid serta pengikut.
Muridnya datang dari berbagai golongan, baik dari masyarakat umum hingga bangsawan.
Setelah memiliki banyak murid, Syekh Siti Jenar, mendirikan sebuah pondok pesantren untuk belajar di Dukuh Lemah Abang, Cirebon.
Sejak itulah, Syekh Siti Jenar dikenal dengan sebutan Syekh Lemah Abang.
Baca juga:
Meski ajarannya dianggap tidak sejalan dengan wali sanga, masyarakat Jepara, menjulukinya sebagai Lemah Abang (Tanah Merah).
Syekh Siti Jenar, mempunyai dua putra dari pernikahannya dengan wanita Gujarat, yakni Abdul Qadir (Syaikh Datuk Bardut) dan Abdul Qahar (Syaikh Datuk Fardun).
Syeikh Siti Jenar juga pernah berguru kepada sejumlah wali, termasuk Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati.
Dari sinilah, ia mulai mengenal konsep Manunggaling Kawula Gusti, dan bermukim di Jepara.
Beberapa versi menyebutkan, salah satunya datang dari masyarakat Cirebon.
Mereka menganggap bahwa makam Syeikh Siti Jenar, terletak di kompleks pemakaman Kemlaten, Harjamukti, Cirebon.
Namun, ada pendapat lain yang menyebut bahwa makam Syekh Siti Jenar, berada di bukit Amparan Jati yang tidak jauh dari makam Syekh Datuk Kahfi di Astana, Gunungjati, Cirebon.
Beda lagi dengan pendapat masyarakat Jepara yang beranggapan bahwa makam Syekh Siti Jenar, terletak di Lemah Abang, Kembang, Jepara.
Bagaimana dengan masyarakat Tuban? Mereka menyebut makam Syekh Siti Jenar, berada di Gedongombo, Semading.
Lain lagi dengan versi cerita tutur penganut Tarekat Akmaliyah–tarekat yang dibangsakan kepada Syekh Siti Jenar–mereka menyebut makam telah dinyatakan hilang.
Hal itu dikarenakan wasiat. Syekh Siti Jenar, pernah berpesan kepada para pengikutnya, agar kelak makamnya tidak diberi tanda.
Tujuannya, supaya tidak dijadikan lokasi ziarah.
Namun, masyarakat tetap menjadikan makam-makam yang mereka percaya itu makam Syekh Siti Jenar, sebagai lokasi ziarah.