Ngelmu.co – Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menegaskan jika anggapan rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), represif dalam menyikapi aksi unjuk rasa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), tidak benar.
“Yang dilakukan bukan suatu bentuk represif,” tuturnya, dalam konferensi pers secara daring, peresmian Kantor PDIP–sejumlah daerah–Rabu (28/10) kemarin.
“Represif itu gambarannya sangat jelas, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru,” sambung Hasto, mengutip Kompas.
“Saat ini, Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin, itu adalah pemimpin yang terus membangun dialog, mendengarkan aspirasi dari masyarakat,” jelasnya.
Penertiban oleh kepolisian dalam menyikapi demonstrasi penolakan UU Ciptaker, menurut Hasto, juga berlangsung wajar.
Seperti penangkapan peserta aksi yang melakukan vandalisme, serta merusak fasilitas publik.
“Hak untuk menyuarakan pendapat diatur dalam konstitusi, tetapi demontrasi tidak boleh merusak,” kata Hasto.
“Ketika demo sudah merusak fasilitas publik, ya, di situlah aparat penegak hukum harus bertindak,” imbuhnya.
“Menegakkan hukum di atas segalanya, untuk memastikan keamanan dan ketertiban,” lanjut Hasto.
Baca Juga: Survei Indikator Sebut 69,6 Persen Responden Setuju Publik Makin Takut Berpendapat
Sebelumnya, Indikator Politik Indonesia (IPI), menyurvei pandangan masyarakat soal kebebasan bersuara.
Pihaknya mengungkap hasil survei, jika mayoritas responden setuju, aparat semakin semena-mena terhadap masyarakat yang berbeda pandangan politik dengan penguasa.
Sebagaimana Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi, sampaikan.
Dari survei yang berlangsung sejak 24-30 September, itu, sebanyak 19,8 persen responden, menyatakan setuju bahwa aparat semakin semena-mena.
Sementara 37,9 persen responden lainnya, menyatakan agak setuju.
“Jadi, kalau saya gabung, (jawaban) yang setuju dan agak setuju, itu mayoritas,” jelas Burhanuddin, dalam pemaparan hasil survei secara virtual, Ahad (25/10).
Pasalnya, jumlah responden yang menjawab kurang setuju hanya 31,8 persen, dan yang tidak setuju sama sekali, cuma 4 persen.
Adapun responden yang tak menjawab atau mengaku tidak tahu adalah 5,8 persen.
Dengan temuan itu pula, Burhanuddin, mengingatkan agar Presiden Jokowi, berhati-hati.
Sebab, lonceng menurunnya kebebasan sipil, telah berbunyi.
“Beliau sebagai presiden yang lahir di era reformasi, semestinya menjaga warisan paling mahal reformasi, yaitu kebebasan atau demokrasi,” pungkas Burhanuddin.