Selamat Rekonsiliasi, Pak Prabowo

Ngelmu.co – Alhamdulillahi ‘ala kulli hal. Saya ucapkan itu setelah melihat Jokowi bertemu Prabowo di stasiun MRT Lebak Bulus, hari Sabtu, 13 Juli 2019.

Mungkin ini langkah awal sebuah proses yang disebut rekonsiliasi. Apalagi Prabowo bilang agar tak ada lagi sebutan cebong-kampret. Himbauan yang mulia menurut saya. Tak pantas sesama manusia saling memaki dengan panggilan hewan.

Semoga tak ada lagi kata-kataan cebong kampret. Tersisa tuduhan radikal, intoleran, garis keras, ingin mendirikan khilafah, dan lain-lain.

Tudingan yang tak lagi tertuju pada individu atau kelompok, tapi sudah disematkan ke provinsi-provinsi tertentu, yang di situ Jokowi kalah dalam Pilpres kemarin.

Pihak yang ingin menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, jamaah pengajian yang tak sejalan dengan kemauan petinggi ormas tertentu, kelompok Islamis yang berjuang dalam jalur politik, ke depannya akan kenyang dengan cap radikal intoleran.

Sudah tak zaman panggilan cebong-kampret. Rekonsiliasi menghapus itu. Ada yang ingin mengganti, dengan sebutan “indah” yang mempersatukan: Kaum toleran, moderat, atau apa-lah.

Yang tak menyuarakan nahi munkar, permisif terhadap penyamaran aqidah, mendukung sekulerisme, dan mempersilakan agenda-agenda barat diterapkan di negeri ini.

Saya ucapkan, selamat rekonsiliasi.

Mungkinkah berbuah kursi? Bisa saja, dan sah-sah saja bila Gerindra—partai besutan Prabowo—mendapat jatah menteri. Saya maklum. Sejak berdiri, partai itu belum pernah berkoalisi di pemerintahan.

Sedangkan tujuan berdirinya sebuah partai politik adalah agar bisa berkuasa.

Saya tidak pernah memilih Gerindra, sehingga tidak akan menuntut macam-macam terhadap partai itu. Terserah mereka saja.

Rekonsiliasi memang sangat mudah dijalankan para politisi yang dituntut bersikap “fleksibel”. Tapi rakyat korban UU ITE, tidak akan pernah mendapat jatah bagi-bagi kekuasaan. Juga dengan M Reyhan Fajari, dan para korban kerusuhan beberapa waktu lalu.

Memang dalam pemerintahan presidensial tak dikenal oposisi. Karena itu, tata negara bisa menjadi pembenar untuk rekonsiliasi berbuah kursi.

Biarlah rakyat yang tak setuju utang negara bertambah, bersuara sembunyi-sembunyi, kucing-kucingan dengan UU ITE. Biarlah rakyat yang tercekik mahalnya harga pesawat dan tarif listrik, bergumam kesal dalam hati.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]

Di MRT, Jokowi dan Prabowo Akhirnya Bertemu

Akhirnya Prabowo-Mega Bertemu

[/su_box]

Bagi para politisi yang ingin rekonsiliasi, saya ucapkan selamat menjalankan agenda kalian.

Saya tak ada hubungannya dengan permusuhan 01-02. Pertarungan yang saya terlibat di dalamnya adalah pertarungan antara haq dan batil.

Pendukung 01 sebagiannya adalah saudara saya se-iman, meski berbeda pandangan. Dan pendukung 02 sebagiannya adalah musuh saya, meski se-barisan, bila mereka menjadi pembela kebatilan.

Tak ada rekonsiliasi antara haq dan batil. Apalagi bagi-bagi kursi. Pertarungan antara dua belah pihak akan terus terjadi dari satu medan ke medan lain.

Dan setelah arena cebong-kampret ter-rekonsiliasi, babak berikutnya adalah fitnah radikal intoleran.

Umat Islam harus siap memasuki babak itu. Cara lain pemecah belah. Karena kuku musuh telah terlalu dalam menancap.

Selamat rekonsiliasi Pak Prabowo, saya lanjutkan perjalanan saya.

Oleh: Zico Alviandri