Sempat Digadang-gadang, Hukuman Mati Tak Sentuh Maling Dana Bansos

Hukuman Mati Juliari Maling Dana Bansos

Tuntut Uang Pengganti, Cabut Hak Dipilih

Jaksa KPK, menuntut Juliari untuk membayar uang pengganti. Jumlahnya, Rp14,5 miliar.

Jaksa juga menuntut pencabutan hak dipilih Juliari, selama 4 tahun, terhitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana.

“Menetapkan terdakwa, agar membayar uang pengganti kepada negara, sebesar Rp14.597.450.000.”

“Jika tak membayar setelah 1 bulan putusan inkrah, maka harta bendanya dilelang dan disita.”

“Jika tidak mencukupi, maka pidana penjara selama 2 tahun,” kata Ikhsan.

“Menjatuhkan pidana tambahan ke Terdakwa, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.”

“Selama 4 tahun, setelah Terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” jelas Ikhsan.

Juliari Tak Mengaku Terima Suap

Jaksa menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, karena Juliari, berbelit-belit saat memberikan keterangan sidang.

Jaksa juga menyadari, kesalahan besar Juliari adalah menerima suap di tengah darurat Covid-19 di Indonesia.

“Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa selaku Mensos, tidak mendukung program pemerintah.”

“Dalam mewujudkan pemerintahan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.”

“Terdakwa berbelit-belit, terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Perbuatan, dilakukan saat darurat Covid-19,” tutur Ikhsan.

Namun, mengapa hanya 11 tahun penjara? Ke mana larinya ancaman hukuman mati?

Hal yang meringankan jaksa hanya satu, adalah karena Juliari, belum pernah dihukum.

Juliari Tetap Bakal Bela Diri

Usai sidang di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Juliari, mengaku tetap akan membela diri dari tuntutan 11 tahun penjara.

“Ya, nanti kami akan melakukan pembelaan,” ujarnya singkat, Rabu (28/7).

Sementara sang pengacara, Maqdir Ismail, menilai tuntutan untuk kliennya terlalu berat.

Ia juga mengeklaim, ada saksi yang disebut dalam tuntutan memberikan uang.

Padahal, menurut Maqdir, saksi tersebut tidak pernah hadir di persidangan.

“Iya, terlalu berat. Apalagi itu, ‘kan tidak berdasarkan fakta persidangan,” akuannya.

“Misalnya menyangkut uang. Uang itu di dalam fakta sidang, pengakuan saksi, hanya sekitar 6 koma sekian miliar.”

“Tetapi ‘kan mereka anggap terbukti 32 [Rp32 miliar]. Itu saja sudah tidak sesuai fakta sidang,” kata Maqdir.

Kedua, lanjutnya, ada saksi yang tidak pernah mereka hadirkan di persidangan.

“Tiba-tiba, dikatakan seolah-olah memberikan uang. Misalnya dari PT Pangan Digdaya, itu enggak pernah dipanggil dalam sidang,” jelas Maqdir.

Maka ia dan kliennya, akan mengajukan pembelaan pada 9 Agustus mendatang.

Dengan pleidoi yang fokus pada tuntutan jaksa terkait penerimaan uang.

“Terutama akan kita persoalkan, soal isi daripada tuntutan, kalau berhubungan fakta, yang berhubungan dengan uang.”

“Apalagi, misal, tiga orang yang dianggap penerima awal atau perpanjangan tangan Pak Ari.”

“Mereka di depan persidangan, mengatakan, enggak pernah ada uang.”

“Itu artinya ‘kan ada empat orang yang mengatakan tidak ada uang.”

“Ada 2 orang yang mengatakan ada uang. Ini kalau bicara logic saja ‘kan enggak mungkin,” ujar Maqdir.

Di akhir, ia juga yakin kliennya tidak bersalah, karena Juliari, di matanya, telah memberi keterangan yang benar dan konsisten dalam persidangan.