Ngelmu.co – Tiga bulan sudah Pemilu berlalu. KPU pun sudah menetapkan perolehan suara Pileg dan pasangan pemenang Pilpres.
Rentang tiga bulan tersebut, sangat menarik mencermati dinamika yang terjadi pada partai politik. Saya akan tuliskan, berdasar data dan fakta. Berusaha se-objektif mungkin.
Tujuannya agar kita bisa menilai sendiri karakter asli partai, tanpa harus saya intervensi. Sebab, pola tingkah laku usai Pemilu, sepertinya bisa jadi salah satu alat ukurnya.
Berbeda saat jelang Pemilu. Sulit menyaksikan wajah asli mereka. Apa pun yang dilakukan, bermotif jangka pendek: meraih suara di Hari H Pemilu. Segala macam kampanye propaganda dilontarkan. Jargon-jargon indah terucapkan. Pendek kata: pencitraan.
Ibarat orang pacaran (tanpa bermaksud melegalkan-red). Ramah. Lemah lembut. Penuh kasih sayang dan kemesraan. Tujuannya agar memikat Pujaan Hati hingga ke pelaminan.
Yuk kita simak …
PDIP
Sayup-sayup terdengar adanya keinginan melakukan regenerasi kepemimpinan. Tapi dengan cepat hilang dengan munculnya kabar akan dijadikannya Puan Maharani sebagai Ketua DPR.
Sebagai partai pemenang Pemilu, PDIP juga percaya diri soal jatah kursi menteri. Saat PKB minta 9, Nasdem mau 10, PDIP menyatakan partai mereka bisa mendapat lebih, karena jumlah suaranya dua kali lipat.
GOLKAR
Tradisi konflik usai Pemilu, sepertinya tak terhindarkan di tubuh partai berlambang Pohon Beringin ini. Ada desakan mengganti Airlangga Hartarto. Nama Bambang Soesatyo mencuat.
Muncul pula keinginan untuk mempercepat munas sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Tujuannya apa? Kita sudah sama-sama mafhum.
GERINDRA
Kesan bingung bin gamang tak terhindarkan. Opsi menjadi oposisi atau merapat ke Istana belum juga diputuskan.
Tarik menarik masih terjadi. Kubu-kubu-an terbaca jelas. Menjadi oposisi dan bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Amin bagai buah simalakama.
Di tingkat provinsi, petinggi-petinggi Gerindra DKI Jakarta pun terus bermanuver soal Wagub. Mereka menyatakan dua nama yang diusung PKS bisa jadi tidak diterima dan ada peluang calon lain.
PKB
Cak Imin bergerak lincah. Menemui Jusuf Kalla. Apa agendanya? Tak ada yang tahu pasti. Tapi desas-desusnya soal kursi menteri untuk PKB. Benarkah? Wallahu a’lam.
PKB sendiri secara terbuka sudah menyatakan minta 10 pos di kabinet. Bahkan, ada juga lontaran jatah NU dan PKB harus dipisahkan karena keduanya sama-sama berjuang memenangkan 01.
NASDEM
Tadi malam, kabar mengejutkan datang. Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun terkena OTT KPK. Untuk diketahui, Nurdin juga Ketua DPW Nasdem Kepri.
Soal jatah kursi, Nasdem sudah menyampaikan ke publik, minta 11 kursi karena suara mereka naik.
PKS
Sejauh ini jadi satu-satunya partai di kubu 02 yang menyatakan jadi oposisi. Clear. Disampaikan oleh pimpinannya, dari Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman hingga Mardani Ali Sera.
Alasannya: ingin mengawal pemerintahan dan menyehatkan demokrasi. Juga menjaga suara ulama, umat, dan masyarakat.
Partai ini juga cepat merespons isu-isu hangat. Dari soal PPDB sistem Zonasi, hingga usulan penghapusan pendidikam agama di sekolah.
Kader-kadernya juga bergerak cepat membantu masyarakat yang terkena musibah paska Pemilu. Seperti di Bengkulu.
DEMOKRAT
Wara-wirinya Agus Harimurthi Yudhoyono ke Istana dan tokoh-tokoh politik di kubu 01, jadi isu panas. Publik mengecam karena dianggap berkhianat.
Konflik juga mencuat. Tokoh-tokoh yang mengaku sebagai pendiri partai meminta pertanggungajawaban SBY karena raihan suara Demokrat anjlok. Desakan mengganti Sang Ketum pun mengemuka.
PAN
Mirip-mirip kondisinya dengan Gerindra. Masih belum menentukan ke mana akan berlabuh. Tapi embusan angin yang mengajak merapat ke Istana sangat kuat.
Amien Rais sudah mewanti-wanti. PAN jangan rabun ayam, kata Amien.
PPP
Partai peninggalan Orde Baru ini sudah menyetor 10 nama ke Jokowi. Mereka merasa berhak mendapatkan jatah kursi sebanyak itu.
PPP masih belum bisa lepas dari kasus Romahurmuzy, Sang Ketua Umum yang kena OTT KPK. Sidangnya yang berlangsung paska pemilu jadi isu yang cukup menyedot perhatian.
Apalagi nama-nama kondang ikut terseret seperti Menag Lukman Hakim Saefuddin, dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang diperiksa sebagai saksi.
Tiga bulan pasca Pemilu memang cukup singkat untuk menilai wajah asli sebuah partai. Tapi setidaknya, bisa jadi referensi pendahuluan, agar kita bisa memilih partai yang tidak sekadar mencari kekuasaan.
Wallahu a’lam.
Erwyn Kurniawan
Presiden Relawan Literasi (Reli)