Sudah banyak perubahan NU yang dilihat Sidogiri media . Namun sayangnya banyak yang protes atas perubahan tersebut. Hal itu karena makin jauhnya NU dan ide awal ajaran KH. Hasyim Asyari, serta menyimpang dari Ahlusunah wal-Jamaah. Banyak tokoh NU yang sependapat, akhirnya Pesantren Sidogiri tidak bisa menahan lagi. Sebagai perwakilan NU, Sidogiri media menuliskan pendapat seperti dibawah ini:
Hingga tibalah saatnya ketika banyak hal terjadi, mengubah banyak hal di dalam NU, sekaligus mengubah pandangan kita dan semua orang terhadap NU. Misalnya, hadirnya sejumlah tokoh yang memiliki paham liberal di dalam NU, di mana mereka rajin memasarkan ide-ide yang berseberangan dengan landasan-landasan NU, bertentangan dengan ajaran KH. Hasyim Asyari, serta menyimpang dari Ahlusunah wal-Jamaah.
Kehadiran tokoh-tokoh liberal di dalam tubuh NU ini merupakan hal yang aksiomatis, pemikiran-pemikiran mereka yang bermasalah juga sudah berulangkali dibahas, sehingga realita yang sama-sama kita saksikan sudah cukup sebagai bukti akan hal itu. Sudah ada berapa banyak diskusi digelar, dan buku-buku ditulis, baik oleh orang-orang NU sendiri maupun oleh para akademisi di luar NU, yang membahas para pemikir liberal yang sebagian dari mereka adalah para pemuka NU.
Problem lain yang juga sedang ngetrend adalah munculnya statemen-statemen kontroversial yang tak perlu dari orang-orang penting di dalam NU, yang senantiasa memunculkan kegaduhan-kegaduhan. Tentu, hal demikian mestinya tidak perlu meluncur dari tokoh-tokoh NU. Satu contoh, ketika sebagian ormas Islam menolak konser Lady Gaga yang jelas merupakan kemungkaran, perwakilan NU malah memunculkan pernyataan kontroversial, bahwa “Seribu Lady Gaga tidak bisa menggoyahkan iman warga Nahdliyyin”. Seketika, pernyataan kontroversial ini membikin suasana jadi semakin gaduh.
Fenomena lain yang juga kasat mata adalah tindakan-tindakan kontroversial sebagian oknum di dalam NU yang justru berseberangan dengan haluan NU yang sesungguhnya, semisal ada tokoh mengatasnamakan NU kemudian rajin beraktifitas di gereja, baik itu atas nama menjaga gereja, pengajian di gereja, berdakwah di gereja, shalawatan atau menyanyi di gereja, dan semacamnya.
Oknum lain dalam NU malah membela aliran-aliran sesat seperti Syiah, Ahmadiyah, dan kebatinan. Bahkan orang yang dikenal sebagai tokoh muda NU mengatakan bahwa “NU dan Syiah bisa bersatu karena ada kesamaan tradisi”; seuatu yang jelas dikecam di dalam kitab KH. Hasyim Asyari.
Pernyataan dan tindakan yang menurut penulis masih sesuai dengan haluan NU adalah menolak pemikiran-pemikiran radikal, seperti Wahabisme atau Hizbut-Tahrir. Akan tetapi cukup disayangkan bahwa hal itu dilakukan dengan cara yang tak elok, yang lebih mirip olok-olok dibanding pernyataan ilmiah, seperti dengan kata-kata kontroversial ataupun unjuk kekuatan yang tak perlu, yang hanya menunjukkan bahwa NU kalah kreatif dan kehilangan daya pikat masyarakat. Dan, penolakan terhadap pemikiran-pemikiran radikal itu tidak dibarengi dengan penolakan terhadap pemikiran-pemikiran liberal yang sudah mengakar dalam NU. Di sinilah kita melihat ada sesuatu yang tidak wajar.