Ngelmu.co – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyuarakan sikapnya atas rencana pemerintah mengenakan PPN [pajak pertambahan nilai] untuk barang kebutuhan pokok atau sembako.
“Rencana pengenaan PPN untuk barang kebutuhan pokok tersebut, harus dibatalkan,” tutur Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani, Kamis (10/6).
“Pemerintah harus peka dengan kondisi masyarakat saat ini,” sambungnya, mengutip Gatra.
“Berhentilah menguji kesabaran rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak masuk akal,” tegas Netty.
Netty juga menilai, dengan wacana ini, pemerintah seakan kehabisan akal dalam mencari sumber pendapatan.
“Apakah pemerintah sudah tidak tahu lagi cara mencari sumber pendapatan negara, kecuali dengan menarik pajak dari rakyat?” ujarnya, bertanya.
“Sembako pun dipajaki, dan dinaikkan nilai pajaknya,” kritik Netty yang juga menilai rencana ini berpotensi ‘mencekik’ masyarakat.
“Kebijakan ini akan menaikkan harga sembako, dan tentunya semakin membebani masyarakat yang sedang terengah-engah karena dampak pandemi,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Netty, banyak masyarakat yang hidup susah karena penghasilannya menurun, atau bahkan kehilangan pekerjaan.
“Daya beli masyarakat juga merosot. Ini kebijakan yang tidak pro rakyat,” imbuhnya, mengutip CNN.
Bertentangan dengan Upaya Pemulihan Ekonomi
Pada kesempatan berbeda, Anggota Komisi XI DPR RI F-PKS Junaidi Auly, juga ikut bicara.
Baginya, rencana ini sangat kontra produktif dengan program pemerintah, dalam upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi.
“Rencana ini tentu sangat bertentangan dari semangat pemulihan ekonomi,” kata Junaidi.
“Kemarin PPnBM [Pajak Penjualan atas Barang Mewah], atas pembelian mobil baru, dikurangi, bahkan sampai 0 persen,” sebutnya.
“Sekarang kenapa bahan pokok mau dipajaki?” tanya Junaidi, Kamis (10/6), mengutip IDN Times.
Baca Juga: Sembako Bakal Kena Pajak 12 Persen, Berikut Daftarnya
Itu mengapa, ia meminta, agar pemerintah segera membatalkan pengenaan PPN bahan pokok.
Sebab, Junaidi menilai, dampak dari kebijakan ini bukan hanya membebani rakyat menengah ke bawah, tetapi juga berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.
“Yang tahun kemarin mengalami lonjakan 0,97 poin, menjadi 10,19 persen,” jelasnya.
Junaidi juga mengimbau, supaya pemerintah tak terus menambah beban masyarakat. Mengingat bahan pokok merupakan komoditas yang sangat penting bagi rakyat.
“Seharusnya, pemerintah aktif, hadir, pada kebutuhan publik, terkait akses dan keterjangkauan harga bahan pokok,” kritiknya.
“Bukan hadir pada penambahan pajak bahan pokok,” tutup Junaidi.
Rencana Tertuang dalam Rencana RUU KUP
Sebagai informasi, rencana pemerintah mengenakan PPN terhadap barang kebutuhan pokok, tertuang dalam RUU KUP.
Perluasan objek PPN, diatur dalam revisi UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam draf RUU tersebut, sembako dihapus dari kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN.
Barang pokok yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Adapun daftarnya:
- Beras;
- Gabah;
- Jagung;
- Sagu;
- Kedelai;
- Garam konsumsi [baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium];
- Gula konsumsi;
- Daging [daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus];
- Telur [telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas];
- Susu [susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas];
- Buah-buahan [buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas];
- Sayur-sayuran [sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah];
- Ubi-ubian; dan
- Bumbu-bumbuan.
Penarikan PPN juga akan menyasar hasil pertambangan dan pengeboran, seperti:
- Emas,
- Batu bara,
- Minyak dan gas bumi, serta
- Hasil mineral bumi lainnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga telah menyiapkan tiga opsi tarif PPN untuk sembako.
- Diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen;
- Dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni 5 persen [dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah]; dan
- Menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.
Pemerintah menggarisbawahi, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif, guna memudahkan pengusaha kecil dan menengah.
Adapun, batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun.
Menkeu Kesal
Publik pun ramai membicarakan kabar ini. Mayoritas menolak. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, pun kesal.
Pasalnya, banyak masyarakat yang menghubungkan insentif dari pemerintah [berupa diskon PPnBM mobil], dengan rencana pengenaan PPN pada sembako.
Sri Mulyani, menegaskan, dalam hal ini, PPnBM dan PPN tidak bisa dikaitkan.
Sebab, relaksasi PPnBM untuk kendaraan bermotor, diberikan demi mendorong industri otomotif.
Sementara pengenaan PPN sembako, belum pernah dibahas oleh pemerintah dan DPR RI.
“Tidak betul, dibentur-benturin, seolah-olah PPnBM untuk mobil diberikan, dan sembako dipajaki,” kata Sri Mulyani, mengutip Kumparan.
“Itu ‘kan teknik hoaks yang bagus banget memang. Jadi, kita perlu untuk menyeimbangkan,” imbuhnya, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6).
Maka Sri Mulyani meminta, agar para dewan dapat menjelaskan kepada masyarakat, terutama di daerah pemilihannya masing-masing.
Bahwa saat ini, fokus pemerintah adalah pemulihan ekonomi.
Saat ini, pemerintah juga melakukan berbagai belanja, guna membayar vaksin hingga pulsa internet pelajar.
“Fokus kita sekarang pemulihan ekonomi,” tegas Sri Mulyani.
“APBN kita berikan untuk membantu masyarakat survive, bayar Covid, bayar vaksin, bayar isolasi mandiri,” sambungnya.
“Bayar perawatan, bayar UMKM, bayar anak-anak sekolah, internet, segala macam kita berikan, dan segala pajak tentu kita relaksasi,” imbuhnya lagi.
Sri Mulyani juga menekankan, bahwa pemerintah tidak akan membuat kebijakan, tanpa koordinasi terlebih dulu dengan DPR. Apalagi soal pajak.
“Jadi, saya ingin sampaikan, enggak mungkin pemerintah lakukan policy kebijakan, tanpa diskusikan dengan DPR,” ujarnya.
“Enggak mungkin. Jangankan pajak yang PPN, cukai pun, kita harus diskusikan dengan bapak dan ibu sekalian,” akuan Sri Mulyani.
Respons Publik
Meskipun Menkeu Sri Mulyani, menyebut PPnBM dan rencana pengenaan pajak sembako ini tak dapat dibenturkan, publik tetap menyampaikan pandangannya sendiri.
“Mau tujuannya beda juga, tetep ujung-ujungnya, orang yang mau beli mobil lebih enteng, orang yang mau beli beras lebih kerasa berat,” kritik @ehanosa.
“Beli mobil yang bukan kebutuhan primer dan ratusan juta, bebas tax, sementara sembako yang tiap hari pasti kebeli sama yang kaya dan miskin, dikenai pajak. Sudah mati benar hati nuraninya,” sahut @dessy_nash.
“Nasib orang miskin di negeri wakanda. Sembako dipajakin, bansos dicolongin,” sindir @indraprasojo.
Begitu juga bagi pemilik akun @topikdayat, “Lah, memang berhubungan, terus bagaimana?”
Sementara akun @Bluelinedot, bertanya, “Anda kesal? Rakyat lebih banyak menyesal, Anda membuat kebijakan semaunya.”
Menkeu Tolak Beri Penjelasan
Terlepas dari respons publik, pada kesempatan yang sama, Menkeu Sri Mulyani, juga menolak menjelaskan ke publik soal rencana pengenaan PPN ini.
Menurutnya, sikap tersebut berkaitan dengan etika politik, karena saat ini pemerintah beserta DPR, belum membahas [rencana revisi kelima UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)].
“Kami, tentu dari sisi etika politik, belum bisa melakukan penjelasan ke publik, sebelum ini dibahas,” kata Sri Mulyani.
“Karena itu adalah dokumen publik yang belum kami sampaikan ke DPR melalui surat presiden,” sambungnya, mengutip Kumparan.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, saat nanti RUU KUP disampaikan di Rapat Paripurna [dan telah dibahas dengan Komisi XI], baru ia dapat menjelaskan secara menyeluruh.
Baginya, pemerintah tidak bisa menjelaskan hanya sekilas informasi soal reformasi perpajakan tersebut.
Ia juga kembali menegaskan, fokus pemerintah saat ini adalah pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi COVID-19.
Sehingga Sri Mulyani, memastikan, hingga saat ini, pemerintah secara maskimal menggunakan instrumen APBN untuk mendorong upaya pemulihan.
“Memang tujuan kita adalah seperti konstruksi pemulihan ekonomi dari sisi demand side, supply side,” jelasnya.
“Makanya kita petakan, berapa pengusaha UMKM, menengah, besar, sampai per sektor, subsektor, mana yang mungkin meningkat, mendapatkan keuntungan dari sisi Covid, mereka yang terpukul sangat dalam, mana yang bangkitnya lebih lambat, bagaimana mendukungnya,” bebernya lagi.
Pemerintah juga akan terus membangun fondasi perpajakan yang sehat ke depannya, janji Sri Mulyani.
Meskipun ia, hanya ingin membahas rencana tersebut, jika telah resmi disampaikan ke Komisi XI DPR RI.
“Kita bisa melihat keseluruhannya, dan di situ kita bisa bahas mengenai, apakah timing-nya harus sekarang,” kata Sri Mulyani.
“Apakah fondasi-[nya] harus seperti ini. Siapakah di dalam perpajakan ini yang harus dalam prinsip gotong royong,” imbuhnya.
“Siapa yang pantas dipajaki? Itu semua harus kita bawakan, dan kita presentasikan secara lengkap,” jelas Sri Mulyani.