Ngelmu.co – Sebagai Iluni [Ikatan Alumni UI], Ali Mochtar Ngabalin, merasa kadar pengetahuan mereka yang nyinyir soal Statuta UI [Universitas Indonesia] yang baru, harus diperiksa.
“Itu manusia yang nyinyir, harus diperiksa, ia punya kadar pengetahuan. Jangan juga karena ia benci, kemudian semua orang diajak.”
“Saya ‘kan Iluni. Kalau begini, cara kerja mereka memorakporandakan ruang publik. Itu artinya ia merusak suasana ruang publik.”
Begitu kata Ngabalin kepada rekan-rekan media, Rabu (21/7) kemarin, mengutip Detik.
Sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Ngabalin juga menegaskan, pemerintah tak punya kepentingan di balik Statuta UI yang baru.
Revisi tersebut, lanjutnya, justru merupakan harapan agar UI, berkembang lebih baik.
Ngabalin juga bertanya, apakah revisi aturan larangan rangkap jabatan di ruang lingkup UI menimbulkan conflict of interest, atau tidak.
“Artinya, aturan larangan rangkap jabatan yang direvisi di ruang lingkup UI, tidak menimbulkan conflict of interest.”
“Nah, PP Nomor 75 tentang Statuta, sebagai pedoman baru, dengan harapan UI berkembang lebih baik,” jelas Ngabalin.
Lebih lanjut, ia menuturkan, bahwa rangkap jabatan komisaris tidak termasuk dalam empat poin larangan untuk rektor.
“Coba lihat di Pasal 39 Peraturan Pemerintah itu.”
“Ia mengatur agar rektor dan wakil rektor dan kepala badan itu tidak merangkap jabatan dalam empat faktor.”
Faktor yang Ngabalin maksud, antara lain:
- Pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik milik pemerintah pun swasta;
- Pejabat struktural pemerintah pusat pun daerah;
- Direksi badan usaha negara atau daerah; dan
- Tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik pun organisasi sosial yang berafiliasi secara langsung dengan parpol.
“Dari keempat poin itu, artinya, bahwa posisi Rektor UI, diperbolehkan, dan tidak bertentangan secara peraturan perundang-undangan.”
“Kemudian PP 75 itu, dibuat dengan pertimbangan, bahwa jabatan komisaris boleh dirangkap oleh orang-orang yang memiliki keahlian tertentu.”
“Selama tidak mengganggu tugas utamanya,” kata Ngabalin.
‘Bapak Ini Perlu Diberikan Bonus’
Merespons pernyataan Ngabalin, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengatakan, “Mencari pembenaran jauh lebih sulit dari mengemukakan kebenaran.”
“Hanya orang tertentu yang bisa melakukan hal seperti ini. Saran saya, Bapak ini perlu diberikan bonus,” imbuhnya.