Ngelmu.co – Pernyataan Yusuf Mansur yang menyebut wilayah Xinjiang, China, sangat indah, mendapat tanggapan dari CEO dan Founder of AMI Group and AMI Foundation, Ustaz Azzam Mujahid Izzulhaq.
Ustaz Azzam Sodorkan Fakta ke YM
Pria yang sudah menginjakkan kakinya langsung ke daerah itu, menyodorkan sederet fakta, yang mau tak mau, suka tak suka, harus diakui jika Xinjiang, khususnya Uighur, jauh dari kata ‘indah’.
Sebelumnya, melalui akun Instagram pribadinya, @yusufmansurnew, Rabu (18/12) kemarin, Yusuf Mansur ikut bersuara soal Xinjiang, China.
Apa yang ia ceritakan, berbeda dengan banyak pemberitaan tentang etnis Uighur, yang dibicarakan dunia.
Sebab, sejak akhir tahun 2018, penindasan terhadap etnis Uighur, memang terus menyita perhatian dunia, tak terkecuali masyarakat Indonesia.
Ustaz Azzam yang merasa sudah berkunjung langsung ke sana, dan mengantongi sederet fakta, merasa perlu membeberkan pandangannya.
Ia pun meluruskan beberapa hal yang dibahas Yusuf Mansur soal Xinjiang di media sosial.
“Analoginya begini: ada kejadian di Wamena, tapi peninjau datang ke Raja Ampat. Lalu sang peninjau mengatakan aman, damai, kondusif, indah.
Iya sih Papua, tapi Wamena di pegunungan Papua, Raja Ampat di pesisir Papua Barat. Beda wilayah, beda provinsi. Paham? #WeStandWithUyghur,” tulisnya pada akun @AzzamIzzulhaq, di awal penjabaran.
“Analoginya juga begini: datang ke Bandung tak menemukan ‘peuyeum’. Malah banyak menemukan ubi Cilembu.
Lalu teriak peuyeum Bandung itu hoax. Tidak ada. Sia keur di Nagrég éta téh kéhéd!” sambungnya.
Berikut jawaban lengkap Ustaz Azzam atas pernyataan-pernyataan Yusuf Mansur:
Yusuf Mansur: Sahabat saya, DR. Abu Bakar, yang punya pesantren di Xinjiang, dengan 1.200 santri. Mukim loh. Saya pernah ditunjukkan berbagai video sekolah/madrasah/pesantren DR. Abu Bakar. Ya Xing Education, namanya. Ya Xing itu Yaasiin. یس للتربية والتعليم
Ustaz Azzam: Pesantren Ya Xing Education di Xinjiang memiliki 1.200 santri? Tunjukkan di kota mananya saja. Saya datangi. Di Xinjiang, Yaxing itu nama hotel, mall, supermarket. Pesantren? Duh. Yaxing adalah dialek Mandarin dari Yasin? Duh cocoklogi apalagi ini Bang Yusuf?
Saya mau mengajak sahabatnya Bang Yusuf, pimpinan Pesantren Yaxing di Xinjiang, yang katanya memiliki 1.200-an orang santri mukim, untuk ikut serta dalam membagikan 30.000 Mushaf Al-Qur’an yang saya sediakan, kepada masyarakat Muslim #Uyghur. Mohon info alamat dan kontaknya.
Yusuf Mansur: Muslim Xinjiang menyebar ke seluruh negeri China. Bahkan ada yang buka restoran Muslim di Pantai Indah Kapuk. Asli Chef-nya dari sana. Dari Xinjiang.
Ustaz Azzam: Begini Bang Yusuf, Chef di restoran Chinese Muslim di PIK itu, dari Lanzhou. BUKAN dari Xinjiang. Kapan waktu nanti saya kenalkan.
Syaikh DR. Abu Bakar adalah Hui, bukan #Uyghur. Beliau tinggal di Lin Xia. S2 di Pakistan, S3 di Amerika Serikat.
Lanjut ya Bang, ‘Pesantren’ Ya Xing juga BUKAN di Xinjiang, tapi di Provinsi Gansu.
2.100 kilometer jauhnya dari Xinjiang. Sama seperti Jakarta-Medan. Ya Xing dalam bahasa Mandarin artinya peacefull. Jauh kali kalau dicocoklogi sama Yasin.
Saya memang tidak terlalu dekat dengan DR. Abu Bakar, tapi dengan pengusaha-pengusaha Muslim yang mendanai pembangunan Ya Xing-nya.
Nanti Bang Yusuf, saya kenalkan. Oh ya, Uyghur itu etnis, Xinjiang itu wilayah. Jadi yg benar adalah jalan ke Xinjiang, bukan jalan ke Uyghur.
Baca Juga: Yusuf Mansur Sebut Xinjiang Indah, Warganet Balas dengan #SaveUighur
Melampirkan Bukti Video
Selain itu, Ustaz Azzam juga melampirkan bukti video, yang merekam perlakuan terhadap salah satu rekan dan tim-nya di Xinjiang, saat mendekati lokasi kamp.
Berikut perlakuan terhadap salah satu rekan dan tim kami di Xinjiang saat mendekati camp (katanya) re-edukasi.
Jika tidak ada apa-apa kenapa apa-apa? Jika bersih kenapa risih? Jika benar kenapa kasar?
Bandingkan dengan yg ‘difasilitasi’ masuk. Jauh.#WeStandWithUyghur pic.twitter.com/mwElMXYxSw
— Azzam M Izzulhaq (@AzzamIzzulhaq) December 17, 2019
Sebelumnya, pada Mei 2019 lalu, Ustaz Azzam pernah bercerita, tentang dirinya yang telah mendatangi lebih dari delapan kota di wilayah provinsi Xinjiang, selama 29 hari.
“Tanpa diundang, difasilitasi, diantar. Sebaliknya, diinterogasi, diikuti, diancam. Saya menemukan fakta nyata. Bukan fakta yang direkayasa,” ungkapnya.