Ngelmu.co – Sebuah meme yang konon merupakan perkataan Bung Karno mengusik kesadaran saya tentang apa arti merdeka. Meme tersebut berbunyi: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”, kata Bung Karno.
Apa maksud Bung Karno dengan lebih susah melawan bangsamu sendiri daripada melawan penjajah? Mungkin, melawan penjajah lebih jelas mana lawan dan kawan. Tapi menghadapi bangsa sendiri lebih sulit. Tidak jelas mana lawan dan kawan. Bisa jadi dari bangsa sendiri muncullah para pengkhianat yang justru merusak bangsa itu sendiri.
Memang kemerdekaan sebuah bangsa malah bisa merusak bangsa itu sendiri jika kemerdekaan diartikan sebagai kebebasan berbuat apa saja untuk menyenangkan diri sendiri. Berbuat semau gue atas nama hak azasi manusia yg salah kaprah.
Kemerdekaan untuk bebas tanpa peduli dengan hak orang lain dan tatanan moral. Penganjur LGBT, seks bebas, dan pembuat karya-karya bebas moral adalah contoh dari mereka yang mengartikan kemerdekaan dalam arti salah.
Begitu pun para koruptor, pengedar narkoba dan pelaku kriminal. Sadar atau tidak sadar, mereka turut andil menghancurkan bangsanya sendiri. Inilah mungkin yang dimaksud Bung Karno bahwa perjuangan menghadapi bangsamu lebih berat daripada melawan penjajah. Perjuangan untuk menghadapi mereka yang merusak makna merdeka sebagai kebebasan untuk menyenangkan diri sendiri.
Padahal, arti kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan untuk kebahagiaan bersama. Tidak hanya diri sendiri yang senang dan bahagia, tapi juga orang lain. Orientasinya adalah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain agar orang lain bahagia. Sebab kalau orang lain senang (bahagia), maka kita juga akan bahagia.
Kemerdekaan dalam arti menyenangkan orang lain ini tidak hanya memuaskan hawa nafsu pribadi belaka. Ada nilai dan tatanan moral yang dipelihara untuk kebahagiaan bersama. Mereka inilah yang mengartikan kemerdekaan dalam arti yang lebih tepat.
Namun ada lagi satu jenis kemerdekaan yang mungkin sering dilupakan orang. Yakni kemerdekaan dalam arti bebas untuk menyenangkan Allah saja (baca: mencari ridho Allah). Jika kemerdekaan untuk menyenangkan diri sendiri adalah kemerdekaan yang salah karena merusak nilai-nilai luhur bangsa. Kemerdekaan untuk menyenangkan (membahagiakan) orang lain adalah kemerdekaan yang benar, maka kemerdekaan untuk menyenangkan Allah saja (mencari ridho Allah) adalah kemerdekaan yang mulia.
Manusia yang mencari ridho Allah adalah manusia yang paling mulia dan paling merdeka di muka bumi. Sebab ia mampu membebaskan diri dari tuntutan hawa nafsu untuk menyenangkan diri sendiri. Juga mampu membebaskan diri dari tuntutan menyenangkan orang lain yang sering merusak keikhlasan. Ia hanya menyenangkan Allah saja, sehingga kemerdekaannya hanya dibatasi oleh aturan Allah saja. Tuhannya hanya satu.
Salah kaprah jika ada orang mengatakan bahwa mereka yang menyenangkan diri sendiri alias mempertuhankan hawa nafsu sebagai orang paling merdeka. Justru yang paling terjajah, karena tuntutan hawa nafsu itu banyak dan tak pernah puas.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Qs. 45 ayat 23).
Juga mereka yang orientasinya selalu menyenangkan orang lain. “Tuhannya” berubah menjadi orang-orang di sekitarnya yang banyak jumlahnya. Anak, isteri, atasan, teman, tetangga bisa menjadi “tuhan” yg harus disenangkan. Kemerdekaannya menjadi terbatas karena harus memenuhi tuntutan orang banyak. Mereka bisa bahagia tapi bukan bahagia yang tertinggi.
Jadi hanya orang-orang yang menyenangkan Allah saja (baca : mencari ridho Allah) yang bisa memperoleh kebahagiaan tertinggi yakni ketenangan (muthmainnah). “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang” (Qs. 13 ayat 28). Jiwa mereka tenang karena merdeka dari banyak tuntutan. Hanya peduli dan memandang kepada satu tuntutan, yakni Allah swt. Bebas dari banyak rasa takut, gelisah dan kehilangan sebagai sebab ketidakbahagiaan.
Baca Juga: Rumah Proklamasi Milik Orang Arab dari Yaman
Itulah sebabnya hanya mereka yang dipanggil untuk masuk surga. Sebab hanya mereka yang berhasil lulus “ujian”. Yakni menjadi manusia merdeka dalam arti sesungguhnya. Menjadi manusia yang sesuai dgn misi penciptaannya, yaitu memiliki kebebasan dan menggunakan kebebasan tersebut dengan benar.
“Wahai ‘al-nafs al-mutmainnah’ (jiwa yang telah mencapai tahap ketenangan). Kembalilah kepada Rab (Tuhan) kamu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (hamba-hamba Allah). Dan masuklah ke dalam syurga-Ku” (Qs. 89 ayat 27-30).
Oleh: Satria Hadi Lubis