Ngelmu.co – Lembaga Survei Parameter Politik telah menggelar survei tentang wajah Islam politik pasca pemilu 2019. Apalagi, belakangan ini Pemerintah tengah menggembor-gemborkan soal kekhawatiran adanya radikalisme. Dan hasilnya, Indonesia saat ini tidak sedang darurat radikalisme dan Islam politik.
Survei dengan 1.000 Responden
Survei tersebut telah dilaksanakan pada 5-12 Oktober 2019 lalu, melibatkan sedikitnya 1.000 responden dengan metode statiefied multistage random sampling. Margon of error survei sebesar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode face to face interview menggunakan kuisioner yang dilakukan oleh surveyor terlatih. Adapun margin of error survei ini sebesar ± 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Para responden diberikan tiga pilihan pernyataan diantaranya, ‘agama lebih penting dari Pancasila’, ‘agama dan Pancasila sama pentingnya’, seerta ‘Pancasila lebih penting dari agama’.
Adi Prayitno selaku Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia menyebutkan, bahwa hasil survei yang dilakukan lembaganya menyimpulkan, ternyata masyarakat Indonesia termasuk golongan moderat.
Baca Juga: 2 Orang Tewas Akibat Serangan Teroris di London Bridge
Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa 81,4 persen masyarakat menganggap Pancasila dan agama sama penting. Adapun kelompok yang menyatakan agama lebih penting dari Pancasila hanya 15,6 persen.
“Persepsi Pancasila sama penting dengan agama merata di semua segmen demografi dan pendukung partai politik. Jadi, pertentangan antara agama dan negara itu sebetulnya telah selesai di Indonesia ini,” ujar Adi Prayitno, seperti yang dikutip dari laman tempo, pada Jumat, 29 November 2019.
Dari data survei tersebut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil mengungkapkan, bahwa negara tak semestianya mencurigai agama lewat polisi-polisi yang mengawasi ceramah ustadz di setiap masjid. SKB 11 Menteri juga seharusnya dapat dianulir. Sebab, Indonesia tidak sedang darurat radikalisme.
“Kalau sekarang kan kondisinya seolah-olah Indonesia ini sedang genting. Semua dicurigai. Kalau tidak darurat radikalisme kan, nanti saya bisa usul SKB 11 Menteri itu dicabut saja,” ujar Nasir Djamil di lokasi yang sama.