Ngelmu.co – Persoalan minyak goreng juga membuat Menteri Kelautan dan Perikanan ke-7 RI Susi Pudjiastuti, bertanya; bahkan menangis.
Susi Bertanya
Pada Senin (7/3/2022), Susi mendapati artikel bertajuk, “Kemendag Curigai Banyak Warga ‘Menimbun’ Minyak Goreng di Dapur”.
Melalui akun Twitter pribadinya, @susipudjiastuti, ia pun bertanya. “Serius?” cuitnya, sembari menyertakan sebuah meme.
Artikel yang dibagikan oleh Kompas pada Ahad (6/3/2022); kini telah berganti judul menjadi:
“Kecurigaan Kemendag, Banyak Warga Menyetok Minyak Goreng di Rumah“.
@ngelmuco Perjuangan rakyat #antre demi #minyakgoreng ♬ 528Hz Healing healing BGM – Music create
Pernyataan Kemendag
Walaupun telah berlangsung lama, Kementerian Perdagangan (Kemendag), masih belum mengetahui penyebab pasti kelangkaan minyak goreng.
Pihaknya mengeklaim, dari hasil pengecekan di tingkat produsen, seharusnya produksi minyak goreng saat ini dapat mencukupi kebutuhan domestik.
Sebagaimana kata Inspektur Jenderal Kemendag Didid Noordiatmoko.
Ia bilang, saat ini produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan.
Sehingga kelangkaan produk seharusnya bisa teratasi; paling lambat akhir Maret 2022.
Secara bertahap, pemerintah mengaku menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng.
Sehingga masyarakat dapat memperoleh minyak goreng secara mudah dan dengan harga yang terjangkau.
Namun, Didid menilai adalah persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga serta kelangkaan barang, yakni panic buying.
Gara-gara sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, ketika mendapatkan kesempatan, katanya, masyarakat membeli lebih dari kebutuhan.
Lagi-lagi menurutnya, hasil riset menyebut bahwa kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan.
Artinya, saat ini banyak rumah tangga yang menyetok minyak goreng.
“Tapi ini baru terindikasi,” tuturnya saat kunjungan kerja ke Palembang, mengutip Kompas, Selasa (8/3/2022).
Ia juga mencontohkan, produsen minyak goreng di Sumatra Selatan yang saat ini telah memproduksi 300 ton per bulan.
Dalam kata lain, telah mendekati kebutuhan daerahnya, yang kalaupun terdapat selisih, perkiraannya hanya 10 persen.
Kejanggalan Harga
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga buka suara.
Pihaknya mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia, tidak berbanding lurus dengan harga minyak sawit mentah [CPO internasional].
Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik, menyampaikan, harga CPO internasional fluktuatif; tergantung pasokan serta permintaan.
Sementara dalam jangka waktu panjang, harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik, tanpa ada penurunan.
“Hasil temuan kami, terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO,” kata Taufik.
“Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional,” sambungnya.
“Tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik. Jadi, sangat berbeda pergerakannya,” imbuhnya lagi.
Bahkan, pada beberapa waktu, terjadi penurunan yang dalam terhadap harga CPO internasional.
Namun, harga minyak goreng dalam negeri tetap dalam tren naik.
Baca Juga:
Taufik menjelaskan, hal itu terjadi karena pasar minyak goreng di Indonesia, terkonsentrasi, alias terjadi oligopoli.
Dalam kata lain, hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar, sehingga produsen yang dominan itulah yang menentukan harga.
“Berdasarkan data yang kita miliki, memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli,” tutur Taufik.
“Jadi, ini menjadi concern bagi KPPU sendiri, dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar,” lanjutnya.
Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli.
Lebih lanjut, Taufik juga mengungkapkan adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit.
Pelakunya adalah perusahaan besar, dan jelas, terhadap perusahaan kecil.
Akuisisi dapat berupa lahan perkebunan ataupun saham.
Taufik bilang, praktik akuisisi ini makin memperkuat oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Tanah Air.
Ia mengemukakan volume ekspor CPO, tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam setahun terakhir; hanya naik 0,6 persen.
Namun, dari tahun sebelumnya, nilai ekspor meningkat hingga 52 persen, lantaran terjadi kenaikan harga CPO internasional.
KPPU juga mencatat, dari total 18,42 juta ton CPO, yang dikonversi menjadi minyak goreng adalah 5,7 juta kiloliter; untuk kebutuhan dalam negeri.
Penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah, yakni sebesar 2,4 juta kiloliter.
“Catatan kami, yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga,” kata Taufik.
“Di mana [angkanya] mencapai 2,4 juta kiloliter,” sambungnya.
Sementara 1,8 juta kiloliter penggunaan minyak goreng untuk industri, kemudian 1,2 juta kiloliter penggunaan minyak goreng premium [yang ada di pasar modern], dan 231.000 kiloliter untuk kemasan sederhana.
Susi Menangis
Sementara ketika mendapati kabar harga minyak goreng curah kembali menembus Rp17.100 per liter, Susi menangis.
Pernyataan tersebut keluar dari Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan.
Ia menuturkan, harga minyak goreng curah tertahan di angka rata-rata nasional Rp17.100 per liter.
Harga itu relatif terpaut lebar dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kemendag untuk minyak goreng curah, yakni Rp11.500 per liter.
“Di beberapa pasar, masih di angka Rp17.000, Rp18.000, bahkan sampai Rp20.000,” kata Rey, Senin (7/3/2022).
“Tentu ada kendala. Apakah ada di hulu, atau memang ada di distribusi,” sambungnya, melalui pesan suara.
Intervensi pemerintah melalui sejumlah manuver kebijakan, menurutnya, juga tidak kunjung menekan gejolak harga di pasar; sejak awal 2022.
“Harus ada intervensi yang serius dari pemerintah, kalau masalahnya ada di distribusi,” tegas Rey.
“Mengingat sudah empat bulan lebih ini tidak ada penyelesaian,” imbuhnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Senin (7/3/2022), harga minyak goreng curah berada di posisi Rp17.100 per liter.
Dalam kata lain, naik 1,18 persen dari harga sebelumnya pada 4 Maret 2022, yakni Rp16.900.
Di sejumlah daerah, harga minyak goreng curah malah telah melampaui rata-rata nasional.
Di DKI Jakarta dan Maluku Utara, misalnya. Masing-masing mencapai Rp19.150 dan Rp24.500 per liter.
Laporan FAO
Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) juga melaporkan.
Bahwa, FAO Food Price Index (FFPI) pada Februari 2022, menyentuh angka 140,7; alias naik 3,9 persen dari Januari.
Angka ini lebih tinggi 20,7 persen secara tahunan (year-on-year).
Laporan tersebut juga sekaligus menunjukkan rekor indeks harga pangan dunia, sejak Februari 2011.
Pergerakan harga minyak nabati dan susu turut mendorong kenaikan indeks harga pangan dunia.
Belum lagi harga sereal dan daging yang juga mengalami peningkatan signifikan.
Sementara indeks harga minyak nabati pada Februari, menyentuh angka 201,7; alias naik 8,5 persen secara bulanan.
Torehan tersebut juga sekaligus menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.
Kenaikan harga CPO, kedelai, dan biji bunga matahari, mendorong reli harga minyak nabati.
“Pada Februari, harga CPO dunia mengalami kenaikan. Dua bulan terakhir akibat permintaan yang tinggi, sementara adanya penurunan ekspor dari Indonesia.”
“Sementara harga kedelai dunia juga meningkat, seiring dengan memburuknya prospek produksi di Amerika Selatan.”
Demikian tulis FAO dalam laporannya yang rilis pada Jumat (4/3/2022) lalu.
Harga minyak biji bunga matahari juga mengalami peningkatan signifikan, karena adanya disrupsi pasokan di kawasan Laut Hitam; menyebabkan volume ekspor menurun.