Ngelmu.co – “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur,” (QS. At-Taubah: 119).
Salah satu pendidikan di bulan Ramadan yang paling menonjol adalah menanamkam sifat jujur kepada Allah.
Tidak ada seorang pun yang benar-benar menjalankan ibadah puasa, berani berbohong kepada Allah; dengan makan atau minum secara sembunyi-sembunyi dari penglihatan manusia.
Walaupun dalam urusan lain, mungkin masih banyak yang berbohong.
Jujur kepada Allah, berarti selalu berkata benar dalam kesunyian dan keramaian.
Ikhlas dalam niat dan amal. Memenuhi janji, komitmen terhadap janji setia dan kesepakatan, tidak melanggar hukum, serta senantiasa taat.
Jujur dalam berpuasa, berarti menjaga hukum dan adabnya, melaksanakan kewajibannya.
Memanfaatkan waktu Ramadan dengan banyak zikir, tilawah Al-Qur’an, ibadah, salat, berdoa.
Munajat, dan juga melakukan amal kebaikan lainnya; baik secara individual atapun sosial.
Seharusnya, tarbiah kejujuran selama Ramadan ini sudah cukup sukses untuk menjadikan muslim yang berpuasa, tumbuh sebagai orang yang jujur.
Jujur dalam segala urusan kehidupannya, sekalipun di luar bulan Ramadan.
Psikolog mengatakan, “Melakukan perilaku yang sama sebanyak 6-21 kali, dapat menanamkan perbuatan tersebut dalam jiwa, serta mengubahnya menjadi perilaku.”
Pendidikan karakter di bulan Ramadan juga berlangsung satu bulan penuh.
Maka seharusnya, ini memudahkan perubahan baik di tingkat individu dan juga sosial.
Terlebih, Al-Qur’an mengajarkan bahwa kaidah perubahan sosial, harus dimulai dari perubahan jiwa atau mental.
Madrasah Ramadan sendiri fokus pada perubahan jiwa, sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“… Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan tidak ada pelindung bagi mereka, selain Dia,” (QS. Ar-Ra’d: 11).
Baca Juga:
Fakta berbicara, banyak orang yang sudah berkali-kali melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan, masih suka berbohong, menipu, dan korupsi.
Kadang, keadaan ini membuat sebagian orang frustrasi.
Berbagai cara sudah dicoba, tetapi tidak juga berhasil menghentikan kebiasaan mereka dalam berbohong, menipu, dan korupsi.
Maka mungkin, perlu coba cara lain dalam memanfaatkan Ramadan, sebagai penguatan sifat jujur bagi tiap individu; dalam seluruh aspek kehidupan.
Misalnya, dengan melakukan mu’ahadah [berjanji] kepada Allah, untuk bersikap jujur dalam semua urusan.
Baik di bulan Ramadan, ataupun di bulan-bulan lainnya.
Janji dengan Allah, atau tekad perubahan ini dibuat secara tertulis di malam kemuliaan [Lailatulqadar], misalnya.
Agar terasa lebih sakral dan mengikat, sehingga ada rasa takut untuk melanggarnya.
Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengajarkan penulisan atau pencatatan hal penting seperti berikut:
“Musa menjawab: Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah kitab [Lauhulmahfuz), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa,” (QS. Ta Ha: 52).
Maha Suci Allah melakukan penulisan dalam buku catatan, bukan karena takut lupa, tetapi untuk mengajari umat manusia.
Semoga dengan cara ini, pendidikan Ramadan kali ini membuahkan hasil positif.
Sehingga dampaknya bisa dirasakan Indonesia, yang tengah berjuang membangun karakter bangsa yang mulia, sekaligus memberantas segala bentuk kebohongan, ketidakjujuran, penipuan, dan korupsi.
Aamiin.
Oleh Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc.
Editor: Ngelmu.co