Ngelmu.co – Ketua Darud Donya Aceh, Cut Putri, menanggapi rencana Wali Kota setempat; melanjutkan pembangunan proyek pembuangan limbah tinja, di kawasan situs sejarah makam ulama, Gampong Pande.
Melalui surat, Darud Donya, menyampaikan bahwa keadaan Gampong Pande; tempat bersejarah, sangat memprihatinkan.
Nampak rusak, terbengkalai, dan sebagian situsnya telah musnah, karena adanya proyek pembangunan baru yang masih berlangsung hingga sekarang.
Perlu diketahui, fungsi serta arti penting Gampong Pande, bagi perjalanan sejarah, antropologi, sosial budaya, peradaban, dan perkembangan Islam, di Asia Tenggara, sudah terbukti.
Berdasarkan penelitian, pengakuan, dan usaha menyelamatkan bukti-bukti sejarah, seperti dilansir kabarindoraya.com, antara lain:
1. Hasil Seminar Hari Jadi Kota Banda Aceh, 26-28 Maret 1988, menetapkan bahwa Hari Jadi Kota Banda Aceh adalah Jumat, 1 Ramadhan 601 H–22 April 1205 M.
Tanggal itu di-dasarkan kepada permulaan pemerintahan Sultan Alaidin Johan Syah, di mana pusat istananya berlokasi di Gampong Pande.
2. Hasil penelitian Tim Balai Arkeologi Sumatra Utara, yang dilaksanakan pada 2014, memaparkan bukti-bukti penemuan situs sejarah berskala dunia di seluruh kawasan situs sejarah Gampong Pande.
Termasuk di dalam kawasan TPA Sampah Gampong Pande, dan kawasan yang sekarang dibangun proyek IPAL, yakni berupa sebaran nisan, sumur, serta struktur bangunan kuno, dan lainnya.
3. Pada 2013, ditemukan ribuan koin emas, di antaranya koin emas Turki Usmani, juga pedang dan artefak lain, di Gampong Pande.
4. Tim Georadar ITB Bandung, tahun 2018, meneliti serta mendeteksi situs kerajaan Aceh, dan kandungan situs di bawah tanah, di lokasi proyek IPAL dan sekitarnya.
Hasil penelitian menemukan, bahwa terdapat bukti bekas pemukiman serta peradaban kuno, yang tertimbun di bawah tanah.
Terdapat pula bangunan kuno, dan penemuan benda-benda serta struktur bangunan berbahan logam berat hasil cipta manusia.
Semua berada di bawah timbunan sampah Gampong Pande, dan Kawasan IPAL.
Ditemukan pula sebaran ratusan situs nisan-nisan yang tertimbun, di bawah tanah area IPAL Gampong Pande, serta IPLT Tinja Gampong Pande, dan sekitarnya.
5. Pada 2017, keluarga besar Pewaris Raja-Raja Aceh, Uleebalang Aceh, Habaib dan Ulama Aceh, para sejarawan, serta tokoh-tokoh dan masyarakat Aceh, menyampaikan Memorandum kepada berbagai pihak.
Di antaranya kepada Wali Kota Banda Aceh, dengan menyatakan bahwa di lokasi yang sedang dibangun IPAL Gampong Pande, merupakan lokasi awal mula lahirnya Kerajaan Aceh.
Situs sejarah yang perlu dilestarikan, karena memiliki nilai arkeologis historis yang sangat tinggi.
Maka itu, proyek IPAL, diminta untuk direlokasi ke tempat lain, begitupun dengan pembuangan sampah, agar tak lagi dilanjutkan di situs bersejarah itu.
Dalam suratnya, Darud Donya, juga menyertakan puluhan data, fakta, dan upaya, berkaitan dengan penyelamatan kawasan situs sejarah Gampong Pande.
Baca Juga: Darud Donya Aceh Berterima Kasih pada Erdogan, atas Kembalinya Hagia Sophia Jadi Masjid
Dengan pertimbangan di atas, agar tidak terjadi permasalahan lebih besar dan kompleks di kemudian hari, Darud Donya meminta kepada Wali Kota Banda Aceh, untuk:
1. Menghentikan dan memindahkan segala proyek berbasis tinja dan sampah di kawasan situs sejarah Islam, Gampong Pande dan sekitarnya, yakni:
- Proyek IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja),
- IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Tinja), dan
- TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah.
2. Membersihkan dan memindahkan semua tinja manusia dan gunung sampah Gampong Pande, dari lokasi proyek-proyek di atas, ke tempat yang lain.
3. Menghentikan segala aktivitas pembangunan proyek apa pun di atas kawasan situs sejarah Gampong Pande, di area tambak Gampong Pande; termasuk area IPAL, dan sekitarnya.
4. Menghentikan segala proses jual beli tanah dan pemindahan hak atas tanah di lokasi kawasan situs sejarah Gampong Pande, di area tambak Gampong Pande.
Kecuali pembebasan tanah oleh pemerintah yang hanya dengan tujuan untuk merehabilitasi kawasan situs sejarah Gampong Pande.
5. Menyelamatkan semua situs sejarah makam ulama, raja-raja, dan umara, serta bekas bangunan-bangunan bersejarah, dan tapak situs sejarah.
Termasuk semua benda-benda bersejarah di seluruh kawasan situs sejarah Gampong Pande dan sekitarnya.
Baik yang terlihat di permukaan, pun yang masih terpendam di bawah tanah.
6. Membangun kembali replika Istana Darul Makmur Aceh Darussalam, di bekas tapaknya semula, yakni di area TPA sampah, PAL, dan IPLT.
Sebagai museum dan kompleks terpadu pendidikan dan pembelajaran sejarah serta peradaban Aceh, yakni tempat edukasi dan destinasi pariwisata sejarah, religi, tradisi, juga seni budaya.
7. Pembebasan tanah dan pembangunan replika Istana sebagai museum dan kompleks terpadu, perlu dianggarkan secara bertahap.
Baik dari dana APBK Banda Aceh, APBA, APBN, pun bantuan luar negeri, serta dari masyarakat lainnya.
Baca Juga: Berawal dari Museum Hingga Diubah Menjadi Masjid, Begini Sejarah Hagia Sophia
Surat bernomor 31/SP/IX/2020 tanggal 3 September 2020, itu ditembuskan kepada PYM Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, Pimpinan DPR Aceh, dan Pimpinan DPRK Banda Aceh.
Sebagai informasi, kawasan situs sejarah Islam, di Gampong Pande, merupakan kawasan berisi ratusan situs makam kuno para ulama dan raja-raja, serta para pembesar Kerajaan Islam Aceh Darussalam.
Menurut Ketua Darud Donya, sangat penting untuk menyelamatkan dan melindungi kawasan situs sejarah Gampong Pande.
Pasalnya, kawasan itu menyimpan banyak rekam jejak peradaban dan tamaddun Islam, di Aceh.
Demikian pula dengan nilai-nilai sejarah, perkembangan, dan dakwah Islam di Aceh.
Hal ini merupakan warisan yang tak ternilai harganya bagi generasi masa depan Aceh.
Sangat penting bagi dunia Melayu, dan seluruh dunia Islam.
Perhatian dunia pun tertuju pada Gampong Pande.
Tak kurang, seluruh negara berbangsa Melayu dan Islam, yang tergabung dalam The Malay and Islamic World Organisation, sepakat mengeluarkan resolusi dunia tentang Gampong Pande.
Bahkan, dalam dua kali konvensi dunia pada 2017 lalu, di Medan, Sumatra Utara, dan tahun 2018, di Singapura, DMDI, secara khusus meminta pemerintah Aceh, untuk menyelamatkan situs makam para ulama dan umara di kawasan situs sejarah Islam, Gampong Pande.
“Seharusnya Pemerintah Kota Banda Aceh, melindungi dan melestarikan tempat ini, serta mengelolanya menjadi pusat pendidikan dan wisata sejarah peradaban Islam dunia.”
“Karena tempat ini, sejatinya adalah destinasi pariwisata berskala dunia, sehingga dapat menjadi aset perekonomian besar bagi Banda Aceh,” jelas Cut Putri.
“Sangat ironis dan tragis, tempat bersejarah berisi ratusan situs makam ulama yang terkenal seantero dunia sebagai kawasan pusat penyebaran Islam di Nusantara, malah dijadikan pusat pembuangan kotoran tinja manusia dan sampah, oleh Pemerintah Kota,” lanjutnya.
Cut Putri pun meminta, Wali Kota Kota Banda Aceh, bisa menghargai jasa-jasa para indatu Aceh.
Menghormati tempat persemayaman terakhir mereka, para ulama, dan umara Aceh Darussalam, pahlawan mulia penyebar Islam, di Asia Tenggara.
“Berhentilah membuang sampah dan tinja di makam ulama,” pungkas Cut Putri, tegas.