Ngelmu.co – Sampai detik ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berkukuh tak mendukung Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa; meski masih ‘sendirian’.
Pasalnya, mayoritas partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Surakarta, telah mendukung pasangan tersebut, maju sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Namun, PKS Solo menegaskan, keputusan mereka menjadi satu-satunya parpol yang tak mendukung putra sulung Presiden Jokowi, sebagai hal yang wajar.
“Memang kenapa kalau PKS enggak ke sana [mendukung Gibran]? Ya ‘kan? Itu hak politik PKS,” kata Ketua Bappilu DPD PKS Solo, Sugeng Riyanto, seperti dilansir Solo Pos, Selasa (11/8).
Menurutnya, setelah menjaring aspirasi dari para konstituen, sebagian besar tidak menginginkan PKS, mendukung Gibran.
“Bahwa konstituen PKS, keumatan di Solo, enggak menghendaki PKS mendukung Gibran,” jelas Sugeng.
Meski demikian, ia tak menampik, jika sebagian kader serta elemen PKS, mendukung Gibran.
Salah satunya dari Kaukus Muda PKS yang beberapa kali menyuarakan sikap politik mereka di media massa.
Nama Gibran, juga sempat muncul dalam survei penjaringan figur potensial cawali Solo, di internal kader PKS.
“Tapi itu ‘kan a part of global aspiration. Bagian kecil dari aspirasi global yang muncul,” tegas Sugeng.
“Tapi sebagian besarnya tidak menghendaki itu. Di situ, PKS berkepentingan membangun komunikasi dengan publik, mayoritas konstituen PKS,” sambungnya.
Baca Juga: Pilwalkot Solo, Publik Jawab Kebingungan Gibran soal Politik Dinasti
Ketika ditanya soal alasan mayoritas konstituen PKS, tak mendukung Gibran, Sugeng pun menjawab.
Alasannya beragam. Pertama karena perbedaan ideologi partai antara PKS dengan PDIP; segmen pemilih yang berbeda.
Menyadari segmen pemilih yang berbeda, Sugeng menjelaskan, sangat mungkin jika pihaknya mendukung sosok lain untuk menjadi pemimpin Solo.
Selain itu, konstituen PKS, juga menilai perlunya pihak yang mengkritisi jalannya ‘kekuasaan’.
“Semangat di Solo ini, harus ada yang mengkritisi kekuasaan. PKS mencoba hadir di ruang itu,” kata Sugeng.
“Ketika yang lain nemplok ke sana, kami di luar. Menjadi penyeimbang untuk mengontrol kebijakan-kebijakan dari eksekutif,” pungkasnya.