Berita  

Tempo Panen Dukungan!

Tempo Panen Dukungan

Ngelmu.co – Tempo panen dukungan; setelah dengan tegas mengaku jika pihaknya lah yang telah memviralkan kematian Afif Maulana (13).

Afif diduga tewas karena dianiaya oleh polisi di Padang, Sumatra Barat (Sumbar).

Ia ditemukan meninggal di Sungai Batang Kuranji pada Ahad, 9 Juni 2024.

Terdapat luka lebam yang diduga akibat penganiayaan di sekujur tubuh korban.

Baca juga:

Seperti diketahui, Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyono, menyatakan, ingin mencari orang yang pertama memviralkan kasus ini.

Ia beralasan bahwa memviralkan itu bersifat trial by the press, yaitu justifikasi seolah-olah polisi bertindak salah, polisi telah menganiaya seseorang, sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain.

Mendapati hal tersebut, Tempo pun bersuara. Berikut selengkapnya:

Ini pesan Tempo kepada Kepolisian Daerah Sumatra Barat (Polda Sumbar): Kami yang memviralkan kematian Afif Maulana.

Dengan demikian, bapak -bapak polisi tidak perlu bersusah-susah mencari siapa orang pertama yang menyebarkan informasi seputar penyebab terbunuhnya bocah 13 tahun itu.

Jenazah Afif, ditemukan mengambang di sungai di bawah Jembatan Kuranji, Jalan Bypass, Padang pada Ahad siang, 9 Juni 2024.

Polisi menyebutkan anak itu meninggal akibat tawuran, tanpa memberikan hasil autopsi kepada keluarga korban.

Namun, saksi memberi keterangan berbeda.

Teman yang memboncengkannya pada Ahad dini hari itu mengatakan, mereka berpapasan dengan patroli polisi yang mencegah tawuran di lokasi tersebut.

Polisi menendang sepeda motor mereka, dan Afif, terpental.

Afif sempat berdiri, sebelum dikerubungi polisi yang menggenggam batang rotan.

Itulah terakhir kalinya saksi melihat pelajar sekolah menengah pertama tersebut.

Saksi itu–beserta belasan orang lain–ditangkap, diinterogasi, dan disiksa.

Ia disetrum, dan wajahnya terkena tendangan dua kali.

Di kantor Polda Sumatra Barat, mereka disuruh berjalan jongkok, dan berguling-guling, hingga muntah.

Dugaan penyiksaan lainnya berupa sundutan rokok, pukulan tongkat rotan, dan cambukan.

Polda Sumatra Barat, mengakui adanya penyiksaan tersebut, dan 17 anggotanya akan disidang etik.

Namun, nama Afif, tidak ada dalam daftar korban kekerasan polisi itu.

Petugas menyebutkan, Afif, diduga melompat dari jembatan, supaya tidak tertangkap.

Masalahnya, luka pada jenazah Afif, lebih menunjukkan bekas benturan benda tumpul ketimbang jatuh dari ketiinggian–Jembatan Kuranji–menjulang 14 meter di atas Sungai Batang Kuranji yang berbatu.

Dari luka lebam di sekujur badan, sampai jejak sepatu terdapat di perut korban.

Hidup di negara hukum, tentu saja, masyarakat berhak menuntut polisi menjelaskan kejanggalan-kejanggalan itu.

Upaya ini ditempuh oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dengan menggelar konferensi pers pada Kamis, 20 Juni lalu, atau 10 hari setelah anak malang itu dikebumikan.

Para praktisi hukum itu menduga, korban meninggal akibat penyiksaan polisi.

Tempo, bersama sejumlah media lokal dan nasional, menyebarkannya ke publik.

Sebelumnya, muncul akun baru di TikTok yang mengatasnamakan Afif Maulana.

Akun tersebut memuat video-video kesaksian ‘subuh jahanam’ di Jembatan Kuranji tersebut.

Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyono, kini memburu orang yang pertama kali mengabarkan kejanggalan kematian Afif.

Ia merasa citra kepolisian dirusak oleh penyebar kabar tersebut.

Ini jelas rencana keblinger.

Polisi seharusnya sadar, inilah mekanisme mencari keadilan di Indonesia: Harus dipopulerkan dulu lewat media massa atau media sosial.

Fenomena ‘No Viral, No Justice’ ini sudah lama dibahas Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Jadi, seharusnya polisi memanfaatkan informasi-informasi yang berseliweran tersebut untuk mengungkap kebenaran.

Tentu saja, polisi punya segudang keahlian untuk memilah mana fakta dan mana rekayasa.

Jika yang terjadi sebaliknya, mencari penyebar kabar, wajar publik mencurigai polisi malah ingin mengubur kebenaran.

Maka ketimbang para kesatria bhayangkara repot-repot melacak penyebar video di media sosial dengan alasan trial by the pass; peradilan sepihak oleh media massa, sekali lagi, Tempo membuka diri. Kamilah yang memviralkan kematian Afif Maulana.

Dengan demikian, Pak Polisi dapat menyalurkan energi pemburuan yang tidak terpakai untuk menjalankan tugas utama Polri:

Menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.