Ngelmu.co – Tenang, bersamaku kau aman … Mungkin aku masih belia, sebagian menganggapku remaja, tetapi tak sedikit pula yang memandangku sebelah mata, hanya karena perkara usia. Bocah, tahu apa? Begitu katanya.
Tenang, Bersamaku Kau Aman
Kenyataannya, aku memang masih sekolah, tapi setidaknya aku sedang beranjak dewasa, dan berjanji untuk terus belajar dan mengasah.
Kalian tak lagi bisa membungkam, aku dan teman-teman semua tahu, jika Tanah Air sedang tak baik-baik saja. Kita tak akan diam.
Meskipun aku bukan anak yang tumbuh tanpa kenakalan. Sebab, pasti punya kesalahan. Namun, setidaknya, aku tak ingin negeri ini tenggelam.
Jika bukan aku dan pemuda-pemudi Indonesia yang berjuang, kepada siapa lagi Nusantara berpegang tangan?
Jika bukan aku dan pemuda-pemudi Indonesia yang bertahan, kepada siapa lagi bangsa menaruh harap masa depan?
Dari Ibu, aku tahu apa itu kasih. Sementara Ayah, mengajarkan bagaimana caranya berjuang.
Maka ketika kini ‘para penguasa’ berulah, sudah sepatutnya Merah-Putih kubela.
Kalau dulu Indonesia dijajah bangsa asing. Masaku berbeda.
Para demonstran, senior, teman-teman, dan diriku sendiri, tahu siapa yang sedang berusaha menjatuhkan.
Tapi tenang. Bersamaku kau aman.
Akan selalu kugenggam. Akan selalu kuperjuangkan. Agar kau tetap dapat berkibar, tanpa takut diturunkan.
Tetap tenang. Bersamaku kau aman.
Meskipun gas air mata menyerang pandanganku. Sekalipun pukulan mendarat di tubuhku. Kau akan selalu menjadi alasan, mengapa aku enggan menjadi pecundang.
Seperti puisi yang ditulis oleh seorang Aktivis, Widji Thukul …
Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
(Widji Thukul, 1986)
Terakhir, dan tak kalah penting. Kusampaikan terima kasih kepada Garry Lotulung, untuk potret yang berhasil kau abadikan.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Tak Lupa Bersujud di Tengah Perjuangan untuk Negeri
Jokowi Undang ke Istana, Aliansi BEM Menolak: Pertemuan Harus Berlangsung Secara Terbuka
[/su_box]
Setidaknya, darimu kita tahu, ada banyak pemuda-pemudi Indonesia yang sedang ikut berjuang, tak takut dengan ancaman.
“Aku akan tetap ada dan berlipat ganda,” kutipan ‘Kebenaran Akan Terus Hidup’, karya Widji Tukhul.