Ngelmu.co – Industri semen lokal mengalami kelebihan pasokan, akibat kalah saing dari perusahaan semen China yang terus memasok produk ke Indonesia. Mereka menerapkan harga jual rugi di bawah pasaran harga semen di Indonesia. Taktik itulah yang akhirnya membuat pasar semen domestik kalah saing.
Bahkan, PT Conch Cement Indonesia yang merupakan anak usaha dari pabrikan semen kelas kakap dunia Anhui Conch Cement Company (China) itu, berencana meningkatkan kapasitas produksi hingga mencapai 25 juta ton, dari yang saat ini hanya 2,3 juta ton per tahun.
Peristiwa ini pun membuat Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), ikut angkat bicara. Ia sudah menyampaikan kondisi ini, dan mengakuinya sebagai dilema bagi Indonesia yang juga ingin industrinya efisien. Sebab pabrik semen dalam negeri, menurut JK, sudah kalah bersaing.
“Pabrik semen kita mengalami saingan dengan pabrik semen China di Indonesia. Karena kita bikin semen per sak, katakanlah Rp 40 ribu, pabrik China bisa bikin Rp 30 ribu,” tuturnya, seperti yang dilansir Viva, Rabu (17/7).
Ditemui di tempat terpisah, Anggota DPR RI 2019-2024, Andre Rosiade justru menegaskan kondisi ini tidak boleh dibiarkan.
Karena jika terus dibiarkan, bisa membuat rugi hingga menghancurkan industri semen tanah air. Sebab saat ini, kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
“Ini terjadi karena ada kebijakan predatory pricing, di mana investor semen Tiongkok yakni semen Conch, dengan sengaja menjual semen di Indonesia dengan harga merugi,” ujar Andre.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Aturan Mendag Bikin Baja Impor Asal China Banjiri Indonesia
Asuransi Jiwa Pakai Mata Uang China Akhirnya Hadir di Indonesia
[/su_box]
Terancamnya industri semen lokal dengan adanya perusahaan semen asal Tiongkok memang nyata adanya. Sebab harga semen lokal yang dimotori Semen Indonesia Grup BUMN, dipastikan sudah tidak lagi dapat bersaing.
“Pabrik Semen di Aceh, Semen Padang, Semen Baturaja, Semen Gresik, dan Semen Tonasa terpaksa menurunkan kapasitas produksinya, karena semen mereka tidak laku, karena kalah bersaing, juga karena kebijakan semen Conch yang terindikasi menggunakan predatory pricing itu. Di situs jual beli online harga semen lokal itu berkisar Rp 51 ribu, sedangkan semen asal Tiongkok berkisar Rp 34 ribu,” lanjutnya.
Lebih jauh, Andre menduga, semen asal Tiongkok memiliki agenda besar, yakni mengambil alih pasar semen di Indonesia, dengan langkah awal menjual rugi terlebih dulu produknya.
Kalau sampai mereka berhasil menghancurkan pasar perusahaan semen dalam negeri, maka tidak menutup kemungkinan, nantinya perusahaan-perusahaan semen dalam negeri akan diambil alih oleh perusahaan semen asal Tiongkok.
“Mereka terindikasi ingin menghancurkan semen lokal, setelah hancur mereka akan take over industri semen dalam negeri ini. Dan ini membahayakan industri strategis kita, yaitu industri semen,” ungkap Andre.
Maka, Andre menyatakan, jika memang ingin menyelamatkan produksi semen lokal, pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo diminta untuk memanggil beberapa menteri terkait, untuk segera melakukan langkah-langkah solutif.
Salah satunya menteri BUMN yang dinilai tidak melakukan pembelaan terhadap kondisi yang terjadi pada perusahaan milik negara. Karena seharusnya, BUMN di sektor semen, dianggap bisa menjadi salah satu pondasi ekonomi bangsa.
“Untuk itu, saya meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret, untuk menyelamatkan semen kita. Apalagi asosiasi semen kita sudah berkirim surat kepada Menteri Perindustrian,” jelas Andre.
“Agar juga menghentikan dan moratorium pembangunan perusahaan semen baru dari investor luar apalagi produksi semen kita sudah over supply,” imbuhnya tegas.
Menteri Perdagangan juga diharapkan bisa segera menghentikan segala bentuk impor klinker (bahan utama pembuatan semen).
“Kita juga berharap Presiden Jokowi turun tangan melakukan konsolidasi, memanggil tiga menteri ini untuk menyelamatkan semen Indonesia. Pelaku industri semen lokal sudah berteriak melalui Asosiasi Semen Indonesia, maka silakan saja Pak Jokowi memanggil Asosisasi, agar lebih valid dari mereka,” pungkas Andre.