Ngelmu.co – Setelah terbukti melakukan korupsi uang proyek perpustakaan Univeritas Indonesia (UI), Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum Universitas Indonesia (UI) 2007-2013, Tafsir Nurchamid, mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun, Mahkamah Agung (MA), telah memutuskan untuk menolaknya, dan tetap memvonisnya bersalah.
Sebelumnya, kasus berawal saat UI membuat proyek pengadaan gedung perpustakaan, di mana Rp77 miliar dana berasal dari APBN 2009, dan Rp50 miliar lainnya dari APBN Perubahan 2009.
Namun, kecurangan justru terjadi di tengah-tengah proyek tersebut. Hingga akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), turun tangan. Tafsir pun menjadi terdakwa.
PN Jakarta Pusat menyatakan, Tafsir yang terbukti melakukan korupsi, dihukum 2,5 tahun penjara, pada 3 Desember 2014 lalu.
Sampai akhirnya, 13 April 2015, vonis tersebut diperberat menjadi 3 tahun penjara, oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
KPK yang tidak terima dengan keputusan itu pun mengajukan kasasi, agar Tafsir tetap dihukum 5 tahun penjara. Di mana hal tersebut, akhirnya diamini oleh MA, pada 13 Oktober 2015.
MA juga menjatuhkan denda senilai Rp200 juta, kepada Tafsir, dengan subsider 6 bulan penjara.
Seolah tak cukup sampai di situ, Tafsir ikut merasa tidak terima atas hasil sidang. Ia pun mengajukan PK ke MA. Namun, MA menolak PK yang diajukan oleh Tafsir, karena uang yang ia ‘sikat’, dianggap telah merugikan negara.
“Menolak permohonan PK dari terpidana Tafsir Nurchamid,” putusan PK yang dilansir MA, seperti dilansir Detik, Senin (22/7).
Diketahui Hakim Agung Sunarto, duduk sebagai Ketua Majelis, dengan ditemani anggota Sri Murwahuni dan Prof. Dr. M. Askin.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
NasDem: Restorasi Terbelit Korupsi
[/su_box]
Proyek IT perpustakaan UI yang dikerjakan PT Makara Mas, menurut ketiganya, tidak sesuai perjanjian atau kontrak yang ada.
Bahkan, sebagian tidak sesuai spesifikasi teknis, dan ditemukan juga barang yang tidak berfungsi atau yang fungsinya tidak optimal.
“Sedangkan dari uang atau dana yang digunakan untuk pengadaan tersebut, telah dinikmati secara melawan hukum oleh pihak lain, sehingga negara dirugikan sejumlah Rp13.076.468.264,” ungkap Majelis.