‘Rakyat Hilang Kepercayaan’
Pasalnya, perubahan aturan soal Statuta UI yang tak lagi melarang rektor rangkap jabatan, telanjur menjadi sorotan.
“Problem utama terkait dengan kasus Rektor UI adalah bagaimana aturan hanya bersifat prosedur tanpa makna.”
Begitu kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Prof Firman Noor, mengutip Detik, Rabu (21/7).
“Semakin menguatkan keyakinan, bahwa ada invisible hand yang jauh lebih berkuasa, dari aturan yang ada di sekitar kita,” imbuhnya.
“Ini sekali lagi, akan membuat rakyat hilang kepercayaan,” tegas Prof Firman.
Ia juga memandang perubahan Statuta UI, dapat semakin menguatkan pandangan miring terhadap penguasa.
“Dan makin menguatkan pandangan, bahwa segalanya mungkin dan boleh, manakala terkait dengan kepentingan kaum penguasa.”
Bukan cuma Prof Firman yang menyoroti permasalahan ini. Dosen UNJ [Universitas Negeri Jakarta] Ubedilah Badrun, juga.
Ia menilai, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengubah Statuta UI, sebagai langkah yang sebarang.
“Pemerintah ngaco. Pejabat melanggar aturan, kok, aturannya yang diubah,” sentil Ubedilah, Rabu (21/7).
“Saya makin terkejut dengan fenomena ini, makin meyakinkan saya, betapa ngaconya pemerintahan ini,” sambungnya.
“Makin tidak layak dilanjutkan, karena makin keliru langkah,” lanjutnya lagi.
Secara administratif dan kebijakan publik, kata Ubedilah, hal ini sungguh aneh.
“Publik menolak rangkap jabatan seorang rektor yang merangkap komisaris, agar fokus membenahi dan memimpin kampus.”
“Statuta juga melarangnya. Eh, malah bukan rektor UI-nya yang melepaskan jabatan komisaris. Namun, justru aturannya yang diubah.”
Ini maknanya, kata Ubedilah, pemerintah yang melegalkan statuta UI menjadi PP, berkontribusi besar membuat kebijakan yang justru berlawanan dengan aspirasi publik.
Jokowi, meneken PP 75/2021 pada 2 Juli 2021, dan Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, mengundangkannya di hari yang sama.
“PP Statuta UI itu peraturan pemerintah, lho,” kritik Ubedilah. “Pemerintah makin ngaco kalau begini caranya ngurus kampus.”
PP 75/2021, Terbit
Iya, Kemenkumham telah membenarkan terbitnya PP 75/2021. “Benar, sudah ada PP Nomor 75 Tahun 2021, dan sudah diundangkan.”
Begitu kata Kepala Bagian Humas Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman, Selasa (20/7) kemarin.
Bagaimana perubahannya? Simak berikut ini: