Ngelmu.co – Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Mohammad Hasya Athallah Saputra, tewas tertabrak mobil yang dikendarai oleh purnawirawan Polri, AKBP Eko Setio Budi Wahono.
Namun, pihak kepolisian malah menetapkan almarhum sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan tersebut.
Pengamat kepolisian dari Indostitute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto pun buka suara.
Ia menduga, ada keterkaitan relasi kuasa dalam penetapan status tersangka tersebut.
“Saya tidak hanya melihat, bahwa ini hanya sekadar persoalan terduga yang menabrak adalah anggota kepolisian…”
“Tetapi modus menjadikan korban tersangka ini sering terjadi, dan dilakukan di Unit Laka Lantas.”
Demikian tutur Bambang dalam program Kompas Malam, Ahad (29/1/2023) kemarin.
Ia menduga, penetapan Hasya sebagai tersangka juga tidak lepas dari terlibatnya seorang purnawirawan Polri.
Belum lagi, kata Bambang, penyelidikan kasus ini juga terkesan terburu-buru.
“Pola kawan kepolisian, tidak pernah belajar dari kasus Ferdy Sambo. Masih saja cara-caranya seperti itu.”
“Makanya lagi-lagi, pengawasan eksternal itu penting,” ujar Bambang.
Ia melihat, pola-pola seperti itu sudah sering terjadi dalam internal kepolisian.
Bambang juga mencontohkan, pola-pola yang sering terjadi, biasanya punya relasi dengan kuasa, hingga soal senior-junior dalam kepolisian.
Hal-hal yang jelas merupakan penyimpangan, tegas Bambang.
Maka dalam hal ini, menurutnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), harus segera turun tangan, guna menjernihkan masalah serta polemik yang terus bergulir di publik.
“Jangan sampai korban jadi korban dua kali, karena tidak hanya sekadar kerugian morel, tetapi dengan penetapan tersangka ini rentetannya juga panjang.”
“Korban tidak bisa menerima santunan dari Jasa Raharja, seperti itu, karena korban ditetapkan tersangka,” jelas Bambang.
Baca Juga:
- Publik Soroti Kasus Mahasiswa UI yang Tewas Tertabrak Purnawirawan Polri
- Pernah Jadi Korban Kecelakaan, Fadli Zon Tanggapi Kasus Mahasiswa UI-Purnawirawan Polri
Bambang juga melihat, “Bahwa, polisi di sini, dengan meyampaikan penetapan tersangka, itu tidak memiliki empati.”
“Hanya karena berdasarkan hukum formal saja, kemudian tidak lihat aspek lain,” kata Bambang.
Menurutnya, penetepan tersangka dan proses penyelidikan kecelakaan ini berkaitan dengan laporan model A yang dilakukan oleh kepolisian.
Laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau mengalami langsung peristiwa yang terjadi.
Namun, kata Bambang, ada juga laporan polisi model B atau laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat.
Dalam hal ini, keluarga berhak melaporkan kejadian tersebut.
Dengan begitu, Bambang berpandangan, apabila keluarga tidak terima ketetapan itu, polisi tetap harus memproses laporannya.
“Bahwa kemudian terduga pelaku ini ternyata dalam penyelidikan, nanti tidak ditemukan, bisa saja pelaku melakukan praperadilan.”
“Tetapi proses itu harus dilakukan untuk jawab rasa keadilan terhadap ahli waris korban,” jelas Bambang.
Sebagai informasi, Hasya tewas usai tertabrak mobil yang dikendarai oleh Eko Setio Budi Wahono pada 6 Oktober 2022.
Namun, belakangan, pihak kepolisian justru menetapkan almarhum Hasya sebagai tersangka kecelakaan tersebut.
“Kenapa [Hasya] dijadikan tersangka ini, dia ‘kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya, jadi dia meninggal dunia,” kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.
View this post on Instagram
Polisi juga menyetop penyidikan kasus kecelakaan, usai menetapkan Hasya sebagai tersangka; dengan mengirimkan SP3 [surat perintah penghentian penyelidikan] pada 17 Januari 2023, lantaran korban dinyatakan tewas.
View this post on Instagram