Betapa tidak, ia melihat langsung bagaimana mobilitas ambulans menjadi terhambat macet.
“Petugas banyak yang enggak paham perkara pekerja sektor kritikal dan esensial,” kata Bhaga.
“Masa petugas PLN mau betulin gardu sama masinis KRL, enggak boleh lewat?” imbuhnya bertanya.
Bhaga juga mengungkap, betapa banyak petugas yang hanya menjalankan formalitas.
“Ngasih tau jalan tikus, asal enggak lewat situ [jalan yang mereka jaga],” jelasnya.
Tak sedikit juga orang ingin menuju tempat vaksin, ikut terhambat, karena tak boleh lewat.
“Area pemukiman di sekitar checkpoint penyekatan, malah ramai, karena jadi jalur alternatif,” beber Bhaga.
“Banyak perusahaan yang masih WFO, dan ngasih surat tugas ke pegawai, supaya bisa lewat,” lanjutnya. “Padahal, ya, enggak bisa lewat.”
Banyak juga, sambung Bhaga, yang merasa tebang pilih, karena mobil pribadi yang masuk Jakarta–lewat jalan tol Cikampek–tak kena penyekatan.
“Petugas enggak komunikatif, karena enggak bisa ngasih penjelasan juga, cuma ngotot-ngototan ngejalanain peraturan,” tutupnya.
IDI Bicara ke Menkes
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun menilai pemerintah, kurang serius menangani sederet masalah selama pandemi.
“Ini kondisi perang, tapi diperlakukan seperti normal. Sehingga tagihan Covid yang triliunan itu belum bisa diselesaikan.”
Demikian kata Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto, dalam Rapat Kerja di Komplek DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/7) kemarin.
Ia juga menyampaikan hal tersebut di hadapan pimpinan dan anggota Komisi IX DPR, hingga Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Begitu banyak masalah yang para tenaga kesehatan hadapi, kata Slamet, mengutip CNN.
Kekurangan sumber daya manusia, banyaknya nakes yang terpapar Covid-19, minimnya alat kesehatan di rumah sakit, hingga belum dibayarnya tagihan kesehatan.
Di situlah, Slamet menilai, respons pemerintah dalam menanggapi beberapa kendala, masih kurang maksimal.
Perkara dorongan dari IDI, agar mahasiswa kedokteran diluluskan dari Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Kedokteran (UKMPPD), misalnya.
“Kami sudah rapat dengan menko PMK, [fakultas] kedokteran dan Kemenkes, kemudian Ditjen Dikti,” akuan Slamet.
“Sudah sepakat, meluluskan dan menerjunkan di pelayanan, tapi belum dieksekusi Ditjen Dikti,” bebernya.
“Maka kami mohon, Komisi IX, percepat pemenuhan dokter untuk tangani Covid,” tegas Slamet.
Baca Juga:
- Setahun Lebih Pandemi, Pernyataan Pemerintah Masih Bertolak Belakang dengan Keluhan RS
- Berlaku Mulai 3 Juli, Ini 14 Aturan PPKM Darurat
Tak cukup sampai di situ, IDI juga mendorong, agar nakes segera mendapat vaksin dosis ketiga.
Sebab, hal ini penting, mengingat masih adanya kasus Covid-19 dengan gejala sedang, hingga kasus meninggal di tengah lingkung nakes yang sedang berjuang.
Slamet juga menyoroti, minimnya pasokan oksigen di rumah sakit. Di mana pasokan tambahan yang diterima, hanya bertahan sehari, karena melonjaknya kasus.
Belakangan, kasus Covid-19 memang melonjak tinggi. Pemerintah juga menerapkan PPKM darurat, demi menanggulangi pandemi.
Namun, kapasitas rumah sakit di sejumlah daerah, khususnya di Pulau Jawa, sudah mulai kewalahan menangani pasien bergejala.
Kebutuhan oksigen pun terus meningkat.
Anak Sakit, Kenapa Bapak ‘Sibuk’?
“Anak lagi pada sakit-sakitan, bapaknya masih sibuk rencana beli PS 5,” begitu sindir Iqbal Farabi.
Pernyataan di atas merupakan respons dari poster yang terunggah di akun Twitter resmi milik juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman.