Oleh : Muhamad Wisnu Al-Rasyid (Mahasiswa STEI SEBI, Depok)
Selain akad nikah, akad mudharabah juga sering diperbincangkan, khususnya dalam pembahasan ekonomi syariah. Karena skema mudharabah merupakan pengganti akad pinjaman pada produk lembaga keuangan syariah.
Maqashid `ammah (tujuan-tujuan umum) adalah tujuan disyariatkannya hukum-hukum atau lintas hukum. Dalam penerapan kententuan ekonomi syariah tentunya memiliki tujuan-tujuan. Salah satu tujuan dari penerapan tersebut adalah investasi dengan akad mudharabah.
Secara sederhana, Pengertian mudharabah yang mudah dipahami adalah kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan bagi hasil atas keuntungan usaha dan bagi rugi jika ada kerugian usaha. Dahulu, akad Mudharabah disebut juga sebagai Qiradh. Yaitu kata dari bahasa arab yang berarti memotong. Sebab pada praktek mudharabah, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diberikan kepihak lain yang mengusahakannya guna memperoleh keuntungan.
Asal kata Mudharabah adalah dharaba yang memiliki arti beragam karena bergantung pada kata ikutannya. Beberapa arti harfiahnya adalah pergi mencari rizki, mencampur, berniaga atau berdagang. Akad mudharabah merupakan akad kerja sama usaha yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan modal usaha dari salah satu pihak /shahibul mal dan keahlian usaha dari pihak lain /mudharib (Jaih Mubarok & Hasanudin, 2017).
Maksud syar’i dalam mudharabah bisa dilihat dalam 2 hal berikut (Oni Sahroni & Adiwarman, 2017):
1. Jika seorang memiliki kelebihan harta dan memiliki kemampuan untuk mengelolanya, maka ia harus bekerja dan mengelolanya sendiri. Dan jika usahanya berhasil, maka seluruh keuntungan menjadi haknya.
Hal ini sesuai dengan maqashid syariah bahwa keuntungan harta itu menjadi hak pemiliknya. Jika tidak ada peran dan hak orang lain dalam dana tersebut, sesuai dengan firman Allah SWT:
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. (QS Fushilat [41]: 46)
Dan firman Allah SWT:
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS Al-Baqarah [2]: 286)
Ia sendiri yang menanggung resiko usaha (ia mendapatkan keuntungan dan sekaligus menanggung resiko kerugian) sesuai dengan maqashid syariah bahwa harta itu jika rugi atau rusak menjadi tanggung jawab pemiliknya, kecuali kerugian dan kerusakan itu diakibatkan oleh pihak lain.
2. Jika seorang yang memiliki harta tetapi tidak mampu atau tidak memiliki kemampuan dalam mengelolanya sendiri, maka ia harus menyerahkannya kepada pihak lain untuk mengelolanya. Ini adalah salah satu tujuan dalam maqashid syariah.
Dr. Ahcene Lahsana dalam bukunya yang berjudul “Maqasid Al-Shari`ah In Islamic Finance” beliau berkata: ‘From Maqasid as-Shari`ah standpoint the investment and development of wealth is not an option but it is an obligation, because it is the main means for achieving growth and protecting the property. Maqasid as-Shari`ah considers money as potential capital rather than real capital, meaning thatmoney becomes capital only when it is invested in business activities’ (Ahcene Lahsana, 2013).
Dari sudut pandang maqashid syariah, investasi dan pengembangan kekayaan bukanlah suatu pilihan tetapi itu adalah kewajiban, karena itu adalah sarana utama untuk mencapai pertumbuhan dan melindungi property. Maqashid syariah menganggap uang sebagai modal potensial dari pada modal nyata, artinya uang menjadi modal hanya jika diinvestasikan dalam aktifitas bisnis.
Salah satu cara untuk menginvestasikan harta dalam aktifitas bisnis adalah dengan menggunakan akad mudharabah.
Rukun dan Syarat Mudharabah
Sesuai kaidah syariah, setiap aktivitas yang dilakukan memiliki faktor penentu yang harus ada dan terpenuhi dalam transaksi.
Berikut ini adalah penjelasan ringkas rukun mudharabah :
- Pelaku akad – minimal ada dua pihak, yaitu satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan pihak yang pandai mengelola bisnis tapi tidak memiliki modal sebagai pengelola dana (mudharib).
- Objek akad – ada 3 unsur objek akad yang harus terpenuhi, yaitu kerja (dharabah), keuntungan (ribh) dan modal (maal).
- Shighah – adalah ucapan atau perbuatan ijab dan qabul antar para pihak yang melakukan akad mudharabah.
Sedangkan beberapa syarat Mudharabah adalah sebagai berikut:
- Pihak yang bertransaksi haruslah mereka yang cakap hukum dan berakal
- Modal mudharabah harus berupa uang, jelad dan diketahui jumlahnya.
- Modal harus tunai bukan berupa hutang kepada pihak pengelola, dan harus diserahkan kepada mudharib.
- Keuntungan harus jelas ukurannya (biasanya dalam prosentase) dan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah pihak
- Kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal yang diserahkan.
Referensi
Lahsasna, Ahcene. (2013). Maqasid Al-Shariah In Islamic Finance. Kuala Lumpur: IBFIM.
Mubarok, Jaih & Hasanudin. (2017). Fiqih Mu`amalah Maliyah Akad Syirkah dan Mudharabah. Bandung: SIMBIOSA REKATAMA MEDIA.
Sahroni, Oni & Karim, Adiwarman A. (2017). Maqashid Bisnis & Keuangan Islam: Sintetis Fiqih dan Ekonomi. Depok: Rajawali Pers.