Ngelmu.co – Kisah turis Malaysia yang sempat ditahan oleh aparat China, usai melaksanakan salat di salah satu masjid di Uighur, Xinjiang, mencuri perhatian dunia, termasuk Indonesia. Sebab, mereka menyebut pengalaman itu sebagai hal yang menakutkan.
Turis Malaysia Ditahan Aparat China
Bagaimana tidak, kekecewaan serta kesedihan tak lagi bisa disembunyikan. Seperti yang diceritakan oleh kepala rombongan, Khir Ariffin.
Melalui tulisan berseri yang Ariffin bagikan di akun Facebook pribadinya, sebagai Muslim, dirinya merasa hak beribadah dihalangi.
“Kami lega dibebaskan. Namun, kami juga kecewa, karena hak kami ditolak sebagai Muslim, untuk salat di masjid,” tulis Ariffin, seperti dikutip Ngelmu, 22 Desember 2019 lalu.
Baca Juga: Sudah Menginjakkan Kaki di Xinjiang, Ustaz Azzam Sodorkan Fakta ke YM
Ia dan beberapa warga Malaysia lainnya—termasuk satu orang wartawan—hanya melewati wilayah China, karena ingin menuju Mekkah.
Dengan jarak sekitar 16 ribu kilometer, Ariffin bersama rombongannya, harus melalui 10 negara, salah satunya China.
Sulit Mencari Masjid
Perlu 17 hari, untuk melintasi negari Tirai Bambu itu, melewati Yunnan yang berbatasan dengan Asia Tenggara, kemudian Xinjiang yang berbatasan dengan Asia Tengah.
Masjid yang mereka kunjungi untuk beribadah di Xinjiang adalah satu-satunya masjid yang boleh mereka datangi untuk salat dengan aman.
“Inilah masjid yang tidak akan kami lupakan, saat kami memasuki masjid, tiba-tiba cuaca mendung. Angin ribut berpusar menerbangkan debu di sekeliling masjid,” kata Ariffin.
“Ada satu perasaan yang sangat berbeda, terharu, hingga kami semua meneteskan air mata ketika salat, bagaikan titisan air hujan dari celah bumbung yang usang,” sambungnya menceritakan pengalaman saat salat di masjid Uighur itu.
Baca Juga: HAM Etnis Uighur Tak Dihargai, FC Köln Setop Akademi Sepak Bola di China
Sebelumnya, bersama rombongannya, Ariffin sempat beberapa kali mencoba untuk mencari masjid lainnya untuk salat di Xinjiang, tetapi selalu gagal.
Sampai akhirnya mereka bisa masuk ke satu-satunya masjid ‘tanpa halangan’, karena tak ada polisi yang bertugas di kampung pelosok Gurun Gobi.
Sayangnya, kegembiraan tak berlangsung lama. Sebab, usai salat, ternyata mereka sudah ditunggu oleh aparat bersenjata, di luar masjid.
Xinjiang seperti ‘Penjara Terbuka’
“Seorang imam berusia lanjut, dimarahi oleh seorang aparat yang sangat bengis,” kata Ariffin.
Padahal, imam itu hanya berusaha menjelaskan, jika Ariffin dan yang lainnya, hanya menjalankan ibadah salat di masjid tersebut.
Andy yang merupakan pemandu wisata mereka selama China pun, sudah berusaha meyakinkan petugas, bahwa mereka hanya beribadah.
Tetapi Ariffin dan rombongan tetap dibawa ke lokasi yang mereka tak ketahui.
Baca Juga: Bela Uighur, Ulama Malaysia: Boikot Produk China
Mereka mengaku dibawa oleh aparat bersenjata dan polisi, hingga terkejut, melihat tempat ‘dikelilingi pagar di tengah desa terpencil’.
Saat itu, petugas militer dan polisi lainnya pun telah menanti kedatangan mereka.
Ariffin dan rombongan harus ditahan di ruangan yang terkunci, mirip penjara. Sementara Andy, terus berusaha bicara dengan para pejabat China.
Beberapa jam kemudian, mereka memang dibebaskan. Namun, Ariffin mengatakan, mereka tetap diikuti sepanjang perjalanan.
Para petugas itu menyamar sebagai petugas kebersihan, warga biasa, dan penyamaran-penyamaran lainnya.
“Kami terus diikuti dan diawasi,” kata Ariffin.
Akses ke Xinjiang Tak Semudah yang Dibayangkan
Pemerintah China membatasi akses ke Xinjiang, hingga media pun kesulitan mendapatkan informasi, apalagi konfirmasi independen dari wilayah itu.
Tetapi para pejabat negara justru mengatakan, jika pemerintahan mereka tak menghalang-halangi siapapun yang ingin mengetahui kondisi di sana.
Faktanya? Kalian bisa menilai sendiri.
Wartawan senior BBC China, Jinxi Cao mengatakan, masalah Xinjiang sangat sensitif, hingga Beijing mendapat tekanan internasional, karena isu etnis Uighur.
“Merupakan hal yang biasa, turis atau pendatang diikuti dalam perjalanan mereka di Xinjiang, khususnya turis dari negara-negara dengan penduduk Muslim, dan juga turis Barat,” tutur Jinxi.
“Isu Uighur sangat sensitif sekarang ini, dengan adanya kamp yang disebut pemerintah China re-edukasi. Namun, di sisi lain, mereka ingin memberikan kesan seolah semuanya baik-baik saja,” sambungnya.
Baca Juga: Lewat Komik, Seniman Ini Beberkan Penyiksaan China ke Etnis Uighur
Jinxi pun menduga, para turis Malaysia, dibebaskan hanya karena pemerintah China tak ingin insiden itu menjadi besar.
Apalagi, dalam rombongan tersebut terdapat seorang wartawan.
Kecaman Demi Kecaman untuk China
Terlepas dari itu, pada Agustus lalu, Dewan HAM PBB mengatakan, jika mereka telah menerima banyak laporan terpercaya, tentang satu juta etnis Uighur yang ditahan di ‘kamp rahasia’.
Laporan tersebut juga membuat negara-negara Barat ikut mengecam China, dalam memperlakukan Muslim Uighur.
Baca Juga: Usai Batalkan Siaran Pertandingan, Kini China Hapus Nama Özil dari Game FIFA dan PES
Hingga sejumlah bintang olah raga pun turut menyuarakan keresahannya, salah satunya seperti yang dilakukan pesepak bola Arsenal, Mesut Özil.
“Allah mengizinkan kami melihat, seperti apa pengalaman etnis Uighur, sehingga dapat kami bagikan,” kata Ariffin.
Perubahan Sikap Pemandu Wisata Usai Turis Malaysia Ditahan
Lebih lanjut Ariffin mengatakan, dalam perjalanan melintasi China—termasuk berkunjung ke masjid di Yunnan—terdapat perubahan sikap dari Andy.
Awalnya, pemandu wisata itu terlihat dingin, bahkan kerap menatap Ariffin dan rombongan, dengan kecurigaan. Andy tak banyak bicara.
Namun, setelah mereka membiarkan Andy melihat apa yang mereka lakukan—termasuk saat masuk masjid dan salat—Andy pun berubah sikap.
“Selesai kami salat, Andy kelihatan sangat tenang dan terharu. Dia bilang, selama ini dia sangat benci kepada orang Islam,” ungkap Ariffin.
“(Tapi) Ketika dia melihat kami salat, dia bilang sangat tenang, dan meminta maaf, karena telah bersikap dingin dan salah paham dengan kami,” lanjutnya.
Baca Juga: Orang Tua Ditahan di Kamp, Anak Uighur Meninggal Membeku
Suasana yang sudah mencair itu pun tak disia-siakan oleh Ariffin. Ia langsung menceritakan tentang Islam kepada Andy, yang disambut rasa percaya.
“Setelah itu, Andy bagaikan pahlawan kami. Kami saksikan bahwa Andy mempertahankan kami ketika kami ditangkap,” kata Ariffin.
“Jika bukan karena Andy yang berbicara dengan baik dan meyakinkan tentara serta polisi, mungkin kami masih ditahan,” imbuhnya.
Turis Malaysia Ditahan, Akhirnya Dibebaskan
Di sisi lain, saat ditangkap, Ariffin memberi isyarat kepada tim-nya, untuk menutup mulut, dan membiarkan Andy menjadi juru bicara mereka.
“Mengendalikan situasi. Kami menghindari saling berbincang, berupaya tenang, tersenyum, agar tidak terjadi provokasi,” bebernya.
“Lama kami berada di dalam ruang tertutup seperti penjara, sambil menanti Andy negosiasi dengan pihak berwenang,” sambung Ariffin.
Baca Juga: Jangan Sampai Bangsa Indonesia Menjadi Uighur Kedua
Baca Juga: PBB Curigai China Hukum Mati Akademisi Uighur Secara Diam-Diam
Sesekali, lanjutnya, ia mendengar Andy meninggikan suara, seolah berjuang mempertahankan para turis bawaannya.
“Sesekali ada diam yang panjang, dengan reaksi menahan geram dan kemarahan, bila tentara berbicara dengan nada tinggi dan kasar,” kenang Ariffin.
Hingga akhirnya, setelah berjam-jam menunggu, seorang pejabat yang memperkenalkan diri sebagai polisi memasuki ruangan tertutup.
Ia meminta maaf kepada Ariffin dan rombongannya. Andy pun turut menyampaikan maaf berkali-kali, menyesalkan apa yang terjadi.
“Mereka tak selayaknya memperlakukan itu terhadap Anda semua,” kata Ariffin, menirukan ucapan Andy.