Ngelmu.co – Menutup Rakernas [Rapat Kerja Nasional] pada Kamis (18/3), Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyampaikan visi serta rekomendasi kebijakan yang salah satunya adalah memperkuat sikap oposisi.
Lima Rekomendasi Kebijakan
1. Mengokohkan Visi Partai Islam
Mengokohkan visi partai Islam rahmatan lil ‘alamin, dan terdepan dalam melayani rakyat serta Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam cakupan visi Islam rahmatan lil ‘alamin ini, bersama elemen kebangsaan lainnya, PKS bekomitmen untuk menampilkan wajah agama yang moderat [wasathiyah].
Untuk menciptakan hubungan timbal balik yang positif, sehingga dapat menciptakan keharmonisan antar sesama anak bangsa.
Melahirkan generasi cerdas yang beriman dan berakhlak mulia, serta berkontribusi dalam mewujudukan pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat.
2. Memperkuat Sikap Oposisi
Memperkuat sikap oposisi PKS, sebagai partai yang terdepan dalam pelayanan, pemberdayaan, dan pembelaan kepada rakyat Indonesia.
Melalui berbagai program kerja dari seluruh bidang, badan, dan fraksi.
Khususnya pada misi pelayanan sosial kemanusiaan yang mendesak, dalam penanganan dampak Pandemi COVID-19 [serta berbagai bencana alam yang terjadi di Indonesia].
Agar bangsa Indonesia, mampu melewati krisis pandemi, dan beratnya tekanan ekonomi.
3. Berkomitmen Mengawal Transisi
PKS juga berkomitmen untuk mengawal transisi kepemimpinan nasional, dan berbagai proses legislasi di MPR, DPR, dan DPRD.
Agar tetap sejalan dengan Pancasila, UUD NRI 1945, dan fitrah demokrasi.
Transisi kepemimpinan dan peraturan perundang-undangan yang mampu mencegah kembalinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Fitrah demokrasi yang dibangun dengan mencari titik keseimbangan.
Antara kebebasan dan tanggung jawab, serta penegakkan hukum yang adil bagi semua. Tanpa tebang pilih.
4. Sekolah Etik Indonesia
PKS menggagas Sekolah Etik Indonesia yang akan bekerja sama dengan Lembaga Ketahanan Nasional RI (Lemhanas RI).
Sebuah lembaga strategis di republik ini yang memiliki pengalaman panjang dalam menghadirkan konsep dan doktrin ketahanan nasional serta dalam mendidik kader pemimpin nasional yang berkarakter negarawan.
Diharapkan, dari sekolah etik ini, muncul pemimpin-pemimpin partai yang mempunyai visi kepemimpinan.
Pehamanan keagamaan yang moderat, patriotik, serta jiwa kebangsaan dan nasionalisme yang kuat.
5. Bersama Membangun Bangsa
PKS, mengajak seluruh warga Indonesia [dari berbagai latar belakang daerah, suku, agama, profesi], tua maupun muda untuk begabung dan bekerja sama dengan PKS.
Dalam membangun bangsa, dan mewujudkan cita-cita serta tujuan nasional Indonesia, baik sebagai anggota, pengurus, maupun pejabat publik.
PKS, juga membuka ruang terbuka bagi anak-anak muda.
Berkolaborasi dalam program Wujukan Ide Bersama PKS Muda, Content Creator Academy, dan Young Creative Center.
PKS juga mengajak semua pihak untuk bekerja sama, mengokohkan Program RKI [Rumah Keluarga Indonesia], Program PPR [Pusat Pelayanan Rakyat], dan banyak program pelayanan, pemberdayaan, serta pembelaan untuk masyarakat.
Baca Juga: Natalius Pigai, “PKS Itu Partai Penjaga Tujuan Bernegara, Paling Pancasilais”
Lima Visi Kepemimpinan Nasional
1. Visi Ketuhanan
Bangsa Indonesia, terlahir sebagai bangsa yang religius, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan.
Bangsa yang senantiasa menempatkan agama dalam tempat yang mulia.
Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara komunis yang mengabaikan peran agama.
Jika ada kebijakan yang berusaha memarginalkan atau bahkan menghilangkan peran agama [dalam proses pembangunan di negeri ini] maka itu adalah tindakan yang mengkhianati Visi Ketuhanan.
“Oleh karena itu, jika benar Peta Jalan Pendidikan Nasional tidak memasukan peran agama dalam Visi Pendidikan Nasional, maka kebijakan tersebut harus dikoreksi, karena tidak sesuai dengan visi Ketuhanan,” tegas Syaikhu.
Visi Ketuhanan, lanjutnya, juga merupakan bukti nyata, bahwa kepemimpinan bangsa harus dimulai dengan semangat menghormati dan memuliakan ajaran serta nilai-nilai agama.
Ir Soekarno, Dr Hatta, M Natsir, Haji Agus Salim, Panglima Besar Jenderal Sudirman, KH Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Maramis, dan para pendiri bangsa lainnya [menyadari bahwa amanah kepemimpinan tidak hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrowi].
“Kepemimpinan tidak hanya membangun kemajuan fisik berdimensi material, tetapi juga membangun jiwa berdimensi transendental,” tutur Syaikhu.
“Hal itu tercermin dari kutipan lagu kebangsaan, ‘Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya’,” imbuhnya.
2. Visi Kemanusiaan
Tanggung jawab negara adalah memanusiakan manusia. Menjaga harga diri serta martabatnya.
Melindungi hak-hak asasi manusia, dan memajukan kualitas Sumber Daya Manusia.
Indonesia, bukan negara kapitalis, bukan juga negara liberal yang meletakkan kepentingan pembangunan ekonomi di atas nilai-nilai kemanusiaan.
“Pemimpin yang memiliki Visi Kemanusiaan, akan meyakini bahwa dalam mengendalikan pandemi, negara harus lebih mengutamakan keselamatan jiwa warganya, dibandingkan memacu pertumbuhan ekonomi,” kata Syaikhu.
3. Visi Kebangsaan
Kepemimpinan nasional, harus berakar kepada Visi Kebangsaan yang sama, “Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa; Indonesia.”
Visi kepemimpinan juga harus mempersatukan dan mempersaudarakan. Bukan justru memecah belah, apalagi mengadu domba.
Di tangan pemimpin yang memiliki Visi Kebangsaan, Pancasila akan menjadi energi besar yang menyatukan seluruh komponen bangsa.
“Sebaliknya, di tangan pemimpin yang buta Visi Kebangsaan, maka Pancasila akan dijadikan alat kekuasaan untuk memberangus kelompok-kelompok yang dianggap mengancam kekuasaan,” jelas Syaikhu.
Lebih lanjut ia mengatakan, bangsa ini butuh kepemimpinan yang dapat membawa perasaaan senada.
“Satu rasa, satu nasib, dan satu penanggungan.”
“Pemimpin yang ketika berbicara, rakyat bisa memegang teguh kata-katanya.”
“Pemimpin yang ketika bekerja, rakyat bisa menikmati hasil karyanya.”
“Dan pemimpin yang ketika berbuat salah, berlapang dada menerima nasihat dari rakyat yang dipimpinnya,” ucap Syaikhu.
4. Visi Kerakyatan
Indonesia, dibangun dengan semangat gotong royong oleh para pendiri bangsa.
Mereka mewariskan apa yang kini dikenal dengan konsep demokrasi permusyawaratan dan perwakilan. Itulah Visi Kerakyatan.
“Hari-hari ini, kita menyaksikan bahwa demokrasi kita mengalami kemunduran,” kata Syaikhu.
“Setelah lebih dari dua dekade, pasca reformasi, Indonesia gagal melakukan konsolidasi demokrasi,” sambungnya.
Sampai hari ini, demokrasi di Indonesia, lanjut Syaikhu, perlahan-lahan menuju jurang kehancuran.
Kebebasan sipil semakin menurun. Indeks demokrasi juga terus merosot, dan penyalahgunaan kekuasaan serta praktik korupsi, semakin menjadi.
Adanya wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode juga membuat demokrasi kita semakin mundur.
Pasalnya, UUD NRI 1945 Pasal 7, begitu tegas mengatur jabatan presiden, hanya dua periode.
“Pentingnya pembatasan jabatan presiden adalah untuk menghindari adanya penyelewengan kekuasaan, korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tegas Syaikhu.
Selain itu juga untuk memastikan, bahwa kaderisasi kepemimpinan nasional berjalan dengan baik.
Rakyat harus diberikan pilihan calon-calon presiden baru yang akan memimpin Indonesia ke depan.
“PKS meyakini, bahwa negeri ini memiliki banyak stok pemimpin dan tokoh yang memiliki kredibilitas, kapasitas, dan akseptabilitas untuk memimpin Indonesia ke depan,” tutur Syaikhu.
5. Visi Keadilan
Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Maka kekuasaan, tidak boleh melumpuhkan sendi-sendi serta pilar-pilar negara hukum.
Hukum juga harus berpihak kepada kebenaran dan keadilan, bukan kepada kekuasaan dan pendukung kekuasaan.
Visi Keadilan, kata Syaikhu, harus terwujud di berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam bidang ekonomi, negara harus mewujudkan ekonomi yang membawa rasa keadilan [dalam penguasaan aset dan distribusi pendapatan ekonomi nasional].
Di bidang politik, negara harus memperkuat agenda demokrasi substansial.
Dalam bidang hukum, negara harus konsisten mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa [berpegang teguh dalam menegakkan supremasi hukum di atas kepentingan politik maupun ekonomi].
Syaikhu juga menegaskan, bagi PKS, Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan konsensus yang tak perlu diperdebatkan lagi.
“Tugas kita saat ini adalah merealisasikan nilai-nilai Pancasila, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”
“Lima visi kepemimpinan yang bersumber dari Pancasila, merupakan panduan bagi kita semua,” pungkas Syaikhu.
Rakernas PKS, berlangsung sejak Senin (1/3/2021) lalu, hingga Kamis (18/3/2021) kemarin.
Kata Pengamat Politik
Pengamat politik dari Lembaga Survei Kedai Kopi Hendri Satrio, turut bicara di acara bertajuk, ‘Wajah Baru PKS, Efektifkah?’, Rabu (17/3/2021), di hotel Bidakara Jakarta.
Ia menilai, acara puncak Rakernas PKS, terasa seperti Rakernas rakyat.
“Kalau ada kesempatan warga Indonesia datang, di Hotel Bidakara, seperti bukan Rakernas PKS,” kata Hendri.
“Ini seperti Rakernas rakyat Indonesia. Di panggung ini yang pertama kali terlihat, kalimat Indonesia,” sambungnya.
Hendri, juga mengomentari perubahan logo PKS, serta tantangannya dalam konstelasi politik ke depan.
“Dengan perubahan logo ini, menurut saya, harus dibarengi dengan kehadiran tokoh yang kuat,” ujarnya.
“Mampu memanfaatkan momentum yang ada. Tadi sudah punya hymne yang bagus,” sambung Hendri.
“Kehangatan yang luar biasa. Rakernas yang sangat Indonesia. Ini harus terus digaungkan, agar momentumnya terus ada,” tutupnya.