Ngelmu.co – Ustaz Adi Hidayat (UAH), menyadari, belakangan ini timbul polemik di tengah masyarakat Indonesia.
Berkaitan dengan logo halal baru yang diterbitkan BPJPH [Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal] Kementerian Agama (Kemenag).
Maka UAH pun mencoba memberikan solusi untuk polemik tersebut.
Ia menyampaikan masukannya melalui video yang terunggah di kanal YouTube Adi Hidayat Official, 14 Maret 2022.
Video berdurasi 13:31 itu bertajuk, ‘Solusi UAH untuk Polemik Logo Halal‘.
Menurut UAH, ada baiknya jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kemenag RI, duduk bersama.
Tujuannya satu, menjelaskan sekaligus menyelesaikan polemik logo halal.
“Kemenag dan MUI duduk bersama, dari sana, lalu menyampaikan konferensi pers, diterangkan ke masyarakat,” tutur UAH.
Sehingga, kalaupun logo halal beralih ke tangan BPJPH, tidak menimbulkan polemik, karena masyarakat merasa tenang, usai mendapati kejelasan.
“Yang penting, masyarakat punya kejelasan dan ketenangan,” ujar UAH.
@ngelmuco #UstadzAdiHidayat memberikan solusi untuk polemik #logohalal atau #labelhalal ♬ Allahu (Turkish Version) – Labbayk
Baca Juga:
Lebih lanjut, UAH juga menekankan, bahwa halal adalah hukum yang melekat dalam syariat Islam.
Sebab, kehalalan memberikan kepastian, apa-apa saja yang boleh dilakukan atau juga dikonsumsi.
Begitu juga dengan segala yang haram.
“Jelas, yang boleh dilakukan dan konsumsi, dan jelas, mana yang dilarang dan yang tidak boleh atau haram,” tegas UAH.
Allah dalam firman-Nya, lanjut UAH, menyebut kalimat halal pertama di QS. Al-Baqarah, ayat 168.
“Semua manusia, tanpa kecuali, dipersilakan menebar di muka bumi, untuk mencari kebutuhan pokok, guna memenuhi kebutuhan makan,” jelas UAH.
“Silakan cari, silakan makan, yang halal,” tegasnya.
Kalimat halal, kata UAH, harus dinyatakan secara jelas; tidak ambigu. Sehingga tidak menyulitkan bagi umat muslim untuk menyikapi.
Sebagaimana dalam HR Muslim dan HR Bukhari.
“Dan di antara yang halal dan haram, ada yang syubhat. Boleh jadi ada banyak orang yang tidak mengetahui statusnya, karena itu, orang yang tahu, harus menjelaskan, ini statusnya halal atau haram,” kata UAH.
Baca Juga:
Ia juga berharap Kemenag, MUI, atau ulama Indonesia, memberikan penjelasan ke masyarakat.
“Secara jelas, terang, dan tidak boleh ambigu; menyangkut halal ini,” pinta UAH.
“Ini bukan perkara seni. Ini bukan perkara filosofi. Ini masalah syariat yang harus terang dan jelas,” tegasnya.
“Ini bukan halal di Indonesia, atau di tempat lain, bukan persoalan menggabungkan adat istiadat, ini ketentuan syariat. Harus terang dan jelas.”
Maka UAH mengusulkan, agar logo halal yang diperkenalkan bisa dengan mudah dimengerti dan dipahami.
Selengkapnya:
Baca Juga:
Sebelumnya, BPJPH Kemenag menerbitkan label halal baru, dan memberlakukannya secara nasional.
Penetapan label halal itu tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Surat Keputusan ditetapkan di Jakarta, 10 Februari 2022, dan ditandatangani Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham.
Label halal tersebut berlaku efektif sejak 1 Maret 2022.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga mengatakan, pemberlakuan logo halal baru membuat label halal yang diterbitkan oleh MUI, secara bertahap, dinyatakan tidak berlaku lagi.