Ngelmu.co – Berawal dari akun Twitter @MurtadhaOne1, yang mengunggah potongan video Anies Baswedan saat tengah bicara soal batik.
Durasi video yang dipotong menjadi cuma 44 detik itu juga mencantumkan narasi, “Jadi menurut Anies, pakai baju batik itu merupakan pelanggaran.”
Akun @MurtadhaOne1 juga melengkapi unggahannya tersebut dengan twit, “Gak bisa bedain antara jarik dengan batik akhirnya ngawur kek giniππ€”
Lalu, video itu dibagikan kembali oleh akun Twitter @NUgarislucu, dengan cuitan, “Rungokno gus @irfan_nuruddin paham ora [dengarkan Gus Irfan Nuruddin, paham enggak]? ππ”
Video yang diunggah oleh @MurtadhaOne1 dan dibagikan kembali oleh @NUgarislucu, pun mendapat beragam tanggapan dari publik.
Berikut pernyataan Anies dalam video yang terpotong:
Batik itu dipakainya kain, bapak, ibu. Batik itu dipakainya untuk sarung, tidak ada orang pakai batik untuk baju, bapak, ibu.
Coba, diingat-ingat? Enggak ada. Batik itu dipakainya untuk kain. Lalu, atasnya kebaya, kemudian terjadilah pelanggaran atas pakem itu.
Kain itu yang dipakainya di bawah, dipakai untuk baju, dan ketika pertama kali digunakan, orang menengok ini enggak sopan, pelanggaran, enggak ngerti pakem.
Diikuti banyak orang. Sekarang jadi baju batik identitas Indonesia. Pelanggaran itu sekarang menjadi kebiasaan baru.
Mendapati maksud pernyataannya tidak sampai, Anies pun membagikan video dengan durasi lebih panjang, yakni 2 menit 13 detik.
“Cek video lengkapnya dulu yuk, Min @NUgarislucu. Sampaikan kebenaran, walaupun itu kurang lucu. π #ABW,” tulis @aniesbaswedan.
Baca Juga:
- Respons Tuduhan Formula E, Anies: Bila Anda Katakan Saya Ambil Uang, Tunjukkan!
- Tif Sembiring Tanya Maksud Puadi Bawaslu Sebut Anies Curi Start
Diketahui, video tersebut diambil saat Anies tengah bicara di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Sabtu (10/12/2022) lalu.
@ngelmuco Soal pernyataan #AniesBaswedan tentang #batik β¬ Epic Orchestra – Red Cat Blue
Berikut pernyataan Anies dalam video tersebut:
Bapak, ibu, sekalian, jadilah pendorong perubahan kebiasaan. Kebiasaan diubah, kebiasaan didorong.
Jangan jadi sekadar mengikuti kebiasaan, [perubahan] kebiasaan ini harus kita lakukan.
Bapak-bapak ini ada yang pakai batik? Bapak pakai batik biru, Pak Muhammad ini juga pakai batik.
Pak Muhammad berdiri sebentar, boleh, Pak? Berdua ini, pakai batik.
Ini, baju tradisional, bukan? Iya, baju Indonesia. Silakan duduk kembali.
Bapak, ibu, saya ingin ajak ingat-ingat sebentar, bapak, ibu, sekalian.
Baju laki-laki tradisional, itu semua polos, bapak, ibu, coba diingat-ingat.
Ada enggak baju laki-laki bergambar di masa lalu? Baju laki-laki itu polos.
Kalaupun bergambar, di Jawa ada yang namanya lurik.
Kalau enggak? Polos putih, polos hitam, polos merah. Benar, tidak? Polos… dan yang namanya batik itu dipakainya kain, bapak, ibu.
Batik itu dipakainya untuk sarung, tidak ada orang pakai batik untuk baju, bapak, ibu.
Coba, diingat-ingat? Enggak ada. Batik itu dipakainya untuk kain. Lalu, atasnya kebaya, kemudian terjadilah pelanggaran atas pakem itu.
Kain itu yang dipakainya di bawah, dipakai untuk baju, dan ketika pertama kali digunakan, orang menengok, ini enggak sopan, ini pelanggaran, enggak ngerti pakem.
Diikuti banyak orang. Sekarang menjadi baju batik identitas Indonesia. Pelanggaran itu sekarang menjadi kebiasaan baru.
Bapak, ibu, di bidang pendidikan, mulailah ‘pelanggaran-pelanggaran’ baru…
Kalau kita terkunci dengan pakem, dalam tanda kutip (‘pakem’), maka enggak muncul kebaruan…
Dan universitas swasta, punya ruang terobosan lebih banyak dibanding yang lain.
Ruang itu lebih besar untuk melakukan inovasi-inovasi, sehingga muncul terobosan-terobosan di dalam interaksi, di dalam proses pembelajaran.