Ngelmu.co – Israel, pada Jumat (1/1), mengabarkan jika 240 warganya terkonfirmasi positif COVID-19, beberapa hari setelah menerima penyuntikan vaksin dari Pfizer/BioNTech.
Namun, mengutip Kompas, infeksi tersebut masih dapat terjadi karena vaksin Pfizer/BioNTech, butuh waktu untuk melatih sistem kekebalan, sampai akhirnya mengenali dan melawan penyakit.
Vaksin COVID-19 buatan Amerika Serikat (AS) itu, memerlukan dua kali penyuntikan untuk bisa bekerja maksimal.
Kekebalan terhadap COVID-19, menurut penelitian, akan meningkat 8-10 hari setelah penyuntikan pertama, itu pun baru 50 persen.
Selanjutnya, penyuntikan kedua akan berlangsung 21 hari setelah yang pertama.
Dengan kekebalan 95 persen–pencapaiannya sepekan pasca penyuntikan–sebagaimana klaim Pfizer/BioNTech.
Artinya, tetap ada 5 persen kemungkinan tertular COVID-19, meski telah mendapat penyuntikan dosis penuh.
Kantor-kantor berita Israel, pun mendesak warganya untuk tetap waspada.
Termasuk terus taat mematuhi semua protokol kesehatan, demi mencegah penularan COVID-19.
Baca Juga: Mayoritas Warga Tak Mau Divaksin, Netanyahu Jalani Penyuntikan dan Disiarkan Langsung
Israel, memang sedang melakukan vaksinasi secara besar-besaran.
Setidaknya, sudah lebih dari satu juta orang [hampir 12 persen] dari populasi mereka yang telah menerima vaksin.
Menurut Universitas Oxford, angka tersebut merupakan rentang per kapita terbesar di dunia.
Israel, memprioritaskan tenaga kesehatan (nakes) dan lansia di tahap pertama.
Setelahnya, baru memperluas vaksinasi ke kategori lain.
Sebagai data, ada 1 dari 1.000 orang yang melaporkan efek samping ringan setelah penyuntikan.
Di antaranya mengaku merasa lemas, pusing, demam, nyeri, bengkak, dan kemerahan di titik penyuntikan.
Tetapi menurut Kementerian Kesehatan setempat, hanya belasan dari mereka yang harus mendapat tindakan medis.
Sebenarnya, menurut laporan televisi KAN, sejak awal vaksinasi pada 20 Desember lalu, sudah ada empat orang di Israel yang meninggal, tak lama setelah penyuntikan.
Namun, Kemenkes Israel, menegaskan bahwa tiga kematian tidak terkait dengan vaksinasi.
Sementara kasus keempat yang terjadi pada kakek berusia 88 tahun dengan penyakit lain, masih dalam penyelidikan.