Ngelmu.co, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat, jumlah utang pemerintah pusat hingga akhir 2017 mendekati Rp 4.000 triliun, tepatnya Rp 3.938 triliun atau 29,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Jumlah utang ini ramai dibicarakan di media sosial. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa jumlah utang tersebut masih aman.
“Kalau di media sosial ada yang ngomongin utang, saya yakin dia mau melintir kalau kita sekarang sedang kriris utang. Dia pasti ada motif politik,” kata Sri Mulyani dalam kuliah perdana di Auditorium FEB UI, Depok, Senin (5/2/2018).
Dia menjelaskan, dalam menerbitkan dan mengelola utang banyak pihak yang mengawasi Kementerian Keuangan. Menurut dia dalam mengelola utang yang memelototi banyak sekali, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit, investor di luar negeri mengaudit hingga rating agency.
Sri Mulyani mengungkapkan, dirinya di Kementerian Keuangan juga tidak mungkin menutup-nutupi kondisi utang negara, jika baik akan dia bilang baik.”Kita mengelola utang yang pelototin banyak. Jadi nggak mungkin saya tutup-tutupi. Karena utangnya masih aman sesuai dengan indikator dan kemampuan membayarnya kita masih bisa,” imbuh dia.
Mantan Direktur Bank Dunia ini menjelaskan, dirinya pantang untuk menutupi kondisi yang sebenarnya atau berpura-pura ada dalam kondisi yang baik. “Sama seperti dokter, saya tidak boleh berpura-pura bilang kesehatan orang lain. Pasti saya kan tahu dan sudah periksa, berat badan, tinggi badan, detak jantung, otaknya, hatinya sehat atau tidak. Semua indikatornya akan dilihat dan disesuaikan,” ujarnya.
Jumlah utang pemerintah pusat Rp 3.938,7 triliun ini terdiri dari instrumen pinjaman sebesar Rp 744,0 triliun atau 18,9% dari total, dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.194,7 triliun atau 81,1%. Adapun, jumlah outstanding SBN tersebut belum termasuk prefundung yang dilakukan di akhir 2017 sebesar US$ 4 miliar yang akan dicatatkan di tahun 2018.
Dari total instrumen yang sebesar Rp 744,0 triliun, komposisi pinjaman luar negeri mencapai Rp 738,4 truliun di mna dari total tersebut terbagi lahi berdasarkan pemberi pinjaman seperti bilateral sebesar Rp 313,7 triliun, multilateral sebesar Rp 381,2 triliun, komersial sebesar Rp 42,6 triliun, dan pinjaman kredit ekspor (suppliers) sebesar Rp 1,0 triliun. Sedangkan untuk pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,5 triliun.
Dalam portfolio SBN, porsi SBN berdenominasi valas lebih kecil dibandingkan SBN rupiah, masing-masing 21,7% atau Rp 853,6 triliun untuk SBN valas, dan 59,4% atau Rp 2.341,1 triliun untuk SBN rupiah.